Hikmah Kejujuran dari Ka’ab bin Malik | YDSF

Hikmah Kejujuran dari Ka’ab bin Malik | YDSF

6 Juni 2023

Ka’ab bin Malik, salah seorang mukmin yang selalu ikut dalam peperangan bersama Rasulullah saw. tetapi justru terlewatkan saat Perang Tabuk. Meski begitu, Ka’ab tidak takut untuk jujur kepada Rasulullah saw. apa alasan yang membuat ia tidak dapat mengikuti perang tersebut bersama kaum muslimin lainnya. Meski sempat mengalami masa sulit, tetapi kejujuran Ka’ab bin Malik ini membuahkan hikmah yang baik.

Jujur malah membuat hancur. Mungkin kalimat tersebut sering beredar dan dijadikan alasan bagi sebagian orang untuk menahan diri agar tidak terlalu jujur. Padahal, dengan jujur justru membuat kita akan menjadi semakin mujur. Dipenuhi keberkahan hingga mendapatkan banyak ganjaran baik.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70).

Kejujuran Ka’ab bin Malik Tak Ikut Perang Tabuk

Rasulullah saw. berangkat dalam peperangan Tabuk pada kondisi cuaca yang panas dengan menempuh jarak jauh yang sulit. Rasulullah saw. telah menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan dan dihadapi saat Perang Tabuk. Saat itu, banyak kaum muslimin yang ikut dalam rombongan.

Saat mengetahui kaum muslimin mulai menyiapkan diri, perbekalan, dan kendaraan, Ka’ab bin Malik justru merasa ringan. Dalam hatinya, ia berkata, “Saya mampu mempersiapkannya jika saya menginginkannya.” Alhasil, justru tertunda-tunda. Hingga akhirnya ia tidak ikut dalam Perang Tabuk.

Sempat terbesit keinginan untuk menyusul rombongan Rasulullah saw. dan kaum muslim, tetapi nyali itu ciut. Dan justru dilanda ketakutan saat mendengar Perang Tabuk telah usai dan Rasulullah dalam perjalanan pulang. Ia takut Rasulullah akan mencarinya.

Benar. Seperti biasa, seusai pulang dari perang Rasulullah saw. akan menuju ke masjid. Beliau menunaikan shalat dua rakaat lalu duduk bersama orang-orang. Tanpa bertanya detail, orang-orang yang tidak ikut dalam Perang Tabuk justru duduk mendekati beliau sembari melontarkan berbagai alasan.

Mereka adalah orang-orang munafik yang berdalih agar mendapatkan belas kasih dari Rasulullah. Beliau lantas menerima alasan mereka, bai’at mereka, dan memohonkan ampunan bagi mereka. Bagi Rasulullah, cukuplah menilai dari yang nampak (apa yang mereka utarakan), sedangkan urusan batin biarlah kita serahkan kepada Allah Swt.

Giliran Ka’ab yang berhadapan dengan Rasulullah saw. Seraya memohon ridha Rasulullah, Ka’ab pun memberikan jawaban yang jujur atas absennya ia dalam Perang Tabuk, “Demi Allah, aku tidak mempunyai udzur. Demi Allah, diriku benar-benar dalam kondisi kuat dan lebih mudah ketika aku tidak mengikutimu (ke perang).” (Mutaffaq ‘alaih).

Baca juga: 
Kekeringan Zaman Nabi Yusuf, Kemarau Hingga 7 Tahun | YDSF
KISAH QARUN DALAM AL-QUR’AN, ORANG KAYA BINASA TAK MAU ZAKAT | YDSF

Berbeda dengan respon Rasulullah kepada para munafik, kepada Ka’ab justru Rasulullah saw. bersabda, “Adapun orang ini telah berkata jujur. Berdirilah! Tunggulah keputusan Allah terhadap dirimu.” Kejujuran Ka’ab ini pun diikuti oleh dua orang lainnya, yakni Murarah bin Rabi’ah Al-‘Amri dan Hilal bin Umayyah Al-Waqifi.

Lantas, apa berikutnya yang terjadi? Rasulullah saw. melarang kaum muslimin berbicara dengannya. Bahkan keluar pula perintah untuk menghindari istrinya. Kejadian ini berlangsung selama 50 hari. Bagi Ka’ab, kehidupan dan bumi terasa sempit. Namun, ia tetap ikhlas menjalani hukuman tersebut dengan ikhlas dan mengharap pengampunan dari Allah Swt. Ini adalah bentuk taubat yang ia jalani.

Tibalah seorang yang berteriak di atas Gunung Sala’, “Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!” Ia langsung nenemui Rasulullah saw., dan disambut orang berbondong-bondong kamu muslim sembari mengucapkan selamat atas diterimanya taubat Ka’ab dan dua orang lainnya itu. Rasulullah dengan berbinar gembira menemui Ka’ab.

Kisah Ka’ab ini membuat Allah Swt. menurunkan firman surah At-Taubah ayat 117-119. Sebagai salah satu contoh bentuk kasih Allah terhadap mereka yang selalu bersabar dalam kesulitan dan memegang ajaran Islam dengan teguh.

Ka’ab pun berkata, “Demi Allah, belum pernah Allah memberikan nikmat sesudah Allah memberi aku petunjuk memeluk Islam, yang paling besar pada diri saya daripada kejujuranku kepada Rasulullah saw.”

Hikmah Kejujuran

Melalui kisah Ka’ab bin Malik tersebut, dapat kita ketahui bahwa memang seseorang yang jujur itu tidak langsung mendapatkan buah manis. Ada proses panjang yang perlu dilalui. Namun, bila kita menjalaninya dengan ikhlas dan benar-benar mengaharap ridha serta ampunan Allah Swt., akan ada ganjaran terbaik yang telah disiapkan. Insyaa Allah.

 

Ekspedisi Qurban 2023 YDSF 



Artikel Terkait:

PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF

 

Riyadhus Shalihin Bab Taubat (BAGIAN 2), Kisah Ka'ab bin Malik | Ustadz Isa Saleh Kuddeh


Tags: kisah ka'ab bin malik, kejujuran ka'ab bin malik, hikmah kejujuran, ydsf

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: