“Maka, ingatlah
kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah
kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Dalam ayat
tersebut, Allah memerintahkan untuk selalu mengingat, bersyukur, dan tidak
ingkar kepada-Nya.
Syukur mempunyai
makna rasa terima kasih kepada Allah, atas segala karunia yang diberikan kepada
kita. Pengejawantahan rasa syukur, bisa dengan mempergunakan karunia dari Allah
untuk meningkatkan kepatuhan dan taqwa kepada Allah. Tentunya, hal ini juga
dapat diartikan dengan menghindarkan diri dari kemaksiatan dan segala yang
dilarang-Nya.
Pembina YDSF,
Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA mengingatkan bahwa kita harus selalu
bersyukur. Pertama, bersyukur karena Allah memberikan karunia berupa kemampuan
untuk bersyukur. Mempunyai kemampuan dan niat untuk bersyukur itu sendiri,
merupakan sesuatu yang harus disyukuri.
“Bersyukur karena
kita bisa bersyukur. Jadi, bisa bersyukur saja itu harus disyukuri, karena
tidak semua orang bisa bersyukur,” kata Pak Nuh.
Firman Allah dalam
Surat As-Saba ayat 13:
“… Bekerjalah hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.”
Yang kedua, tentu
kita bisa bersyukur karena Allah masih mempertautkan hati kita dengan hal-hal
kebaikan. Mencondongkan hati kita dengan hal-hal kebaikan. Tidak semua orang
hatinya bisa condong kepada kebaikan.
Ada salah satu
doa yang sering kita sampaikan:
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، وَلَا تَجْعَلْهُ مُلْتَبِسًا
عَلَيْنَا فَنَضِلَّ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Allah,
tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk
mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah
kami untuk menjauhinya. Janganlah Engkau menjadikannya samar di hadapan kami
sehingga kami tersesat. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertakwa.”
Condong
Dari sini Prof.
Nuh mengingatkan, Ya Muqallibal Qulub atau Zat yang Maha Membolak-balikkan
Hati. Itu harus senantiasa kita mohonkan. Karena hati itu bisa ke kiri ke
kanan, mbolak-mbalik dan seterusnya. Maka itu ‘tsabbit qolbi’ kita memohon
kepada Allah supaya hati kita tetap diteguhkan, dicondongkan pada kebaikan.
“Dan kita
bersyukur yang ketiga, panjenengan masih bisa bersama-sama dengan YDSF yang
sudah 36 tahun berkiprah. Sudah cukup lama,” ucapnya.
Para donatur
merasa bersyukur lantaran hatinya dipertautkan dengan YDSF. Dan alhamdulillah
dari YDSF itulah, lanjut Pak Nuh, tumbuh berkembang yayasan-yayasan dana sosial
yang lain, yang dulu belajar di YDSF.
“Alhamdulillah
kita ikut senang. Orang tua yang baik adalah orang tua yang bisa melahirkan anak-anaknya
yang jauh lebih baik dari orangtuanya,” katanya.
Pak Nuh yang juga
Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) ini lebih jauh mengatakan, kita bersyukur
bila hasil penghimpunan dana besar. YDSF harus hidup, hidup, dan tumbuh semakin
besar. “Dan itu ada di tangan panjenengan semua,” katanya.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia era 2009–2014 ini menunjuk sebuah
hadits dari Tirmidzi, “Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan
surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka.”
Sebaliknya, al
bakhil, yang pelit harta itu ba’idun minallah, ba’idun minal jannah, ba’idun
minal nas, tapi dia qoribun minan nar. Orang pelit itu jauh dari Allah, jauh
dari surga, jauh dari manusia, tetapi dia dekat dengan neraka.
Wal jahil, dan
orang orang bodoh tapi dia سخي, ia dermawan ahabbu ilallah azza wa jalla, ia
lebih dicintai Allah Azza wa Jalla, daripada al alim atau orang berilmu tapi
bakhil.
“Saya yakin orang
yang loman itu, orang yang dermawan, pasti dekat dengan manusia. “Itu pasti!”
katanya.
Membayarkan Hak
Mengapa kita
harus berderma? Mengapa harus rela melepaskan sebagian harta kita ke orang
lain? Menurut Prof. Nuh ada alasan rasional dan ada yang berdasar keyakinan.
Alasan rasionalnya ada beberapa orang yang punya kontribusi positif dalam aktivitas
yang kita lakukan. Beberapa orang tersebut ada yang telah mendapatkah
hak-haknya. Sebagian yang lainnya belum.
“Itu berjuta
orang yang punya kontribusi mengantarkan kesuksesan panjenengan yang sifatnya
indirect atau tidak langsung. Ada yang hak-haknya belum pernah kita berikan,”
paparnya.
Yang sudah kita
berikan (biasanya) yang direct, yang langsung. Padahal masih ada rentetan yang
tidak langsung. Maka donasi, zakat, infaq, sedekah, maupun wakaf yang
ditunaikan dalam rangka membayar hak-hak publik.
Ibaratnya mereka
itu punya saham terhadap kesuksesan yang kita raih. Ibarat perusahaan kalau
seseorang pemegang saham dan panjenengan untung, maka kewajiban perusahaan itu
adalah membagikan deviden atau keuntungan perusahaan kepada para pemegang
saham.
Alasan
rasionalnya mengapa kita harus mengeluarkan sebagian dari harta kita adalah
membayar pemegang saham berupa deviden. Mereka punya peran menghantarkan
kesuksesan kita.
“Media yang kita
kembangkan, YDSF ini mengajak kita semua untuk dekat dengan Allah, dekat dengan
surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka,” tegasnya.
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Mei 2023
Qurbanmu Bisa Jauh, Tapi Kamu Ga Perlu Pergi Jauh
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF