Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan yang baik, akan terbentuk sosok yang berakhlak, mampu bersaing di masa depan, mampu mengembangkan potensi, memiliki daya cipta sehingga ia dapat berkontribusi bagi masyarakat.
Seiring dengan perkembangan zaman, dunia pendidikan pun turut mengalami perubahan. Dahulu ukuran keberhasilan pendidikan lebih menitikberatkan pada nilai akademik di sekolah.
Anggapan anak yang pintar diberikan bagi mereka yang memiliki nilai baik, mendapat rangking dan cenderung mengedepankan aspek kognitif. Hal itu berlaku juga hingga di bangku kuliah hingga di dunia kerja.
Perusahaan akan lebih mudah menerima para pelamar kerja dengan standart Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertentu. Namun, apakah nilai IPK dalam ijazah seterusnya menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang? Nyatanya tidak.
Pendidikan Modern
Di zaman sekarang ini kecerdasan intelektual bukan satu-satunya tolok ukur kesuksesan seseorang. Derasnya arus informasi semakin membuka wawasan dan anggapan baru bahwa selain kecerdasan intelektual, seseorang juga harus memiliki akhlak yang baik dan keterampilan khusus.
Mampu menggeluti bakat atau minatnya dengan tekun, ulet sehingga ia memberikan nilai lebih bagi dirinya. Karena kebutuhan masa depan yang mengalami pergeseran, turut berdampak pada model pendidikan masa kini.
Gagasan-gagasan pendidikan modern bermunculan, di antaranya pendidikan berbasis bakat dan minat. Pendidikan seyogyanya menjadi sebuah media bagi seseorang untuk bisa menemukan potensi dirinya, meningkatkan kualitas diri, sehingga mampu membuat perubahan posifif bagi sekitar.
Manusia terlalu sempit jika diukur hanya dengan angka yang tertera di ijazah. Pendidikan berbasis pada bakat dan minat melibatkan anak dalam menentukan dan menggali potensi baik yang sudah ada dalam dirinya.
Saat ini semakin banyak sekolah-sekolah yang lebih ramah anak, tidak hanya memaksa dan mengatur anak untuk melakukan ini dan itu. Memberikan kesempatan anak untuk tumbuh dan belajar mandiri. Gagasan ini berorientasi pada pendidikan yang menumbuhkan potensi dasar yang dimiliki anak sebagai bekal untuk menapaki masa depan.
Menurut Howard Gardner, seorang tokoh pendidikan dan psikolog, manusia memiliki banyak kecerdasan. Ada delapan kecerdasan yang dicetuskan oleh Gardner, yaitu kecerdasan linguistik, logik-matematik, visual dan spasial, musik, interpersonal, intrapersonal, kinestetik, dan naturalis.
Jadi apabila seorang anak tidak pandai dalam matematika, belum tentu ia anak yang bodoh. Bisa jadi ia cerdas di bidang yang lain. Misalnya bidang kepenulisan, pandai berbicara di depan umum, atau seperti Joe Alexander, seorang pianis muda (lahir 2003) asal Indonesia yang mendunia karena mengoptimalkan bakat bermusiknya di usia belia.
Ke depan, dunia membutuhkan orang-orang yang memiliki keahlian khusus yang membangun. Mungkin profesi itu belum ada saat ini. Namun di masa mereka dewasa nanti bisa jadi profesi itu menjadi sangat dicari dan berguna. Misalnya, seperti di industri kreatif saat ini. Dahulu kegiatan menggambar hanya dijadikan sebagai hobi dan aktivitas selingan.
Namun ternyata jika digeluti dengan serius dapat menjadi profesi yang sangat dicari saat ini, misalnya sebagai ilustrator buku, film, pembuat logo, desain kemasan, dan sebagainya.
Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan, bertahun-tahun yang lalu mencetuskan, “Benih padi tidak bisa menjadi tanaman jagung, benih jagung tidak bisa menjadi tanaman padi. Pendidik bisa menuntun, tetapi tidak bisa mendikte apa yang sudah menjadi kodrat anak.” Maka mendidik anak sesuai dengan potensi dan minat dasar anak.
Belajar Dari Toto Chan
Hal ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Sosaku Kobayashi, Kepala Sekolah Tomoe Gakuen, dalam buku Totto Chan. Ia memberi kesempatan kepada anak untuk memilih mata pelajaran apa yang ingin dipelajari lebih dulu.
Mendengarkan cerita setiap murid dengan seksama. Berangkat ke sekolah dengan menggunakan pakaian bebas dan lusuh, agar anak-anak bisa beraktivitas dengan bebas tanpa khawatir pakaiannya akan kotor.
Dengan metode seperti ini membuat guru lebih mengetahui karakter muridnya. Untuk menumbuhkan bakat dan minat seseorang tidak bisa dilakukan dengan instan. Diperlukan sebuah proses yang menumbuhkan.
Berupaya memberikan anak kesempatan untuk mengeskplorasi dunianya. Berusaha menjadi orang tua dan pendidik yang sabar mendengarkan, mengapresiasi, mengamati, melakukan dialog dan mendukung setiap minat yang muncul pada diri anak. Menyadari bahwa setiap anak istimewa dan unik.
Memiliki bakat dan minat yang terasah akan membuat diri seseorang menjadi unik, berbeda dan berdaya sehingga mampu bersaing. Adanya bakat dan minat yang dikuasai, memungkinkan seseorang memiliki kebebasan menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri.
Melalui bakat yang dimilikinya, ia bisa berkarya dan berkontribusi bagi masyarakat sesuai potensinya. Bagaimana pun pendidikan sejatinya tidak hanya sekadar membuat seseorang menjadi pintar secara pikiran, tetapi juga menjadi arif secara tindakan dan bertanggung jawab atas pilihannya.
Nindia Nurmayasari, S.Psi
Pengajar dan Penggagas Klub Literasi Anakperan bakat dan minat dalam pendidikan
Baca Juga:
5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF
Tingkatkan Semangat dan Nilai Berqurban | YDSF
Hikmah Pendidikan Dibalik Keyatiman Rasulullah | YDSF
Keutamaan Menyantuni Anak Yatim | YDSF
Makna Qurban dalam Islam | YDSF
Bahagia dengan Gemar Berbagi | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Menyambung Silahturahmi yang Terputus | YDSF
Hakikat dan Keutamaan Silaturahim
Membangun Kebersamaan dengan Silaturrahim | YDSF
Amalan Ringan Berpahala Besar | YDSF