Salman Al Farisi,
nama sahabat Rasulullah saw. yang satu ini nampaknya memang begitu populer
dikisahkan secara berulang. Padahal, Salman Al Farisi merupakan salah satu
sahabat Rasulullah saw. yang begitu gigih berjuang mencari kebenaran tentang
agama yang ingin ia anut. Bahkan, dirinya juga termasuk loyalis Islam yang
setia mendampingi Rasulullah saw. di medan perang dan menjadi tokoh kunci dalam
Perang Khandaq.
Abdullah bin Abbas
r.a. berkata, “Salman al-Farisi menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya
sendiri.”
Nama asli dari
sahabat Rasulullah saw. ini adalah Mabah bin Budzkhasyan bin Mousilan bin
Bahbudzan bin Fairuz bin Sahrk Al-Isfahani. Ya, Salman Al Farisi berasal dari
Desa Jayyun, Kota Isfahani, Persia (yang saat ini berubah menjadi Iran). Sebagaimana
namanya Al Farisi juga diartikan sebagai orang yang berasal dari Persia. Setelah
menjadi seorang muslim, beliau bergelar Abu Abdillah, serta terkenal dengan
sebutan Salman al-Khair dan Salman bin al-Islam.
Ayahnya merupakan
kepala desa dan seorang Majussi, yakni penganut Zoroastrianisme yang merupakan
penyembah api. Rasa kasihnya yang besar kepada Salman, membuat ia selalu
mengurung Salman di rumah. Serta menugaskan putranya untuk menjaga api kaum Majussi.
Namun, Salman justru merasa ingin tahu tentang agama mana yang layak untuk
diikuti.
Mencari Agama yang Tepat
Suatu hari ayahnya
menugaskan Salman untuk mengurus ladang miliknya, karena telah terlalu sibuk di
bangunan. Di tengah perjalanan, ia mendapat sebuah gereja dan melihat
sekelompok orang sedang beribadah dipandu oleh Uskup. Salman merasa kagum,
hingga mengetahui bahwa agama tersebut berasa dari Negeri Syam. Sesampainya di
rumah, ia sampaikan apa yang telah ditemuinya pada sang ayah. Bukan mendukung,
ayahnya justru murka, mengurung serta merantai kaki Salman.
Kondisi tersebut
ternyata tidak menciutkan niatnya. Setelah ia tahu bahwa rombongan dari Syam
itu akan kembali ke negeri asal, Salman memberanikan diri membuka rantainya dan
ikut dengan mereka. Setelah di Syam, ia mempelajari agama itu. Sayangnya, Salman
menemukan fakta pahit. Bahwa ternyata si Uskup merupakan orang jahat. Ia
mengajak kaumnya untuk bersedekah tetapi justru menimbunnya untuk dirinya
sendiri. Hingga akhirnya, si Uskup meninggal dan mengangkat pengganti si Uskup
dengan orang yang lebih baik.
Salman selalu
mengikuti kemanapun Uskup baru menebarkan agamanya. Ia merasa tidak ada orang
yang lebih baik perilakunya dibandingkan Uskup baru. Tiba waktunya, si Uskup
baru meninggal dan membuat Salman bertanya kepada siapa ia harus pergi dan
mengikuti jejak dakwahnya. Si Uskup baru menjawab bahwa ada seseorang di Maushil
(kota Mosul, Irak) yang masih memegang teguh agama mereka.
Kejadian semacam
ini terus berulang. Setelah dari Maushil, Salman berpindah ke Nashibin (dekat
Turki) dan terakhir di Amuria (kota di Romawi). Melalui Uskup Amuria ini,
Salman mengetahui bahwa akan ada seorang Nabi dan Rasul terakhir yang akan membawa
teguh ajaran Nabi Ibrahim a.s. di Jazirah Arab yang akan melakukan hijrah
antara dua tanah yang berbatu hitam, di antaranya ada pohon-pohon kurma (kota
Madinah). Dengan beberapa ciri yaitu: 1) dia memakan hadiah dan tidak memakan
sedekah; 2) di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian.
Salman pun
bergegas. Dalam perjalanan ia bertemu dengan rombongan dari Kalb, Salman
bertanya, “Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan
kambing-kambingku?” Mereka menjawab, “Ya.” Lalu ia memberikan ternaknya kepada mereka.
