Pertanian merupakan salah satu aspek terbesar yang dapat dihasilkan dari bumi. Tanah subur dan lingkungan yang mendukung, menjadi faktor utama keberhasilan hasil pertanian. Dari sinilah, kemudian kita dapat mengkonsumsi makanan pokok. Lalu, wajib pula dikeluarkan zakatnya bila telah memenuhi nishab.
Syarat Tanaman Zakat Pertanian
Menurut Imam Syafi’i, zakat hasil pertanian terdapat pada tanaman yang berupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan dan ditanam. Lalu, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan.
Hal tersebut, diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw:
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِى بُرْدَةَ عَنْ أَبِى مُوسَى وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعَثَهُمَا إِلَى الْيَمَنِ فَأَمَرَهُمَا أَنْ يُعَلِّمَا النَّاسَ أَمْرَ دِينَهِمْ.وَقَالَ :« لاَ تَأْخُذَا فِى الصَّدَقَةِ إِلاَّ مِنْ هَذِهِ الأَصْنَافِ الأَرْبَعَةِ الشَّعِيرِ وَالْحِنْطَةِ وَالزَّبِيبِ وَالتَّمْ
Artinya: Dari Tholhah bin Yahya, dari Abu Burdah, dari Abu Musa dan Mu’adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus keduanya ke Yaman dan memerintahkan kepada mereka untuk mengajarkan agama. Lalu beliau bersabda, “Janganlah menarik zakat selain pada empat komoditi: gandum kasar, gandum halus, kismis dan kurma” (HR. Baihaqi).
Untuk kategori sayuran, tidak dapat diambil zakatnya. Sehingga, tidak semua hasil pertanian dapat dikeluarkan zakatnya. Hal ini kemudian membuat ada dua ketentuan yang diambil oleh para ulama untuk tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu:
Pertama, para ulama yang sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat macam. Yaitu, sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma, dan kismis (anggur kering).
Kedua, jumhur ulama yang meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Namun, jumhur ulama berselisih pandangan mengenai hal tersebut. Karena ada beberapa jenis tanaman yang sifatnya mudah rusak, sehingga tidak dikenai zakat. Contohnya, sayur-sayuran.
Dari pendapat para imam besar, yang cenderung untuk dipakai adalah pendapat dari Imam Syafi’i. Karena ketentuan tentang gandum, kurma, dan kismis -yang mana merupakan makanan pokok masa lampau- dan dapat disimpan. Hal ini kemudian dapat diqiyaskan atau dianalogikan dengan makanan pokok saat ini sesuai dengan negeri tersebut. Misal, di Indonesia maka padi, gandum, jagung, sagu, dan singkong.
Kategori Zakat Pertanian Berdasarkan Sumber Pengairan
Aspek terpenting dalam pertanian adalah tanah, pupuk, dan pengairan. Sumber air yang digunakan untuk mengairi sawah atau tanaman pertanian ini juga mempengaruhi besarnya zakat yang harus dikeluarkan.
فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ ، وَمَا سُقِىَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ
Artinya: “Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan, maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%)” (HR. Bukhari dan Muslim).
1. Berasal dari air alami (tidak diairi)
Yakni pertanian yang menggunakan air hujan, sungai, dan mata air sebagai sumber irigrasi. Jika sawah yang dikelola adalah sawah tadah hujan dan jenis pengairan lain yang tidak perlu membeli air, maka besar zakat yang dikeluarkan adalah 10% dari hasil panen.
2. Berasal dari air yang diusahakan atau air yang dibeli
Yakni pertanian yang mengharuskan untuk membeli air irigrasi agar tanaman dapat tumbuh. Pertanian jenis ini harus mengeluarkan zakatnya sebesar 5%. Karena sisanya diasumsikan sebagai biaya perawatannya.
Sedangkan untuk jenis sawah yang menggunakan sistem keduanya, maka besar zakat yang dikeluarkan senilai 7,5% dari hasil panen. Hal ini dikarenakan terkadang sawah tersebut menggunakan aliran air alami, namun terkadang juga butuh air yang dialirkan dengan membeli.
Nishab dan Cara Hitung Zakat Pertanian
Berbeda dengan kategori zakat maal pada umumnya, yang harus sampai pada haulnya. Untuk zakat pertanian, dikeluarkan pada setiap kali usai masa panen.
Nishab dari zakat pertanian adalah senilai 5 wasaq. Yang mana 1 wasaq = 60 sho’ dan 1 sho’ = 4 mud. Dalam tiap 1 sho’ setara dengan 2,4 kilogram. Maka secara matematis, zakat pertanian dapat dituliskan:
1 sho’ = 2,4 kg
1 wasaq = 60 sho’
1 wasaq = 60 x 2,4 kg = 144 kg
5 wasaq = 5 x 144 = 720 kg
Ilustrasi Perhitungan Zakat Pertanian
Pak Budi baru saja memanen padi sebanyak 1 ton dengan modal Rp 1.000.000,-. Pada panen Mei 2019 ini, Pak Budi ingin mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya. Namun, bagaimana menentukannya? Apakah dipotong dengan modalnya terlebih dahulu, atau bagaimana?
Jawaban:
Catatan: Karena hasil panen Pak Budi telah melebihi nishabnya (yakni 652,8 kg) maka wajib mengeluarkan zakat.
Besar nilai uang yang dikeluarkan harus sesuai dengan harga tanaman saat panen.
HPP Gabah Kering Giling (GKG) 2019 senilai Rp 5.127,-
Maka,
1 ton = 1.000 kg
Pendapatan Pak Budi: 1.000 kg x Rp 5.127,- = Rp 5.127.000,-
Pendapatan Bersih (dikurangi dengan modal): Rp 5.127.000 – Rp 1.000.000 = Rp 4.127.000,-
Sehingga besar zakat Pak Budi yang wajib dibayarkan adalah:
7.5% x Rp 4.127.000,- = Rp 309.525,-
Itulah pembahasan mengenai zakat pertanian. Nah, bagi Anda yang memiliki usaha pertanian atau saudara dan kerabat, jangan lupa dibayarkan zakatnya yaa.
Zakat Online
Baca Juga:
Konsultasi Zakat dari Tabungan Gaji di Bank | YDSF
Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF
Perbedaan Zakat Profesi dan Zakat Pertanian | YDSF
Bayar Zakat untuk Orang yang Meninggal | YDSF
Perbedaan Zakat, Infaq, dan Sedekah | YDSF