Menurut Goldman Sachs, keluarga milenial adalah sebuah keluarga yang pemimpin keluarganya, baik suami dan istri, lahir antara tahun 1980 hingga 2000. Berarti, usia suami dan istri dalam keluarga milenial pada kisaran 20 sampai 40 tahun saat ini.
Keluarga milenial di sini adalah orangtuanya, bukan anaknya. Jadi objek yang kita bahas adalah suami istri milenial.
Yang sangat menarik adalah, keluarga milenial sangat peduli keluarga. Ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi X dan baby boomers.
Keluarga milenial memiliki karakter berbeda dengan generasi sebelumnya. Umumnya mereka lebih peduli keluarga dibanding generasi sebelumnya. Keluarga milenial menganggap anak adalah prioritas utama, sehingga orangtua milenial sangat peduli pendidikan anak.
Keluarga milenial memilih corak interaksi suami istri yang egaliter (sejajar). Orangtua generasi sebelumnya biasa memisahkan peran ibu sebagai pengasuh anak dan ayah sebagai tulang punggung keluarga. Sedangkan mayoritas ibu milenial ikut bekerja, dan mayoritas ayah milenial menyatakan memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengasuh anak.
Ayah dan ibu milenial mau belajar dari mana saja. Mereka bisa memanfaatkan media sosial untuk menimba pengetahuan pengasuhan anak. Pilihan medsos orangtua milenial adalah instagram, pinterest, dan youtube. Keluarga milenial mengalokasikan dana untuk kepentingan amal.
Beberapa tema yang sering menjadi bahan pembicaraan keluarga milenial di antaranya; (1) Kepercayaan dan komitmen, (2) Resolusi konflik, (3) Keintiman, (4) Keuangan dan urusan domestik, (5) Kelahiran anak dan pengasuhan, (6) Rekreasi dan petualangan, (7) Perkembangan personal dan spiritual, serta (8) Tujuan masa depan.
Komunikasi Muslim Milenial
Melihat karakteristik keluarga milenial dan tema-tema penting yang sering menjadi bahan pembicaraannya. Ada enam prinsip yang perlu diperhatikan agar komunikasi dalam keluarga milenial berjalan lancar.
Baca juga: 12 Tips Menjadi Keluarga Sakinah | YDSF
- Nyaman dan Melegakan
Al-Qur’an mengarahkan pasangan suami istri saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan positif. Pada perintah “Waasyiru bil ma’ruf” dalam surat An-Nisa’ ayat 19, kata bil ma’ruf bermakna baik, patut, dan menyenangkan.
Pada dasarnya, suami istri adalah sepasang kekasih yang saling mencinta. Karena itu, komunikasi di antara mereka menjadi nyaman dan melegakan, karena bermuatan cinta. Suami istri diibaratkan sebagai pakaian. Melekat dalam tubuh, intim, tetapi melegakan.
- Lemah Lembut
Keluarga milenial dinyatakan menyukai gaya komunikasi yang egaliter. Oleh karena itu, komunkasi hendaknya dilakukan dengan penuh kelembutan. Tidak ada kekerasan, intimidasi, dan paksa-memaksa dalam berkomunikasi.
Al Quran mengarahkan kita selalu berlaku lembut dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran 159)
- Empati
Komunikasi akan nyaman dan melegakan apabila disertai empati. Empati adalah mengerti dan memahami kondisi pasangan, dengan memosisikan diri kita pada posisi pasangan. Empati tidak sekadar “aku mengerti bahwa kamu bersedih”. Ini namanya simpati. Namun empati sampai level “aku bisa merasakan kedalaman sakitnya hatimu”. Karena mampu meletakkan diri pada posisi pasangan.
- Mendengarkan dengan Antusias
Jangan berebut berbicara. Harus bergantian dalam berbicara, dan saling mendengarkan pasangan. Cara untuk mendengarkan dengan antusias adalah kita terlibat secara fisik, pikiran, dan emosional dalam berkomunikasi dengan pasangan.
Dengarkan dengan antusias, karena antusiasme Anda dalam mendengarkan pembicaraan pasangan, akan sangat melagakan dirinya. Pasangan Anda merasa dihargai, dihormati, dicintai, dan diterima.
- Mendekat, Jangan Menjauh
Komunikasi akan nyaman dan melegakan apabila selalu mendekatkan, bukan menjauhkan. Karena itu dalam berkomunikasi harus menghindari empat pemisah jarak. Ada empat perilaku interaksi yang potensial memisahkan jarak antara suami dan istri semakin jauh, yaitu: banyak mengkritik, banyak mencela, menyalahkan pasangan, dan membangun benteng.
- Bijak dalam Penggunaan Teknologi
Hindari perangkap ‘techno-cocoon’ atau kepompong teknologi. Suami istri sibuk dengan gawainya sehingga tidak sempat berkomunikasi tatap muka. Mereka bertemu tetapi tidak pernah ngobrol. Keluarga yang seperti ini akan mudah stres. Teknologi yang seharusnya mendekatkan, malah menjauhkan.
Bijaklah menggunakan teknologi. Miliki family time dan gadget time. Buat kesepakatan dengan pasangan, alokasikan waktu-waktu tertentu untuk berbincang dengan pasangan tanpa menyentuh gawai.
Sumber Majalah Al Falah Edisi Juli 2020
Baca juga:
Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF
Ummu Yulyani dan Hamas Syahid, Ibu dan Anak Inspiratif Ummat | YDSF
PERAN PENTING AYAH DI KELUARGA | YDSF
KONSULTASI ZAKAT DI YDSF