Miris, ketika sampai di Wadil Qura justru orang Kalb menjual Salman sebagai seorang
budak ke Yahudi.
Baca juga:
KISAH MUSA DALAM SURAT AL KAHFI - PERJUANGAN DAN ADAB MENCARI ILMU | YDSF
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI MAROKO | YDSF
Lalu, keponakan
si Yahudi dari Madinah dari Bani Quraidzah datang menemuinya. Saat melihat
Salman, dirinya tertarik untuk menjadikannya budak. Lantas si keponakan Yahudi
membeli Salman.
Ketika sedang
bekerja di pohon kurma milik majikannya yang baru, Salman mendengar bahwa
keponakan dari majikannya menyampaikan tentang adanya Nabi dan Rasul terakhir
yang akan segera tiba di Madinah. Saking gembiranya, Salman terburu-buru untuk
turun dan masuk dalam percakapan. Hal ini membuat majikannya marah dan memukulnya.
Mencari Kebenaran Tanda Kenabian
Rasulullah saw.
Sore harinya,
Salman mengambil beberapa bekal dengan niat menemui Rasulullah saw. di Quba. Ia
memberikan kepada Rasulullah dengan akad sedekah. Lalu, Rasulullah saw. memberikannya
kepada para sahabat untuk dimakan dan beliau tidak ikut menikmatinya sedikit
pun. Salman berkata, “Inilah satu tanda kenabiannya.”
Kemudian, suatu
hari saat Rasulullah telah berada di Madinah, Salman kembali membawa beberapa
bekal dan menemui beliau. Kali ini, Salman memberikan akad untuk hadiah.
Rasulullah saw. mengajak para sahabat untuk memakannya dan beliau juga turut
menikmatinya. Salman berkata, “Inilah tanda kedua kenabiannya.”
Berikutnya, saat
menemui Rasulullah saw. di Baqi’ Al-Gharqad yang sedang mengantarkan jenazah
salah seorang sahabat. Salman terus memperhatikan punggung beliau dan membuat
Rasulullah menyadarinya. Lantas, Rasul melepas kain selendang dari punggungnya
hingga Salman dapat melihat tanda khatam nubuwwah. Salman telungkup
sembari menangis penuh kebahagiaan.
Rasulullah lantas
menyuruh Salman untuk mendekat. Dan memberinya kesempatan menceritakan
kehidupannya selama ini mencari kebenaran ajaran agama. Para sahabat takjub.
Hingga suatu hari, Rasulullah meminta Salman untuk menanyakan syarat apa agar
ia bisa merdeka. Salman menyebutkan, “Tebusanku sebesar 300 pohon kurma yang
aku tanam dan 40 uqiyah.”
Kemudian,
Rasulullah bersabda, “Berilah bantuan kepada saudara kalian ini.” Para sahabat
langsung kompak membantu Salman. Ada yang memberi 10 pohon, 30 pohon, dan
terkumpul hingga 300 pohon. Untuk 40 uqiyahnya, Rasulullah memberi Salman emas
sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang.
Loyalis Islam
Setelah merdeka
dan memeluk Islam, Salman selalu mengupayakan agar dirinya tidak pernah absen
dalam mendampingi Rasulullah. Dirinya juga merupakan salah satu sahabat yang
meriwayatkan banyak hadits. Dalam sebuah literatur, disebutkan bahwa ada 60
hadits darinya. Bahkan, strategi parit di perang Khandaq juga merupakan ide
darinya.
Pada masa pemerintahan
Umar bin Khattab, Salman diangkat menjadi Gubernur Kota Kuffah. Namun, ini tak
membuatnya tinggi hati. Justru Salman tetap mempertahankan karakter zuhudnya.
Salman Al Farisi
meninggal saat masa pemerintahan Utsman bin Affan di usianya ke-88 tahun. Ada
pendapat yang mengungkapkan, ia meninggal setelah beberapa bulan pemerintahan Utsman
berakhir. Sedangkan tempat pemakamannya juga disebutkan ada di dua tempat yaitu
mada’in (Iraq) dan di atas gunung Zaitun, Yordania. Wallahua’lam.
Mudahnya Berbagi Kebaikan
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF