Pada dasarnya, setiap orang akan pernah menghadapi sebuah konflik. Bahkan,
dimulai sejak usia anak-anak. Berbeda dengan para dewasa, pada fase anak-anak
tentu membutuhkan pendampingan dari orang tua untuk dapat mengelola konfliknya
dengan baik.
Bagi orang tua yang memiliki dua, tiga, atau empat anak, konflik di antara
anak-anak mungkin menjadi menu harian hidupnya. Konflik tersebut dapat berupa
pertikaian verbal, fisik, atau gabungan keduanya. Banyak hal yang dapat menjadi
penyebab mereka bertikai. Seperti rebutan mainan di antara mereka, perasaan
gemas kakak terhadap adiknya yang berujung sikap usil, pilihan acara televisi
yang berbeda, dan lain-lain.
Kesalahan Mengelola Konflik Anak
Bebeerapa orang tua merasa khawatir jika konflik tersebut menjadi kebiasaan
hingga mereka dewasa. Sehingga mendorong mereka untuk segera menghentikan atau berusaha
mencegah terjadinya konflik tersebut. Mereka mempunyai pandangan bahwa konflik
adalah peristiwa yang sangat buruk dan harus dihindari.
Dengan persepsi tersebut mereka seringkali melakukan beberapa kesalahan
ketika mengelola konflik anak-anak mereka. Di antara kesalah tersebut adalah:
1.
Menyelesaikan
konflik anak dengan emosi yang tinggi. Persepsi yang kurang benar bahwa
bertikai adalah kesalahan yang besar mendorong banyak orang tua untuk
menyelesaikan pertikaian anak-anak mereka dengan amarah dan emosi yang tinggi.
Baik dengan membentak mereka atau bahkan dengan memberikan pukulan disik.
Dengan cara ini memang konflik segera dapat diredakan. Tetapi pada sisi lain
anak justru belajar dari orang tua mereka bahwa cara menyelesaikan konflik tang
cepat adalah dengan meninggikan suara atau memukul seperti yang dilakukan oleh
orang tua mereka.
2.
Orang
tua seringkali menyelesiakan konflik anak-anak mereka secara instan. Dua anak
yang bertengkar tentang acara televisi yang dipilih, orang tua seringkali
menyelesaikan dengan membelikan masing-masing anak televisi baru atau
meniadakan sama sekali televisi. Kedua sikap di atas sama sekali tidak mendidik
anak untuk menyelesaikan konflik mereka dengan baik. Anak diajari untuk
menghindar dari peneluesaian konflik.
Berangkat dari kedua kesalahan di atas, orang tua sebenarnya harus mempunya
paradigma yang baru tentang konflik bahwa saat anak bertikai adalah peluang
bagi anak untuk belajar. Belajar untuk mengendalikan amarah, belajar untuk
menerima kenyataan bahawa ia tidak bisa mendapatkan semua yang ia mau, dan
belajar untuk mengelola perasaan mereka tanpa menyakiti perasaan orang lain.
Dengan paradigma baru ini maka konflik yang sering terjadi antara anak-anak
tidak dijadikan sebagai momok yang harus segera diselesaikan dengan keras atau
bahkan dicegah munculknya.
Baca juga: Mengajarkan
Aqidah dan Keterampilan pada Anak | YDSF
Subhanallah, apa yang membuat kita semakin yakin bahwa
konflik anak adalah kesempatan bagi mereka untuk belajar mengelola emosi dan
menerima segala hal yang tidak sesuai dengan mereka. Jika orang dewasa bertikai
dengan saudaranya, maka seringkali pertikaian tersebut berlangsung dalam waktu
yang sangat lama dan efek yang sangat besar. Sebaliknya, seorang anak yang
bertikai dengan saudaranya, maka dalam waktu sekejap mereka telah meluapkan
pertikaian tersebut kemudian mereka dapat melanjutkan permainan mereka dengan
hati tanpa dendam dan prasangka.
Langkah Mengelola Konflik Anak
Beberapa sikap baik yang dapat dilakukan oleh orang tua saat menghadapi
anak yang sedang bertikai, di antaranya:
1.
Jadilah
contoh yang baik bagi anak, bagaimana mengelola konflik yang baik. Orang tua
yang mengatasi konfliknya dengan baik cenderung memberikan contoh yang kuat
kepada anak bagaimana mereka mengatasi konflik dengan saudara dan
teman-temannya.
2.
Berikap
pro aktif menjelang konflik muncul antar anak. Saat orang tua telah menangkap
bahwa permainan yang sedang dilakukan oleh anak-anak mereka dapat mendorong
konflik, maka orang tua dapat menghentikan permainan tersebut.
3.
Berilah
keyakinan bahwa anak-anak mampu menyelesaikan konfliknya secara mandiri.
Beberapa orang tua dapat meyakinkan kepada anak-anak bahwa mereka dapat
menyelesaikan pertikaian verbal mereka tanpa keterlibatan orang tua.
4.
Mengajari
anak untuk menghargai orang lain meskipun ia kurang setuju. Tidak setuju bukan
berarti harus bertikai. Setiap orang mempunyai pendapat berbeda yang perlu kita
hormati.
5.
Fokus
pada hal-hal yang positif pada anak seperti memberi pujian saat anak bermain
bersama dengan manis tanpa pertikaian.
Kita mungkin sulit menghindarkan anak dari konflik, tetapi kita harus
mengajari mereka bagaimana menyelesaikan konfliknya dengan baik.
Sumber Majalah Al Falah Edisi September 2011
Sedekah Mudah di YDSF:
Artikel Terkait:
BATAS PENGHASILAN WAJIB ZAKAT | YDSF
Akhlak Baik, Cerminan Hati Bersih | YDSF
PERBEDAAN NAZHIR DAN WAKIF DALAM WAKAF | YDSF
Amalan yang Merusak Amalan Lainnya | YDSF
BOLEHKAH UMRAH TAPI BELUM ZAKAT MAAL? | YDSF
Usia 6,5 Tahun, Anak Masih Takut di Sekolah