Ujian Allah untuk Menguatkan Kita | YDSF

Ujian Allah untuk Menguatkan Kita | YDSF

10 Agustus 2020

Manusia sering kali tidak bisa menerima realitas yang menimpanya. Ketika kematian, kecelakaan, musibah, dan bencana menimpa, manusia acapkali kali berucap: Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa semua ini menimpa saya!?

Banyak manusia memberontak menganggap Tuhan tidak adil. Bahkan yang paling ekstrem menyatakan, jika Tuhan itu ada, maka bencana itu tak akan terjadi. Dari sinilah lahir atheisme. Menganggap tak ada keadilan di dunia ini, sebab Tuhan memang tak pernah ada.

Bagi orang mukmin, bencana dan peristiwa menyedihkan merupakan ketentuan Allah Swt. Kejadian-kejadian memilukan itu tak akan terjadi kecuali atas izin Allah yang Maha Mengetahui. Karena itu, seseorang itu dianggap mukmin jika mengimani takdir.

  1. Tidak Terlalu Sedih Jika Tertimpa Musibah

Orang yang larut dalam kesedihan akan sulit beramal kebaikan. Dia terpuruk dalam kesedihannya sehingga tidak mampu berpikir jernih. Berikutnya dia akan berprasangka buruk terhadap Allah sebagai penentu takdir. Dampak buruknya seseorang bisa kena gangguan jiwa. Seseorang bisa terganggu mentalnya gara-gara tidak bisa menerima kenyataan kekasihnya berpaling ke orang lain. Dia lupa bahwa jodoh itu juga termasuk ketentuan ilahi.

Dampak paling buruk adalah manusia bisa menyalahkan Tuhan dan mengingkari keberadaan Allah. Dia mengganggap semua ini terjadi begitu saja, tidak ada kaitannya dengan kekuasaan Allah. Lalu ia tak beriman dan enggan beribadah kepada Allah Taala.

Memang, perasaan sedih manusiawi. Namun janganlah kesedihan membuat kita mengingkari Allah dan berprasangka buruk kepada-Nya. “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid 22-23).

Baca juga: Contoh Istiqomah dalam Beribadah | YDSF
  1. Agar Manusia Mampu Memaknai Sifat Sabar

Nabi Muhammad saw bersabda, “Sungguh menakjubkan semua keadaan serorang mukmin itu. Semua urusannya baik. Itu tidak berlaku kecuali hanya kepada mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika ia mendapat mudharat, ia bersabar. Itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)

Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar.” (sumber: rumaysho.com).

Nah, di antara ciri orang yang sabar itu, begini penjelasan Rasulullah saw, “Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah” (HR. Bukhari). Ciri ini disabdakan Nabi saw. ketika melintas di jalan dan melihat wanita yang menangis di sisi kuburan meratapi kematian. Lalu Nabi berkata kepadanya, “Bertakwalah pada Allah dan bersabarlah.”

Wanita itu menyahut: ”Menjauhlah dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibahku dan belum mengetahuinya.” Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu bahwa orang yang berkata tadi adalah Nabi saw.

Wanita itu lalu mendatangi rumah Nabi saw. Kemudian wanita ini berkata, ”Aku belum mengenalmu.” Lalu Nabi saw bersabda, ”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal.” Maknanya, bukti kesabaran seseorang adalah di momen awal musibah itu terjadi.

Bukan setelah sekian lama dari kejadian itu.Dan balasan orang sabar adalah pahala tak terhingga banyaknya. “Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar 10).

Baca juga: 13 Adab dalam Berdoa | YDSF
  1. Agar Manusia Kembali kepada Allah dan Hanya kepada-Nya Berdoa

Pada titik terendah dalam kehidupannya, manusia membutuhkan kekuatan di luar dirinya. Ketika tak ada manusia yang mampu membantunya, dia berhajat kepada Sang Mahakuat. Kadang kala manusia perlu mendapat cobaan agar dia mau kembali kepada Allah yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.

Ada kalimat bijak dalam Bahasa Arab yang artinya, “Yakinilah tiga hal: tak ada satupun yang lebih sayang kepadamu melebihi Rabb-mu (Allah), tak ada satupun yang mengetahui kegalauanmu melebihi Rabb-mu (Allah), dan tak ada yang mampu mengangkat bebanmu melebihi Rob-mu (Allah).”

  1. Diganti Kesedihan dengan Surga dan Rahmat-Nya

Dunia ini bukanlah tempatnya pembalasan. Dunia ini adalah negeri ujian. Semua ini hanya sebentar. Semua nantinya akan diberi ganti oleh Allah di akhirat. “Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’la 17).

Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim).

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Oktober 2019

 

Baca juga:

WAKTU TERBAIK TERKABULNYA DOA | YDSF

Karakteristik Para Hamba yang Dicintai Allah  | YDSF

Keutamaan Membaca Ayat Kursi Dan Anjuran Sedekah | YDSF

TANDA-TANDA ALLAH MEMBERI HIDAYAH | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: