Anak-anak muda sangatlah mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berbau modern dan mengandung unsur kebaruan. Menurut Sarwono, seorang peneliti youth culture, anak muda sangat terbuka dengan inovasi, ide-ide baru, norma-norma baru, dan apa saja yang menjadi simbol kehidupan modern. Namun yang menjadi masalah adalah, kita tahun bahwa tidak semua hal yang berasal dari kehidupan modern adalah sesuatu yang positif.
Kita bisa melihat saat ini di kota-kota besar, khususnya di lokasi sekitar kampus mulai menjamur warung-warung kopi yang disebut angkringan. Tempat-tempat semacam itu tidak pernah sepi dari anak muda yang rela menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk nongkrong bersama teman-temannya. Sebenarnya angkringan bukanlah hal yang benar-benar baru, tapi versi ‘kelas menengah-bawah’ dari kafe-kafe elit di mal yang biasa jadi tempat nongkrong untuk anak-anak muda kelas menengah atas.
Jika dilihat dari segi ekonomis, angkringan jelas lebih bersahabat dengan remaja-remaja kelas menengah ke bawah. Setiap anak hanya cukup membawa uang sekitar sepuluhan ribu saja sudah bisa minum dua gelas teh atau kopi ditambah dua buah jajan gorengan. Yang itu cukup dijadikan bekal untuk nongkrong selama berjam-jam atau semalaman. Beda dengan nongkrong di kafe-kafe macam Excelso atau Starbucks yang tidak cukup bawa 100.000 rupiah tiap orang.
Melihat fenomena ini, ada satu kata kunci yang bisa merangkum kebiasaan remaja urban di zaman modern ini, yaitu nongkrong. Sepertinya, nongkrong dan anak muda menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Mereka melakukannya di setiap waktu senggangnya, baik seusai jam sekolah, di sela-sela pergantian mata kuliah atau hari liburnya. Masalahnya, nongkrong berjam-jam bisa menjadi sesuatu yang sia-sia, atau bahkan negatif jika isi dari tongkrongannya tidak membuahkan sesuatu yang positif.
Namun kita tidak bisa hanya semerta-merta mencegah aktivitas tersebut jika itu terjadi pada anak-anak kita yang sudah beranjak dewasa. Karena kesia-siaan dan keburukan dari nongkrong bisa dihindari selama anak-anak muda mampu menjadikan aktivitas nongkrongnya menjadi nongkrong yang positif.
Apakah ada nongkrong yang positif?
Kenapa tidak? Jika remaja tidak bisa lepas dari aktivitas yang berbau ‘kumpul-kumpul’, ‘bareng-bareng’, atau ‘rame-rame’ maka tidak ada salahnya kita mengarahkan mereka untuk menjadikan aktivitas tersebut menjadi bermanfaat, produktif, dan tidak lepas dari kegiatan pembelajaran.
Seorang tokoh terkenal di Mesir, Imam Hasan Al-Banna, dahulu memulai dakwahnya justru di warung-warung kopi tempat nongkrong anak-anak muda. Sambil duduk-duduk santai dan ngobrol, Hasan Al-Banna mampu meyisipkan obrolan-obrolan positif tentang kondisi umat Islam yang saat itu di Mesir semakin terpuruk karena jauh dari Islam. Lama-kelamaan Hasan Al-Banna semakin dikenal di kalangan pemuda, hingga lahirlah organisasi Islam paling berpengaruh di dunia abad 21 yang bernama Ikhwanul Muslimin.
Dari sejarah tersebut, kita bisa melihat bahwa nongkrong adalah aktivitas yang netral. Dia bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat ketika apa-apa yang dilakukan saat nongkrong bisa membawa kebaikan.
Ini dia tips agar nongkrong tetap menghasilkan hal positif:
1. Belajar kelompok
Banyak pelajar dan mahasiswa yang lebih bersemangat jika belajar bersama teman-temannya daripada belajar sendirian di rumah atau kamar kos. Maka tidak ada salahnya jika buku-buku dan laptop yang mereka miliki dibawa ke kafe atau angkringan yang suasananya mendukung. Di sana, mereka bisa berdiskusi tentang apa yang telah mereka pelajari di sekolah atau kampus, dengan suasana yang lebih mengasyikkan.
2. Mengerjakan tugas sekolah atau kuliah
Tidak ada salahnya jika tugastugas sekolah dikerjakan dengan cara bersama atau berkelompok. Ini bisa menambah semangat anak-anak remaja untuk berlomba-lomba dengan teman sekolahnya. Setiap mereka punya kesulitan dalam mengerjakan tugas, mereka bisa bertanya pada yang lebih tahu. Tentu ini cara yang menarik untuk dilakukan agar pelajar lebih giat mengerjakan PR-nya.
3. Halaqoh atau mentoring
Halaqoh atau mentoring Islam yang selama ini biasa diadakan di masjid, sekolah, atau kampus, tentu menjadi menarik jika dilakukan di tempat nongkrong anak muda,seperti di kafe atau angkringan. Hal ini pernah dilakukan oleh salah satu komunitas muslim di Surabaya. Mereka duduk melingkar mengelilingi meja sambil mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh sang murobi (mentor).
4. Rapat koordinasi kegiatan positif anak-anak muda
Kafe dan angkringan juga bisa menjadi tempat yang cocok untuk rapat koordinasi untuk kegiatan yang positif. Misalnya membicarakan kegiatan sosial, membicarakan kepanitiaan acara-acara di sekolah, dan lain sebagainya.
5. Diskusi tentang hobi.
Banyak hobi-hobi yang disukai oleh remaja namun jarang ada kesempatan yang santai dan nuansa baru ketika mendiskusikannya. Misalnya klub baca, klub novel, klub film, klub futsal, dll. Mereka semua tentu membutuhkan tempat yang nyaman untuk sekadar ngobrol antarpecinta hobi yang sama.
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Februari 2017
Baca juga:
Hakikat dan Keutamaan Silaturahim
Membangun Kebersamaan dengan Silaturrahim
Pentingnya Mengembangkan Bakat dan Minat | YDSF
Mengenal Generasi Millenial | YDSF
Mengubah Tantang Hidup Menjadi Peluang | YDSF