Memang, sejarah mencatat, goresan tinta ulama memiliki andil signifikan dalam meraih kemerdekaan. Bahkan, perjuangan mengusir penjajah sering kali memadukan goresan tinta ulama dan kucuran darah syuhada. Penjajahan bukan soal politik dan ekonomi, tetapi juga masalah iman. Sebab, penjajah membawa misi “gospel”, yakni menyebarkan agama mereka dan merusak keagamaan penduduk muslim. Karena itu, sepanjang sejarah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, peranan para ulama Islam sangat menonjol.
Dalam buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, (2005), Azyumardi Azra mengungkap sejumlah contoh perjuangan para ulama dalam melawan penjajah. Sebutlah contoh Syekh Yusuf al-Maqassari (1627-1629M).
Ulama terkenal ini bukan hanya mengajar dan menulis kitab-kitab keagamaan, tetapi juga memimpin pasukan melawan penjajah. Tahun 1683, setelah tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, Syekh Yusuf Maqassari memimpin sekitar 4.000 pasukan di hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Menurut satu versi, Syekh Yusuf berhasil ditangkap setelah komandan pasukan Belanda, van Happel, berhasil menyusup ke markas Syekh Yusuf, yang menyamar sebagai Muslim dengan pakaian Arab. Syekh Yusuf pun dibuang ke Srilanka dan Afrika Selatan untuk mengurangi pengaruhnya. Tapi, justru di kedua tempat itu, Syekh Yusuf berhasil mengembangkan Islam dengan mengajar dan menulis.
Usaha Belanda untuk mengkristenkan Syekh Yusuf juga gagal. Sarjana Evangelis Belanda, Samuel Zwemer, mengkritik Petrus Kalden, pendeta dari Gereja Belanda Tua Cape Town, yang gagal menjadikan Syekh Yusuf sebagai pemeluk Kristen.
Dampak dari Resolusi Jihad itu sungguh luar biasa. Puluhan ribu kiai dan santri berperang melawan tentara Sekutu, yang baru saja memenangkan Perang Dunia kedua. Lima belas ribu tentara Sekutu dengan persenjataan serba canggih tak mampu menghadapi pasukan perlawanan pasukan kiai dan santri. Bahkan, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas di tangan laskar santri. (Lihat, el-Guyanie, Resolusi Jihad Paling Syar’i, (2010).
Kini, setelah merdeka, di mana ulama ditempatkan? Saat diperlukan – kadang ulama didatangi; diminta doa, restu, atau dukungan politik, agar jabatan politik diraih; agar hujan turun; agar krisis berlalu. Tapi, di mana posisi ulama dalam menyusun konsep dan program pembangunan? Ulama pewaris Nabi; wajib jaga diri. Cinta ilahi dan perjuangkan misi Nabi. Kata Imam al-Ghazali, jika ulama rusak, cinta harta dan kehormatan, rusaklah penguasa. Akhirnya, rakyat binasa.