Merayakan Tahun Baru dalam Islam | YDSF

Merayakan Tahun Baru dalam Islam | YDSF

31 Desember 2020

Menjelang tahun baru, ada banyak sekali perayaan dan persiapan yang akan dilakukan. Padahal, dalam Islam merayakan tahun baru pun menjadi suatu kegiatan yang memiliki catatan tertentu. Apalagi, perayaan tahun baru masehi.

Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi

Perayaan tahun baru masehi diadakan barulah sejak 1 Januari 45 SM. Yakni sejak Julius Caesar (Kiasar Romawi) dinobatkan. Yang mana dirinya jugalah yang memberikan usulan untuk nama-nama bulan pada kalender Romawi, yang kemudian diadaptasi menjadi kalender masehi. Merubah sistem kalender yang sudah ada sebelumnya sejak abad ke-7 SM.

Tradisi perayaan tahun baru yang jatuh setiap bulan Januari, sebenarnya merupakan kebiasaan orang-orang Romawi (mulai masa Julius Caesar) dalam menghormati Dewa Janus. Yakni dewa yang dipercaya sebagai Dewa Permulaan dan Akhir, mengambil dari kata Ianus yang berarti pintu.

Bentuk Dewa Janus yang memiliki dua wajah dengan saling membelakangi menjadi latar belakang kepercayaan yakni wajah menghadap ke belakang menjadi akhir tahun lama dan wajah yang menghadap ke depan menjadi awal tahun baru. Oleh karena itu, mereka selalu merayakan tahun baru dengan hiasan pohon-pohon keramat, emas dan perak sebagai lambang keberuntungan, serta lampu warna-warni sebagai harapan dan cahaya tahun berikutnya.

Baca juga: Hukum Puasa Weton dalam Islam | YDSF

Perayaan Tahun Baru dalam Islam

Perayaan yang dibolehkan dalam Islam adalah perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Saat Rasulullah saw. hijrah ke kota Madinah, penduduk kota merayakan dua hari raya, yakni Nairuz dan Mihrajan. Nairuz merupakan perayaan awal tahun Syamsiyah (masehi) dan Mihrajan adalah perayaan enam bulan setelahnya. Kemudian Rasulullah saw. bersabda,

قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر

“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; Idul fitri dan Idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i).

Dari penjelasan tersebut, maka kita bisa mengetahui bahwa perayaan tahun baru itu ada sejak zaman Romawi dan ada di Madinah sebelum Rasulullah saw. Lalu, setelah Rasulullah saw. mengeluarkan sabda tersebut, maka jelas bahwa perayaan tahun baru atau hal lain semacamnya dalam Islam telah digantikan dengan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.

Maksud dari perayaan untuk Idul Fitri dan Idul Adha adalah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sedangkan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha yang terdapat unsur menyerupai golongan tertentu atau terdapat bidah, maka baiknya ditinggalkan.

Seperti, misalnya sebuah perayaan yang hingga membuat seseorang meninggalkan shalat wajibnya. Astaghfirullah, naudzubillah.

Rasulullah saw. bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud).

Dalam hal kecil saja, Islam telah mengajarkan kepada kita untuk menyelisihi apa-apa kebiasaan dari kaum Majusi dan musyik. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim).

Apalagi, seperti kita tahu, bahwa dalam perayaan tahun baru biasanya antara laki-laki dan perempuan justru tidak ada batas, saling membaur, belum lagi dentuman musik-musik yang dapat mengganggu sesama muslim.

Belum lagi, juga akan ada pemborosan-pemborosan yang tidak penting dalam perayaan tahun baru. Padahal, Islam telah mengajarkan bagaimana membelanjakan harta kita agar ada di jalan Allah Swt.

Sehingga, dengan telah digantikannya perayaan Nairuz dan Mihrajan oleh Rasulullah saw., maka hendaknya kita sebagai umat muslim mengikuti ajaran beliau. Bukan justru abai dan seolah merasa “tidak mengapa”.

 

Artikel Terkait:

Makna Di Balik Halal Haram | YDSF

ZAKAT AKHIR TAHUN | YDSF

Hukum Arisan Dalam Islam | YDSF

Hukum Menggabungkan Qadha Puasa dan Puasa Sunnah | YDSF

 

Zakat YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: