Curhat ‘kok di Medos | YDSF

Curhat ‘kok di Medos | YDSF

17 September 2020

Waktu Ibu bersama Putri membongkar almari buku untuk ditata ulang, tiba-tiba Putri berteriak kegirangan. Di tangan kanannya tergenggam sebuah buku tebal. Uniknya, buku itu digembok. Putri berusaha membukanya, tapi gagal. Melihat tingkah putrinya, Ibu hanya tersenyum seraya memberi isyarat agar buku itu diserahkan kepadanya.

“Kok pakai dikunci segala. Isinya pasti peta harta karun ya?!” seloroh Putri.

“Rahasia!” kata Ibu.

“Wah, jadi penasaran. Ayo buka, Mam.”

“Boleh. Tapi Ibu mesti baca dulu, janganjangan ada yang rahasia tingkat satu,” kelakar

Ibu seraya menjelaskan bahwa buku harian atau diary itu ditulisnya sejak masih SMP, berlanjut sampai Ibu rampung kuliah. “Ibu baru berhenti mencatat setelah menikah.”

“Memangnya catatan apa!?!” sergah Putri penasaran.

“Bisa apa saja. Mulai dari pengalaman manis sampai yang menyebalkan. Diary itu tempat Ibu menumpahkan perasaan, tempat curahan hati, curhat.”

“Pembacanya siapa, Mam?”

“Itu buku pribadi. Bukan konsumsi umum. Sifatnya rahasia! Isinya kan masalah kehidupan pribadi,” tukas Ibu. “Sesekali ibu suka membaca kembali apa yang Ibu tulis. Kadang Ibu suka senyum sendiri, cuma sesekali saja menangis.”

“Wah, beda dengan kita-kita ya.”

“Jangan pakai kita-kita, Ibu nggak mau ikutan.”

“Maksudku, kita justru curhat di media sosial yang bisa dibaca ribuan bahkan berjuta orang.”

“Dan setelah mendapat reaksi buruk, buruburu dihapus karena malu. Tapi masalah pribadi kita sudah telanjur mendunia.”

“Benar sekali, Mam. Menjadikan medsos sebagai wahana katarsis bisa menghadirkan reaksi yang berefek buruk. Karena medsos itu ruang publik, bukan privat seperti buku Ibu,” kata Putri.

“Ungkapan keresahan, kegembiraan, atau perasaan jatuh cinta dituangkan di diary. Semuanya tersimpan aman dari jamahan orang luar. Itu sebabnya buku itu Ibu gembok. Dan, sekarang Ibu ndak ingat di mana kuncinya,” kata Ibu seraya tertawa renyah. Putri senang melihatnya.

“Aku juga suka heran membaca ada istri yang curhat di medsos karena perlakuan suaminya. Maunya memancing simpati banyak orang. Tapi ketika respon publik tak sesuai harapan, malah mencerca, ia menyesal. Tapi rahasia rumah tangga telanjur tersebar.”

“Padahal rumah tangga itu urusan privat. Orangtua kita saja ndak perlu tahu, apalagi tetangga se jagad!” tutur Ibu.

“Medsos sudah berubah menjadi tembok ratapan.”

“Menjadi tong sampah buat membuang segala unek-unek. Kuping dan mata publik di dunia maya dipaksa mendengarkan kisah hidupnya.”

“Aku juga tak habis pikir, mengapa ya urusan pribadi dibawa ke ruang terbuka. Ada penelitian yang menyatakan, kemarahan lebih cepat disebarkan di dunia online dibanding emosi lain seperti kesedihan atau kegembiraan,” kata Putri.

“Bisa jadi juga karena kalau curhat di medsos cepat mendapat respons.”

“Kalau curhat ke sesama salah-salah ganti teman kita yang curhat. Kan zaman sekarang banyak orang bermasalah,” kelakar Putri disambut tawa Ibu.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Mei 2018

 

Baca juga:

Anjay Dilarang, Begini Adab Berbicara dalam Islam | YDSF

CARA MENCARI BERKAH (TABARRUK) ALLAH SESUAI SYARIAT ISLAM | YDSF

Waspadai Perkara Perusak Amal | YDSF

ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: