Inilah kisah para
penerima manfaat hewan qurban YDSF yang ada di beberapa desa pelosok Jawa
Timur.
Meskipun qurban
ditunaikan di kota, ternyata manfaatnya bisa dirasakan hingga pelosok desa.
Bahkan, beberapa di antara daerah titik penyaluran YDSF itu tidak merasakan
nikmatnya daging hewan qurban bertahun-tahun lamanya karena ketidakmampuan
ekonomi warga serta terpencilnya daerah.
Seperti yang
dirasakan oleh warga Desa Sumberbendo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun.
Seperti yang pernah diceritakan dai YDSF, Ustadz Munib Muhaimin yang mengabdi
sebagai pendakwah di desa itu. Selain karena memang daerahnya sangat terpencil
dan berada di tengah hutan, kondisi masyarakatnya secara ekonomi juga sangat
kekurangan.
Bertahun-tahun warga desa tersebut tidak pernah merasakan
nikmatnya daging hewan qurban. Perayaan Iduladha setiap tahun, hanya dilakukan
dengan menggelar shalat Ied tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Bagi warga,
bisa menikmati nikmatnya makan daging bagai mimpi.
Hingga suatu saat, ketika Ustadz Munib Muhaimin belum lama
bertugas sebagai dai di desa itu, mengajukan surat ke YDSF untuk sekiranya
menjadi titik penyaluran hewan qurban. Mimpi terbesarnya saat itu adalah
mendapat kambing, agar menambah semarak dakwah yang dilakukan. Apalagi selama
itu tidak pernah ada hewan qurban yang disembelih seusai melaksanakan shalat
Ied.
Gayung pun bersambut, YDSF mengamini permohonan itu dan
mengirimkan hewan qurban seekor sapi jantan tanpa memberi kabar sebelumnya.
Tentu, warga Desa Sumberbendo gembira menyambutnya. Terluaplah rasa syukur
mereka menerima berkah mengejutkan itu.
Namun, saking kagetnya melihat seekor sapi dikirim ke
desanya, Ustadz Munib Muhaimin pingsan. Tangis harupun pecah. Betapa tidak,
tadinya dia hanya berharap mendapat seekor kambing.
Kisah haru lainnya dirasakan warga pelosok di Kecamatan
Sendang, Tulungagung. Suatu ketika mereka mendapatkan beberapa ekor kambing
dari mudhahi YDSF. Karena warga penerima lebih banyak, jika dibagikan berupa
daging mentah tidak mencukupi. Solusinya, dimasaklah daging hewan qurban.
Setelah matang, semua warga desa diundang untuk hadir dan makan bersama.
Daging Terakhir
Begitulah adanya. Kisah-kisah haru itu menunjukkan betapa
hewan qurban yang ditunaikan melalui lembaga sosial seperti YDSF sangatlah
bermanfaat dan ditunggu-tunggu masyarakat desa pelosok. Apalagi titik
penyalurannya tepat sasaran.
Tahun lalu, menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha 1442 H
tahun 2021, Tim distribusi Ekspedisi Qurban YDSF melakukan survei di beberapa
wilayah terpencil sebagai titik distribusi baru hewan qurban. Hasilnya,
mendapati belasan daerah di wilayah Situbondo dan Bondowoso tidak pernah ada
penyembelihan hewan qurban.
Daerah yang dimaksud di antaranya adalah Dusun Bendusah,
Desa Jatisari Kecamatan Arjasa, Situbondo. Warga di dusun yang sering dilanda
kekeringan ini mengaku lebih dari 10 tahun tidak pernah merasakan daging
qurban. Bahkan mereka lupa kapan terakhir makan daging.
"Tak tahu saya, kapan terakhir makan daging. Di sini
sudah lama tak ada orang nyembelih hewan qurban saat hari raya," kata
Ruhani (72) dengan logat Madura, warga RT 01 Dusun Bendusah, saat itu.
Kondisi lebih
miris dirasakan warga Desa Solor, Kecamatan Cerme, Bondowoso. 11 Dusun di
daerah terpencil itu malahan sudah lebih dari 20 tahun tidak ada penyembelihan
hewan qurban. Pun kiriman daging qurban dari daerah lain.
"Saya lupa
kapan ada penyembelihan. Kami bisa makan daging kalau ada tetangga yang
aqiqahan," kata Waginah (37), warga Dusun Tolabeng. Saat itu, selain
di Jatim, tim distribusi Ekspedisi Qurban YDSF juga menemukan beberapa daerah
yang sama di Kulonprogo, DI Yogyakarta.
Hasil Memulung
Masih ingatkah dengan kisah Nenek Sahnun? Nenek 60 tahun ini pemulung yang tinggal di tengah
Kota Mataram, NTB. Dari jerih payahnya mengumpulkan barang bekas selama
beberapa tahun, Sahnun akhirnya bisa membeli sapi qurban.
Nenek Sahnun
bukanlah orang berada. Dia tinggal sebatang kara di Mataram dan menumpang tidur
di sebuah kios di samping barat Mal Mataram. Sebelumnya, Sahnun tinggal di
kuburan umat Hindu. Merasa kasihan, seorang warga kemudian memberikan tumpangan
tempat tidur kepadanya di kios.
Setiap hari, nenek memikul karung berisi botol plastik
dengan tubuh kecilnya. Langkahnya sangat cepat ketika menyusuri jalanan Kota
Mataram. Biasanya berangkat memulung mulai Subuh hingga malam hari dengan jeda
waktu istirahat pada siang hari. Setiap hari biasanya mampu mengumpulkan
botol plastik sekitar dua karung. Setiap sepekan sekali seorang pengepul datang
mengambil dengan harga Rp 10 ribu - Rp 20 ribu perkarung.
Sahnun mengatakan, sudah sekitar lima tahun mengumpulkan
uang untuk diniatkan membeli hewan qurban. Mengapa ingin berqurban? Sahnun
hanya melempar senyuman kecil dengan anggukan, menandakan bahwa niat untuk
berkurban tidak ingin diketahui banyak orang.
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Juni 2022
Ekspedisi Qurban YDSF
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF