Sesungguhnya bukanlah hal yang asing lagi bagi kita, bahwa dosa dan kemaksiatan pasti menimbulkan mudarat (kerugian). Seperti misalnya kemudaratan untuk hati, yang mana bisa menimbulkan penyakit hati dengan tingkatan yang beragam.
Kita dapat belajar pula dari kisah Adam as dan Hawa, misalnya. Berawal dari dosa sederhana (memakan buah khuldi), mereka diusir dari surga. Terusir dari negeri yang penuh dengan kelezatan, kenikmatan, keindahan, dan kegembiraan menuju bumi yang fana.
Bukankah dosa juga yang telah menyebabkan Iblis terkutuk dari kerajaan langit? Kedekatan Iblis dengan Allah berubah menjadi jauh, rahmat menjadi laknat, keindahan menjadi kejelekan, hingga surga menjadi neraka. Maka terhinalah Iblis di hadapan Allah, serendah-rendahnya, dan jatuhlah kedudukannya dalam pandangan-Nya.
An-Nawwas bin Sam’an ra bertanya kepada Rasulullah tentang kebajikan dan dosa. Maka beliau menjawab,
اَلْبِرُّ مَا سَكَنَتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَاْلإِثْمُ مَا لَـمْ تَسْكُنْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَلاَ يَطْمَئِنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَإِنْ أَفْتَاكَ الْـمُفْتُوْنَ
“Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang membuat bimbang (ragu) hatimu dan engkau tidak suka dilihat (diketahui) oleh manusia” (HR. Muslim no. 2553).
Imam Ahmad mengisahkan bahwa Madinah pernah mengalami gempa pada zaman Umar bin Khathab ra. Ia pun berseru, “Wahai sekalian manusia, ada apa ini? Alangkah cepatnya kalian berbuat kerusakan. Seandainya peristiwa ini terjadi lagi, aku tidak ingin tinggal bersama kalian di tempat ini.”
Ka’ab juga berkata, “Sesungguhnya gempa bumi akan terjadi jika kemaksiatan-kemaksiatan di atasnya dilakukan. Bumi bergetar karena takut Allah melihatnya.”
Bukankah dosa juga menyebabkan terangkatnya desa kaum Luth sampai-sampai para malaikat mendengar lolongan anjing mereka? Kemudian, desa itu dijungkirbalikan bersama penduduknya hingga membinasakan semuanya.
Belum lagi dengan lemparan batu-batuan dari langit yang menghujani kaum Nabi Luth tersebut.
Sejumlah hukuman dijatuhkan secara serentak kepada mereka, yang belum pernah dijatuhkan kepada umat lainnya. Orang-orang yang serupa dengan mereka juga akan mendapat ganjaran yang seperti itu. Sungguh tidaklah hal ini jauh dari orang-orang yang zalim.
Allah berfirman,
(إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ، صُقِلَ قَلْبُهُ، فَإِنْ زَادَ، زَادَتْ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ ( كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa maka akan dibubuhkan satu titik hitam di (permukaan) hatinya. Kalau dia (segera) bertaubat, meninggalkan (dosa tersebut) dan memohon ampun (kepada Allâh Azza wa Jalla), maka hatinya akan bening (kembali), (tetapi) jika dosanya bertambah maka akan bertambah pula titik hitam tersebut. Itulah (makna) ar-rân (penutup hati) yang Allâh sebutkan dalam al-Qur’an, (yang artinya-red), “Sekali-kali tidak (demikian), bahkan menutupi hati mereka perbuatan (dosa) yang selalu mereka lakukan” [Al-Muthaffifin/83: 14]
Maksiat memiliki berbagai dampak yang buruk, tercela serta membahayakan hati dan badan, baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan jumlahnya tidak diketahui secara pasti kecuali oleh Allah Swt semata. Di antara dampak kemaksiatan yang dimaksud antara lain:
Maksiat menghalangi masuknya ilmu
Ilmu adalah cahaya yang Allah masukan ke dalam hati, sedangkan maksiat adalah pemadam cahaya tersebut.
Ketika Imam Syafi’i duduk sambil membacakan sesuatu di hadapan Imam Malik, kecerdasan dan kesempurnaan pemahamannya membuat Imam Malik ini tercengang.
Kemudian Imam Malik pun berujar, “Sesungguhnya aku memandang bahwa Allah telah memasukkan cahaya ke dalam hatimu, maka janganlah kamu memadamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat.”
Maksiat menghalangi datangnya rezeki
Sebagaimana takwa kepada Allah akan mendatangkan rezeki, maka meninggalkan takwa akan menyebabkan kefakiran. Tidak ada yang dapat mendatangkan rezeki, kecuali dengan meninggalkan maksiat.
Rasulullah Saw bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya” (HR. Ahmad).
Maksiat membuat semua urusan dipersulit
Tidaklah pelaku maksiat melakukan suatu urusan, melainkan dia akan menemui berbagai kesulitan dan jalan buntu dalam menyelesaikannya. Demikianlah faktanya. Sekiranya orang itu bertakwa kepada Allah niscaya urusannya dimudahkan oleh-Nya.
Allah Swt. berfirman, “Mintalah kepada-Ku pasti Aku akan kabulkan” (QS. Al Baqarah 185).
Bagaimana mungkin seorang hamba menyaksikan pintu-pintu kebaikan dan kemaslahatan tertutup serta jalan-jalannya menjadi sulit, tetapi dia tidak mengetahui dari mana asalnya?
Tidak ada yang dapat memberi berkah kecuali Allah. Tidak ada pula yang diberkahi, melainkan apa yang disandarkan kepada-Nya, yaitu yang disandarkan kepada ridha-Nya.
Jika penyandaran di atas tidak dikhususkan, maka maknanya akan menjadi rancu. Sebab, semua yang ada di alam semesta disandarkan kepada Sang Pencipta.
Naskah: Putra
Editor: Ayu SM
Baca Juga:
Tips Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak | YDSF
Pintu Dosa di Era Digital | YDSF
Waspadai Perkara Perusak Amal | YDSF
Tips Menghafal Al Quran Otodidak | YDSF
Banyak Menghafal Alquran, Tubuh Jadi Semakin Sehat
Asy Syifa’, Alquran Penyembuh Penyakit
Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran
Tak hanya Membagi Ilmu, Imam Syafi'i juga Membagi Harta
Belajar Membaca Alquran di Masa Rasulullah SAW | YSDF