Jumat malam, 10 Juli 2020, hanya beberapa saat setelah para civitas akademika ITS dan IKA-ITS menyelesaikan doa bersama untuk kesembuhan Bapak Prof. Mahmud Zaki bin Abdoellah Djojoastro, Rektor ITS Periode 1973 – 1982, beliau dipanggil pulang menghadap Sang Pencipta. Innalillaahi wa innaailaihi raaji’uun, Allahummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jualah kami kembali. Ya Allah, ampunilah beliau, berilah beliau rahmat, berilah beliau kesejahteraan, maafkanlah kesalahan beliau).
Kepergian beliau, merupakan sebuah kehilangan sangat besar, bukan hanya untuk keluarga beliau, tetapi juga seluruh seluruh warga ITS yang selama ini menjadikan beliau sebagai panutan dan teladan. Sebagai seorang pemimpin maupun sosok pendidik tangguh yang tidak ada duanya. Karena ketokohan dan ketauladanan yang kuat ini, saya berkeyakinan insya Allah beliau husnul khotimah.
Saya merasa beruntung dan sangat bersyukur pada saat saya menjadi Rektor ITS periode 2015 – 2019, ITS pernah menganugerahkan Penghargaan “Dr. Angka Nitisastro” kepada beliau. Penghargaan tertinggi ITS bagi para dosennya yang dipandang mempunyai karya dan prestasi luar biasa pada pengembangan ITS. Keberadaan Kampus ITS Sukolilo yang membuat ITS terkonsentrasi pada lokasi yang terintegrasi saat ini tidak lepas dari peran dan tangan dingin beliau.
Ada beberapa hal menonjol yang saya catat dari beliau. Ini dapat menjadi pembelajaran bagi generasi ITS berikutnya.
Beliau adalah tokoh berintegritas dengan nilai kejujuran yang sangat tinggi. Setiap menerima amanah, beliau sangat total dalam menjalankannya dan tanpa kompromi terhadap hal-hal yang menyimpang dari peraturan. Beliau selalu lurus dan tanpa ada kepentingan apapun kecuali menjalankan amanah itu dengan maksimal.
Mungkin ini yang dalam bahasa spiritual dikenal sebagai 4 sifat yang melekat pada ruh suci sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW, yaitu Shiddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan), Fathonah (cerdas).
Beliau adalah tokoh dengan spiritualitas yang nyaris sempurna. Mengapa demikian? Karena walaupun beliau sangat qona’ah (selalu menunjukkan rasa bersyukur) dan tawadhu (rendah hati) dalam menjalankan agama Islam yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga dan kantor, namun beliau tidak pernah memaksakan apa yang diyakini benar pada orang lain, bahkan terhadap bawahan atau stafnya sekalipun.
Beliau sangat memahami kesantunan yang diajarkan Rasul, yaitu bahwa tugasnya adalah hanya menyampaikan kebenaran dan kebaikan, selanjutnya terserah kepada yang bersangkutan. Sebab hanya Allah yang akan menentukan apakah kemudian seseorang akan condong kepada kebaikan sehingga kemudian mengikuti kebaikan itu ataukah tidak.
Karena itu selama saya berinteraksi dengan beliau, tidak pernah sekalipun beliau men”judge” (menghakimi) seseorang itu baik atau tidak. Beliau selalu tersenyum dan tidak berkomentar apapun terhadap hal yang menjurus pada penggiringan opini. Sebab beliau paham betul kalau itu wilayah ketuhanan, yang hanya Allah berhak menilainya, bukan kita yang hanya sesama makhlukNYA.
Tingkat kedisiplinan beliau yang tinggi dalam mengatur kebugaran tubuh maupun memakan jenis makanan yang dikonsumsinya, membuat beliau panjang usia sampai mencapai 85 tahun dalam keadaan sehat walafiat. Hampir setiap hari beliau rutin berjalan kaki mengeliling stadium ITS dan stadium KONI sehingga kelihatan selalu fit, tetap semangat dalam mengajar dan menguji di kampus.
Beliau sangat banyak depositonya. Bukan deposito bank, tetapi deposito akhiratnya. Tabungannya itu diperoleh selain karena sikap hidup lurus, juga beliau adalah orang tidak mau terbebani oleh statusnya. Itu sebabnya kalau kita mengunjungi kediaman beliau, semuanya serba sederhana. Bahkan sangat sederhana untuk seorang tokoh yang dalam perjalanan hidupnya menjabat beberapa jabatan penting.
Selain menjadi Rektor ITS, beliau juga pernah menjadi Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) di Australia dan juga Inspektur Jenderal di Kemendikbud. Semua aktivitas dan harta duniawinya justru didedikasikan untuk umat, baik mahasiswa di kampus maupun aktivitas di berbagai masjid sebagai pengurus Yayasan, bahkan sekaligus pendiri. Terutama di YMMI dan YDSF.
Walaupun dari gambaran sepintas itu beliau terkesan orang serius, sebenarnya tidak juga. Beliau juga bisa bersantai sejenak. Suatu saat saya pernah menjadi host untuk acara temu kangen para dosen senior ITS yang tergabung dalam paguyuban pecinta keroncong di rumah dinas Rektor, sekitar 3 tahun yang lalu. Beliau hadir dan juga bersedia didaulat menyanyi. Namun yang dinyanyikan bukan lagu yang biasa-biasa saja. Seingat saya lagunya salah satu lagu pembuka pada kisah “The Phantom of the Opera”. Sungguh luar biasa, sesuai dengan kelasnya, lagu kelas berat. Tentu saja para pemusik keroncong hanya ikut jadi penonton karena tidak bisa mengiringinya.
Semua sikap beliau ini menggambarkan tentang bagaimana sebuah pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya berlangsung secara paripurna. Sebuah suri tauladan yang harus menjadi cermin bagi kita semua – tertutama keluarga besar ITS – untuk tetap berusaha meningkatkan kualitas hidup kita. Dan semua itu bisa terwujud karena tokoh santun yang dilahirkan di Sumenep Madura ini mempunyai prinsip hidup teguh yang dipegangnya sampai akhir hayat, yaitu bahwa beliau “tidak mau kalau pekerjaannya di dunia melenakan dirinya sehingga membuat ia jauh dariNYA”.
Selamat jalan Prof. Zaki, semoga suatu saat insya Allah kita dapat berkumpul kembali di dalam surgaNYA. Aamiin YRA.
Kampus ITS, 11 Juli 2020
Prof. Ir. Joni Hermana M.Sc.ES., Ph.D.
Rektor ITS periode 2015 – 2019
Bayar Qurban Online:
Baca juga:
MENGENANG PROF. ZAKI, 'SAYA INGIN MELIHAT' | YDSF
10 HAL PENTING DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK | YDSF
Qurban untuk Orang Meninggal | YDSF