Bangsa Indonesia khususnya para tokoh dan pimpinan, perlu sekali mengkaji ajaran Rasulullah SAW yang terkait dengan bagaimana beliau menata jabatan bagi para sahabat beliau. Mungkin tidak begitu populer atau tidak banyak orang tahu, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang para sahabatnya meminta jabatan. Alasannya adalah jika seseorang dalam menjabat bertumpu pada jabatannya atau menjadikan jabatan itu sebagai tujuan, dia pasti akan cenderung rela berbuat apa saja demi mendapat dan kemudian mempertahankan jabatan yang diinginkan itu.
Tipe pemimpin dan kepemimpinan semacam itu tidak mungkin baik dan ikhlas. Dia akan memanfaatkan jabatan dan kedudukan untuk memenuhi kebutuhan diri atau golongannya baik berbentuk materi atau politik. Sebaliknya jika seseorang mendapat jabatan dari proses pemilihan yang adil, rasional, dikehendaki dan dicintai
oleh masyarakatnya, memang layak menjadi pemimpin niscaya akan memperoleh kemudahan dan pertolongan dari Allah SWT. Pemimpin tipe kedua inilah yang ideal dan sesuai dengan tuntunan Rasul SAW.
Seorang sahabat Nabi dikenal sangat santri dalam beribadah dan patuh kepada Rasulullah bernama Abu Dzar Al-Ghifari ra, suatu ketika menghadap Rasul SAW bermaksud untuk memberi kontribusi yang lebih besar kepada umat Islam dengan meminta Rasul SAW memilih dirinya menjadi pejabat. Rasulullah SAW tidak mengabulkan permintaan sahabat yang dikenal baik itu dan malah memberi nasihat bahwa jabatan itu adalah amanah dari Allah SWT yang dapat membuat orang menyesal dan terhinakan di hari kemudian jika tidak mampu memegang amanah dengan baik. Hanya mereka yang mampu memimpin dan kuat dalam memegang amanat yang dapat menjadi pemimpin. Abu Dzar meski baik dan beramanat dinilai lemah oleh Rasul SAW, sehingga tidak diberi kesempatan untuk menjabat.
Dari kisah yang bersejarah tersebut, dapat diambil pelajaran dan nasihat sebagai berikut : Tidak semua orang yang tergolong baik mampu menjadi pemimpin / pejabat. Jabatan tidak boleh dijadikan tujuan, melainkan sebatas jembatan untuk mencapai tujuan.
Orang yang arif dan beriman kepada Allah SWT pasti akan mengarahkan semua tujuannya kepada Allah SWT, dan secara konsisten memperhatikan peraturan-peraturan-Nya.
Untuk mencapai sukses dalam mengemban amanat berupa jabatan, seseorang dituntut untuk punya kesadaran “muroqobah” (selalu merasakan kehadiran
Allah dalam kehidupannya)
Selaian “muroqobah” , pemimpin/pejabat perlu mengembang-suburkan ketakwaan pada dirinya, yaitu rasa takut yang intens dan konsisten terhadap Allah SWT sehingga tidak melanggar peraturan Allah dan patuh menjalankan perintah-Nya.
Kelima butir tersebut akan dapat ditumbuhkan serta dipelihara melalui training serta pemahaman agama dan akhlak yang baik.
Berbicara tentang perebutan kekuasaan dan maraknya “money politic” di Republik ini, rasanya bangsa Indonesia sudah dapat dikategorikan banyak yang menderita penyakit berbahaya yang pernah disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam hadits beliau dengan sebutan “Al-Wahan”.
Ada sahabat yang bertanya, “apakah Al-Wahan itu, wahai Rasul ?”. Beliau menjawab “Wahan adalah ‘penyakit’ cinta dunia dan takut mati”. Lebih jauh, Rasulullah SAW mengatakan apabila umat Islam mengidap penyakit ini berapa pun banyak jumlah manusianya, tidak akan kuat dan terhormat, melainkan lemah dan dipermainkan oleh golongan lain (di luar Islam)
Marilah kita semua menyempatkan diri untuk menundukkan kepala sambil berpikir tentang nasib diri dan saudara-saudara kita yang miskin di mana pun mereka berada. Apakah mereka, terutama para pemimpinnya sedang menderita penyakit wahan ini? Kalau benar demikian, mari secepatnya kita upayakan pengobatan dan penyembuhannya. Dan tentu hanya kepada Allah SWT kita arahkan harapan dan pasrahkan diri sambil berupaya dan berdoa agar para pemimpin kita di masa mendatang berasal dari keluarga yang baik, berakhlak mulia dan konsisten terhadap kebaikan, tidak mudah diwarnai oleh lingkungannya tetapi justru mempengaruhi agar beratmosfir baik seperti dirinya. Semoga !!
Baca juga:
Contoh Istiqomah dalam Beribadah | YDSF
Waspadai Perkara Perusak Amal | YDSF
Pintu Dosa di Era Digital | YDSF
Dampak Maksiat dalam Kehidupan | YDSF
5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF