Tidak Nyambung | YDSF

2 September 2022

Seorang juragan ayam menugasi Binsar, karyawannya untuk mengantar 21 ekor ayam ke pelanggan, penjual soto yang laris. Karena karyawan baru, ia dibekali alamat penjual soto. Eh, dalam perjalanan sepedanya oleng dan roboh. Ayam pun keluar dari keranjang.

Orang-orang di sekitarnya berusaha membantu menangkap ayam yang berhamburan ke jalanan. Tapi Binsar malah bersikap tenang-tenang saja.

Ndak usah ditangkap. Nanti mereka akan kembali ke sini!”

Kok bisa?!?” tanya seseorang.

“Mereka kan tidak tahu tujuannya. Alamatnya saya yang pegang!” ujar Binsar.

Cerita Irvan itu membuat ibu dan ayah tersenyum. Putri sambil terkekeh nyeletuk: Gak nyambung!

“Fenomena gak nyambung seperti itu banyak terjadi dalam kehidupan kita. Satu di antaranya gak nyambung-nya Pendidikan sekolah dengan apa yang diajarkan di masyarakat,” tutur ibu. Tiba-tiba jadi serius.

“Apa yang dilarang guru di sekolah, tersedia melimpah di masyarakat. Guru melarang murid merokok, tapi di luar anak-anak melihat begitu banyak orang dan remaja merokok!” kata ayah.

Pendidikan karakter, faktanya makin tidak mudah diajarkan di sekolah. Pendidikan agama bahkan terbawa arus model pendidikan kuantitatif. Diberi skor. Padahal semestinya menggunakan penilaian kualitatif.

“Menurut pendapat Irvan, pada dasarnya setiap anak sudah memiliki karakter religius, jujur, toleran, disiplin, kreatif, mandiri, cinta Tanah Air, cinta damai, peduli sosial, dan sebagainya.”

“Sepakat! Menurut bahasa agama, itu fitrah anak manusia,” tutur ibu.

“Karakter itu akan berkembang baik kalau mereka melihat contoh dari guru, orangtua, dan masyarakat. Jika masyarakat memiliki nilai-nilai positif, akan terbentuk karakter individu yang baik,” kata Irvan diamini Putri yang mengangguk-angguk.

“Sayang sekali anak-anak kehilangan figur teladan. Putri pernah membaca di suatu pelatihan pengolahan sampah yang diikuti guru dan murid, hanya murid yang aktif melakukan pembuatan kompos. Guru hanya menonton.”

“Guru sebatas menyampaikan nasihat. Tidak nyambung. Padahal ketika membangun masjid, Nabi Muhammad ikut mengangkat batu bata bersama para sahabat,” kata ibu.

“Dan ketika ada acara memasak, Nabi juga ambil bagian mencari kayu bakar. Para sahabat sudah mencegah, tapi beliau menolak hanya menonton.”

Jadi, sebenarnya tidak tepat kalua umat Islam ikut-ikutan mengatakan krisis keteladanan. Sebab ada Rasulullah Muhammad yang sudah dinobatkan Allah sebagai teladan terbaik. Juga nabi-nabi lainnya.

“Kita juga pernah memiliki tokoh teladan, namanya Agus Salim,” kata Putri membuat ibu dan ayah terperangah. “Putri pikir beliau meneladani Nabi Muhammad,” sambungnya.

“Lanjut!” kata ayah.

“Mohammad Roem menggambarkan sosok Agus Salim dengan mengutip pepatah kuno Belanda Leiden is lijden. Artinya: Memimpin adalah Menderita. Pak Roem menggambarkan betapa zuhudnya Agus Salim. Hidup keluarganya kurang uang belanja, sering pindah rumah kontrakan.”

“Padahal Sarekat Islam yang dipimpinnya termasuk partai besar di zamannya,” sahut ibu.

Agus Salim adalah contoh pemimpin yang berani susah. “Jalan pemimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin sesungguhnya jalan menderita,” kata ayah.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Agustus 2022

 

Zakat di YDSF:


Artikel Terkait:

BATAS PENGHASILAN WAJIB ZAKAT | YDSF 
Definisi Rezeki Berkah dalam Islam | YDSF
PERBEDAAN NAZHIR DAN WAKIF DALAM WAKAF | YDSF
Doa Minta Rezeki Halal dan Berlimpah Sesuai Sunnah | YDSF
BOLEHKAH UMRAH TAPI BELUM ZAKAT MAAL? | YDSF
Jamak Shalat Karena Sakit | YDSF
BAYAR ZAKAT UNTUK ORANG YANG MENINGGAL | YDSF

 

Kajian YDSF | Ust. Wijayanto



Tags: cerita ydsf

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: