Sebagai seorang
muslim, kita diwajibkan mengetahui dan mempelajari kisah 25 Nabi dan Rasul. Sehingga kelak dapat kita teladani dari
apa-apa yang telah mereka alami. Namun, sejatinya terdapat perbedaan mendasar
antara Nabi dan Rasul.
Selain itu, ketika
seseorang meninggal dan telah memasuki alam kubur, maka yang ia akan menghadapi
beberapa pertanyaan pembuka. Yang meliputi tiga perkara, yaitu siapa Rabbmu,
apa agamamu, dan siapa Nabimu. Bagi seorang mukmin yang selalu mengikuti ajaran
Allah Swt. dan Rasul-Nya, akan lebih mudah menghadapi pertanyaan tersebut
dibandingkan seorang munafik.
Oleh karenanya, bukan hanya tahu dan meneladaninya saja. Namun,
keimanan dan rasa cinta terhadap para Nabi dan Rasul hendaknya selalu kita tumbuhkan.
Saat kita mencintai sesuatu, maka dengan segenap hati akan kita ikuti
kebaikan-kebaikan yang diajarkan. Pun akan semakin semangat untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Sebagaimana dalam
Al-Qur’an, Allah Swt. telah berfirman di surah Al-Baqarah ayat 177, “Akan
tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi.”
Nah, tidak semua Nabi
kemudian menjadi seorang Rasul, seperti Nabi Khidir a.s. Meski kisahnya bersama
Nabi Musa a.s. diabadikan dalam surah Al-Kahfi. Satu hal yang pasti di antara
sekian banyak Nabi dan Rasul yang tidak kita ketahui secara jelas kisahnya,
kita harus yakin bahwa Nabi dan Rasul yang terakhir hanyalah Nabi Muhammad saw.
Sehingga segala isu tentang adanya Nabi atau Rasul-Rasul baru janganlah membuat
iman kita goyah.
Lalu, hal-hal apakah yang
membedakan antara Nabi dan Rasul?
Sebenarnya,
terdapat dua golongan ulama yang berpendapat tentang ada dan tidaknya perbedaan
antara Nabi dan Rasul. Pendapat yang umum adalah membedakan keduanya. Dengan
berlandaskan dalil surah Al-Hajj ayat 52 dan surah Al-A’Raf ayat 157.
Nabi berasal dari
kata naba’a dengan kata jamaknya anbiya’, artinya berita atau
informasi yang dikaitkan dengan persoalan-persoalan gaib. Dalam hal ini,
informasi tersebut merupakan wahyu dari Allah Swt. Dalam pendapat lain, Nabi dikaitkan
dengan kata naba, tanpa huruf hamzah di belakangnya (ghair mahmuz), yang memili
arti tinggi (al-‘uluww wal-‘irtifa). Sehingga, Nabi merupakan seseorang yang
ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt. dengan menurunkan wahyu untuknya.
Memang, seorang Nabi tidak diwajibkan menyampaikan wahyu tersebut kepada orang
lain.
Hal ini berbeda
dengan Rasul. Berasal dari kata ar-sa-la, atau dalam bahasa Indonesia juga
disebut dengan risalah, artinya adalah mengutus. Sehingga, seorang Rasul wajib
menyampaikan wahyu dari Allah Swt. yang diterimanya kepada suatu kaum.
Namun, ada
pendapat lain yang menyampaikan bahwa seorang Nabi juga memiliki tugas untuk
menyampaikan wahyu yang ia dapatkan. Mereka berpendapat bahwa Rasul diutus
untuk kaum kafir dan musyrik sedangkan Nabi hanya diberi tugas untuk memperkuat
pengalaman syariat kepada kaum yang telah beriman.
Baca juga: KABAR GEMBIRA DARI RASULULLAH SAW. | YDSF
Baik Nabi maupun
Rasul, keduanya pastilah seorang laki-laki. Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam
surah Al-Anbiya ayat 7, “Kami tiada mengutus rasul rasul sebelum kamu
(Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada
mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu
tiada mengetahui.”
Dalam proses
penerimaan wahyu, para ulama berpendapat bahwa Rasul menerima wahyu dengan
perantara (melalui malaikat Jibril), sedangkan Nabi menerimanya secara langsung
dari Allah Swt. melalui ilham atau mimpi.
Berikutnya, seorang
Rasul senantiasa memiliki kitab atau lembaran-lembaran yang berisikan syariat
baru dan lama yang digunakannya untuk berdakwan, sedangkan Nabi tidak selalu
memilikinya.
Terlepas dari adanya
perbedaan di antara keduanya, tetapi dengan adanya Nabi dan Rasul yang diutus
oleh Allah Swt. menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rencana-Nya menciptakan
manusia untuk menjadi khalifah dan beribadah kepada-Nya. Mentauhidkan ajaran
Allah Swt. kepada seluruh umat. Kesemua tujuan baik tersebut dapat diraih
dengan adanya perantara. Yakni melalui Nabi dan Rasul.
Berbeda dengan
para Nabi dan Rasul yang diutus untuk kaum-kaum tertentu. Nabi Muhammad saw.,
sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir diutus Allah Swt. untuk seluruh umat
manusia. Tidak ada perbedaan ras atau bangsa. Sebagaimana Allah Swt. berfirman,
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah
bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada
Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu
mendapat petunjuk.”” (QS. Al-A’raf: 158).
Setelah
mengetahui perbedaan Nabi dan Rasul, bukan berarti lantas kita memilih mana yang
paling diteladani. Hendaknya seluruh ajaran dan kisah yang disampaikan oleh
mereka menjadi teladan terbaik kita. Pun menambah iman kita kepada Nabi dan
Rasul. (berbagai sumber).
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF