Ka’ab bin Malik,
salah seorang mukmin yang selalu ikut dalam peperangan bersama Rasulullah saw.
tetapi justru terlewatkan saat Perang Tabuk. Meski begitu, Ka’ab tidak takut
untuk jujur kepada Rasulullah saw. apa alasan yang membuat ia tidak dapat
mengikuti perang tersebut bersama kaum muslimin lainnya. Meski sempat mengalami
masa sulit, tetapi kejujuran Ka’ab bin Malik ini membuahkan hikmah yang baik.
Jujur malah
membuat hancur. Mungkin kalimat tersebut sering beredar dan dijadikan alasan
bagi sebagian orang untuk menahan diri agar tidak terlalu jujur. Padahal,
dengan jujur justru membuat kita akan menjadi semakin mujur. Dipenuhi
keberkahan hingga mendapatkan banyak ganjaran baik.
Sebagaimana Allah
Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah
dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70).
Kejujuran Ka’ab bin Malik Tak
Ikut Perang Tabuk
Rasulullah saw.
berangkat dalam peperangan Tabuk pada kondisi cuaca yang panas dengan menempuh
jarak jauh yang sulit. Rasulullah saw. telah menjelaskan apa saja yang perlu
dilakukan dan dihadapi saat Perang Tabuk. Saat itu, banyak kaum muslimin yang
ikut dalam rombongan.
Saat mengetahui kaum
muslimin mulai menyiapkan diri, perbekalan, dan kendaraan, Ka’ab bin Malik
justru merasa ringan. Dalam hatinya, ia berkata, “Saya mampu mempersiapkannya
jika saya menginginkannya.” Alhasil, justru tertunda-tunda. Hingga akhirnya ia tidak
ikut dalam Perang Tabuk.
Sempat terbesit
keinginan untuk menyusul rombongan Rasulullah saw. dan kaum muslim, tetapi nyali
itu ciut. Dan justru dilanda ketakutan saat mendengar Perang Tabuk telah usai
dan Rasulullah dalam perjalanan pulang. Ia takut Rasulullah akan mencarinya.
Benar. Seperti
biasa, seusai pulang dari perang Rasulullah saw. akan menuju ke masjid. Beliau
menunaikan shalat dua rakaat lalu duduk bersama orang-orang. Tanpa bertanya
detail, orang-orang yang tidak ikut dalam Perang Tabuk justru duduk mendekati
beliau sembari melontarkan berbagai alasan.
Mereka adalah
orang-orang munafik yang berdalih agar mendapatkan belas kasih dari Rasulullah.
Beliau lantas menerima alasan mereka, bai’at mereka, dan memohonkan ampunan
bagi mereka. Bagi Rasulullah, cukuplah menilai dari yang nampak (apa yang
mereka utarakan), sedangkan urusan batin biarlah kita serahkan kepada Allah
Swt.
Giliran Ka’ab
yang berhadapan dengan Rasulullah saw. Seraya memohon ridha Rasulullah, Ka’ab
pun memberikan jawaban yang jujur atas absennya ia dalam Perang Tabuk, “Demi
Allah, aku tidak mempunyai udzur. Demi Allah, diriku benar-benar dalam kondisi
kuat dan lebih mudah ketika aku tidak mengikutimu (ke perang).” (Mutaffaq ‘alaih).
Baca juga:
Kekeringan Zaman Nabi Yusuf, Kemarau Hingga 7 Tahun | YDSF
KISAH QARUN DALAM AL-QUR’AN, ORANG KAYA BINASA TAK MAU ZAKAT | YDSF
Berbeda dengan
respon Rasulullah kepada para munafik, kepada Ka’ab justru Rasulullah saw.
bersabda, “Adapun orang ini telah berkata jujur. Berdirilah! Tunggulah
keputusan Allah terhadap dirimu.” Kejujuran Ka’ab ini pun diikuti oleh dua
orang lainnya, yakni Murarah bin Rabi’ah Al-‘Amri dan Hilal bin Umayyah
Al-Waqifi.
Lantas, apa
berikutnya yang terjadi? Rasulullah saw. melarang kaum muslimin berbicara dengannya.
Bahkan keluar pula perintah untuk menghindari istrinya. Kejadian ini
berlangsung selama 50 hari. Bagi Ka’ab, kehidupan dan bumi terasa sempit.
Namun, ia tetap ikhlas menjalani hukuman tersebut dengan ikhlas dan mengharap
pengampunan dari Allah Swt. Ini adalah bentuk taubat yang ia jalani.
Tibalah seorang
yang berteriak di atas Gunung Sala’, “Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!” Ia
langsung nenemui Rasulullah saw., dan disambut orang berbondong-bondong kamu
muslim sembari mengucapkan selamat atas diterimanya taubat Ka’ab dan dua orang
lainnya itu. Rasulullah dengan berbinar gembira menemui Ka’ab.
Kisah Ka’ab ini membuat
Allah Swt. menurunkan firman surah At-Taubah ayat 117-119. Sebagai salah satu
contoh bentuk kasih Allah terhadap mereka yang selalu bersabar dalam kesulitan
dan memegang ajaran Islam dengan teguh.
Ka’ab pun
berkata, “Demi Allah, belum pernah Allah memberikan nikmat sesudah Allah
memberi aku petunjuk memeluk Islam, yang paling besar pada diri saya daripada
kejujuranku kepada Rasulullah saw.”
Hikmah Kejujuran
Melalui kisah Ka’ab
bin Malik tersebut, dapat kita ketahui bahwa memang seseorang yang jujur itu
tidak langsung mendapatkan buah manis. Ada proses panjang yang perlu dilalui.
Namun, bila kita menjalaninya dengan ikhlas dan benar-benar mengaharap ridha
serta ampunan Allah Swt., akan ada ganjaran terbaik yang telah disiapkan. Insyaa
Allah.
Ekspedisi Qurban 2023 YDSF
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF