Yang dimaksudkan dengan menyembelih adalah memotong bagian leher hewan untuk memutus saluran nafas, jalan makanan dan jalan darah. Hikmah dari penyembelihan ini antara lain agar diperoleh daging yang halal dan sehat karena terpisahnya darah dari daging dan sucinya daging sehingga terhindar dari bahaya. Di samping hal tersebut juga dalam rangka kemudahan cepat, tidak menyiksa.
Caranya, pertama hewan yang disembelih hewan halal dagingnya untuk dikonsumsi (ma’kul al lahm). Kedua, penyembelih adalah seorang muslim berakal sehat (tamyis). Orang gila, orang yang mabuk atau anak yang belum bisa membedakan baik buruk (belum tamyis) sembelihannya tidak sah. Demikian juga tidak sah sembelihan orang kafir didasarkan atas firman Allah Surat Al Ma’idah ayat 3, “…(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala…”
Sedangkan sembelihan ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) ulama bersepakat atas kebolehannya didasarkan ayat, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan orang-orang yang diberi Al Kitab (yakni sembelihan mereka) itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka” (QS. Al Ma’idah: 5).
Kebolehan sembelihan ahli kitab ini menurut Ibnu Abbas karena mereka beriman kepada Taurat dan Injil (Al Fiqh al-Islami wa adillatuhu, Juz III/hal. 650). Ada perbedaan pendapat tentang persyaratan sembelihan ahli kitab. Ali bin Abi Thalib, Aisyah, dan Ibnu Umar mempersyaratkan adanya ketentuan tidak menyebut nama selain asma Allah (Fiqh al-Sunnah, Juz III/183). Ini menjadi pendapat mayoritas ulama (Al Fiqh al Islami, III/hal. 651). Penyembelihan ahli kitab yang di dalamnya disebut nama selain asma Allah misalnya dengan mengatakan dengan nama Al Masih atau dengan nama Yesus hukum sembelihannya haram.
Hal ini karena bertentangan dengan firman Allah Q.S. al-Ma’idah ayat 3, “...(Diharamkan bagimu) yang disembelih atas nama selain Allah.” Serta surat Al An’am 121, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
Baca juga: HALALKAH MAKANAN YANG MENGANDUNG RUM ATAU ESSENCE RUM? | YDSF
Berbeda dengan perdapat tersebut, Al Qurthubi mengutip pendapat Ibnu Abbas menyatakan bahwa sembelihan ahli kitab halal sekalipun disebut nama Al Masih atau Uzair (Fiqh al-Sunnah, Juz III/183). Alasannya adalah karena sesungguhnya hal tersebut termasuk sembelihan berdasarkan agama dan merupakan pengecualian dari surat Al An’am ayat 121 di atas, yakni ketentuan Allah dalam surat al-Maidah [5] ayat 5. “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” Terkait hal ini, Imam Malik hanya menetapkan makruh, bukan haram (Al Fiqh al Islami, III/hal. 651).
Sekalipun penyembelihan ahli kitab diperbolehkan oleh syariat, namun demikian dalam proses sertifikasi halal MUI telah menetapkan standar sertifikasi halal untuk penyembelihan yang tertera dalam keputusan komisi fatwa MUI No. 12 tahun 2009. Bahwa untuk sertifikasi halal syarat penyembelihnya adalah muslim, baligh, serta memahami tata cara penyembelihan.
Ketiga, alat yang digunakan menyembelih harus tajam, sehingga memungkinkan untuk mengalirkan darah dan terputusnya tenggorokan. “Alirkan darah dengan apa saja yang kau bisa lakukan dan sebutlah nama Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung” (H.R. Abu Dawud No. 2441, dan An Nasa’i 4230 serta No
4325).
Selain itu, Rasulullah saw beliau pernah ditanya, “Apakah kami boleh menyembelih dengan marwah (sejenis batu berkilat) dan dengan belahan tongkat?” Rasulullah saw. menjawab, “Percepatlah. Selama darah mengalir dan disebut nama Allah padanya, makanlah. Selama tidak dengan gigi dan kuku” (H.R. Abu Dawud No. 3438).
Baca juga: INI PENJELASAN HUKUM MAKAN KEPITING, HALALKAH? | YDSF
Demikan juga tidak sah menyembelih hanya dengan melukai bagian luar dengan alat yang tidak tajam dan membiarkan hewan mati karena kehabisan darah. “Rasulullah saw. melarang pita setan, yaitu memyembelih dengan cara memotong bagian kulit dan tidak memotong urat leher kemudian membiarkannya sampai mati” (HR. Abu Dawud No. 2443).
Beberapa kasus dijumpai penyembelihan ayam di pasar tradisional tidak memenuhi syarat karena hanya melukai kulit saja. Kebiasaan menyembelih ayam ini dilakukan sendirian penyembelih tanpa ada yang membantu memegangi. Jika tidak profesional, sering dijumpai si penyembelih ragu dan khawatir pisau melukai ibu jarinya, maka pisau tidak terlalu ditekan sehingga hanya melukai kulit leher binatang. Tidak sampai memotong urat-urat yang ada di leher. Jika demikian, penyembelihan menjadi tidak sah sehingga hukumnya haram. Inilah yang perlu menjadi perhatian.
Ainul Yaqin, S.Si. M.Si. Apt.
Sekretaris Umum MUI Prov. Jatim
dan konsultan pada LPPOM MUI Jatim
Sumber Majalah Al Falah Edisi September 2017
Baca juga:
Masalah Halal dalam RUU Cipta Kerja | YDSF
COVID – 19 PADA MANUSIA YANG TELAH MENINGGAL, APAKAH MENULAR? | YDSF
MEMBUAT SERTIFIKASI HALAL TIDAK DI LPPOM MUI | YDSF
Hukum Kartu Kredit dalam Pandangan Fiqih Islam | YDSF
MAKANAN PENINGKAT IMUNITAS (KEKEBALAN) TUBUH | YDSF