Ada berbagai
macam cara yang dapat dilakukan untuk bisa menabung. Salah satunya, dengan
mengikuti arisan. Dalam praktiknya, arisan dijalankan dengan peraturan
tertentu. Seperti arisan yang bekloter dengan adanya biaya admin bahkan denda
keterlambatan pembayaran iuraannya. Bila demikian, apakah arisan masih bisa
dibilang sebagai alternatif menabung? Bagaimana dalam pandangan Islam tentang
arisan berkloter yang memiliki biaya admin dan denda?
Dalam beberapa
literasi disebutkan bahwa arisan merupakan suatu budaya yang ternyata sudah ada
sejak budaya Arab kuno. Tepatnya sejak abad kesembilan. Mereka menyebutnya
dengan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni.
Para ulama
menjabarkan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafin dengan bersepakatnya
sejumlah orang yang melakukan pembayaran sejumlah nominal yang disepakati.
Lalu, uang yang telah dikumpulkan itu disimpan dalam periode tertentu hingga
waktu pembagiannya tiba. Hasil yang dibagikan juga harus sama antara satu
dengan lainnya.
Pola yang serupa
juga berjalan dalam kegiatan arisan. Yang menjadi daya tarik tersendiri,
khususnya yang sering berlaku di Indonesia, arisan tidak melulu kembali dalam
bentuk uang. Ditemukan pada praktiknya di masyarakat, ada arisan yang awalnya
mengumpulkan dalam bentuk uang lalu saat kembali bisa berupa panci, perabot
rumah tangga lain, bahkan motor.
Kemudahan
pengumpulan uang inilah yang membuat arisan selalu banyak peminat. Utamanya
para kaum wanita. Merasa khawatir tidak bisa menabung sesuai target karena
takut uangnya akan terpakai untuk kebutuhan lain, arisan menjadi salah satu
solusinya.
Sayangnya, terdapat
arisan dengan aturan yang lebih rumit. Ingin pesertanya tertib, sehingga harus
ada admin bahkan denda bila terjadi keterlambatan. Mungkin, bila aturan semacam
ini dibicarakan sejak awal, maka keterbukaan dan transparansi keuangan dalam
arisan tidak menjadi prasangka bagi para pesertanya. Namun, bila sejak awal
tidak diberi tahu, mendadak ada maka hal yang seperti inilah yang hendaknya
dihindari. Karena bisa jadi justru kegiatan arisan yang dilakukan menimbulkan
kerugian untuk sebagian pihak.
Pandangan Islam Tentang Arisan
Sebenarnya terdapat dua pandangan tentang boleh tidaknya mengadakan arisan dalam Islam. Pertama, yang mengharamkan karena mengandung hutang bersyarat (saling memberi dan diberi hutang sesama peserta) yang membawa keuntungan, bahkan bila ada unsur riba. Kedua, pendapat yang memperbolehkannya, karena dalam arisan terdapat unsur saling menolong, namun tetap harus dilandasi ridha sesama, tidak ada riba, dan tidak ada yang terdzalimi.
Baca juga: Bolehkah Sedekah dari Harta Haram? | YDSF
Terkait apabila
dalam arisan berkloter memiliki ketentuan biaya admin dan denda bagi pesertanya,
maka perlu dikaji ulang. Setiap arisan berkloter tentu ada aturan mainnya.
Aturan tersebut harus disepakati bersama baik dari yang mengadakan dan peserta
arisan. Jika anggota arisan sepakat adanya penarikan untuk admin, didasari ia
yang mengelola dana anggota, maka ia layak mendapat profitnya. Tentu, hal itu
tidak disalahkan.
Atau adanya
kesepakatan denda bagi yang telat membayarnya agar mendidik semua peserta
disiplin dalam membayar arisan tersebut. Itu semua kembali pada kesepakatan
bersama, sedemikian pula sanksi jika mengundurkan diri. Namun, bila kesepakatan
tersebut diputuskan secara sepihak, dan menimbulkan unsur kedzaliman bagi
peserta lain, maka hal ini tidak diperbolehkan.
Alangkah baiknya
bila memang ingin mengadakan arisan maka perlu diperhatikan beberapa hal agar
tidak melanggar apa yang dilarang oleh syariat. Seperti:
1.
Niatkanlah
arisan untuk hal yang baik serta menjalin silaturahmi.
2.
Arisan
berjalan minimal satu putaran atau hingga setiap peserta dapat dana arisan
tersebut. Tanpa ada yang merasa dirugikan.
3.
Arisan
memiliki unsur kerja sama, saling tolong menolong dalam kebaikan, dan ada unsur
mashlahatnya. Sebab, terkadang arisan menjadi salah satu cara menutupi
kebutuhan orang lain. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah
ayat: 2, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“
4.
Setiap
peserta arisan mendapatkan dana arisan yang sama besarnya, tanpa ada
pengurangan atau penambahan. Pun saat membayar arisan, tidak ada yang terbebani
dengan setoran yang lebih besar atau merasa diuntungkan.
Selain itu, saat
waktu penarikan arisan biasanya akan ada semacam kumpul bersama, jangan sampai dalam
acara tersebut terdapat unsur-unsur yang melanggar syariat atau menyakiti
sesama. Misalnya, saat kumpul justru menjadi ajang pamer atau ghibah. (berbagai
sumber)
Qurbanmu Bisa Jauh, Tapi Kamu Ga Perlu Pergi Jauh
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF