Menjual Tanah, Apakah Harus Bayar Zakat? | YDSF

Menjual Tanah, Apakah Harus Bayar Zakat? | YDSF

1 Mei 2020

Jenis aset yang dapat dimiliki oleh seseorang kini dapat dalam berbagai bentuk. Mulai dari berinvestasi rumah, tanah, bahkan hingga gedung. Yang terkadang bisa kita jual suatu saat, seperti tanah. Tapi, apakah tanah yang dijual harus ditunaikan zakatnya?

Dalam Islam, kita diajarkan bahwa setiap harta yang dimiliki terdapat hak dari sebagian saudara-saudara kita yang membutuhkan. Sehingga, jika memiliki investasi juga perlu diperhatikan dan dikonsultasikan terkait dengan perlu tidaknya untuk ditunaikan zakatnya.

Allah Swt. Berfirman,

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Qs. Az-Zariyat: 19).

Terkadang, ketika membutuhkan kebutuhan atau memang sudah dirasa tidak bisa merawat barang investasi yang dimiliki, tidak jarang pula poada akhirnya kita menjualnya. Nah, kira-kira usai menjual apakah kita masih perlu menunaikan zakat atas barang investasi yang dimiliki?

Zakat untuk Tanah yang Dijual

Salah seorang sahabat donatur YDSF mengirimkan pertanyaan kepada tim redaksi terkait dengan zakat untuk hasil penjualan tanah yang dimiliki oleh orang tuanya. Berikut pertanyaan lengkapnya:

“Saya baru saja menerima bagian dari hasil penjualan tanah orang tua saya. Uang tersebut insyaAllah saya gunakan sebagai uang muka untuk membeli rumah. Karena uang tersebut belum satu tahun, apakah saya harus menunaikan zakat atas itu? Lalu, berapa persen zaakt yang harus dikeluarkan?”

Membahas kondisi yang demikian, dana yang dimiliki oleh donatur tersebut merupakan kategori jenis harta yang disebut al-maal al-mustafaad. Maksudnya adalah harta yang baru masuk dalam kepemilikan seseorang, yang didapat melalui sarana tertentu secara syar’i. Namun, dalam kasus tersebut al-maal al-mustafaad yang tidak terkait secara langsung dengan jenis harta tertentu yang telah dimiliki seseorang. Karena harta dalam kasus tersebut diterima dari pemberian orang tua, baik sebagai warisan ataupun hibah.

Untuk dana baru seperti itu, terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ulama tentang hukum dan ketentuan zakatnya.

Pendapat pertama mengatakan untuk langsung mengeluarkan zakat usai menerima harta, apabila sudah memenuhi nishab zakat. Sedangkan pendapat kedua mengatakan untuk menungu selama satu tahun (memenuhi syarat haul) dan telah memenuhi nishab zakat, baru kemudian dapat dikeluarkan zakatnya.

Pada harta jenis ini pun menggunakan nishab zakat emas untuk menghitungnya. Yakni sebesar 20 dinar atau setara dengan 85 gram. Dan kadar zakat yang dikeluarkan juga sebesar 2,5%.

Dewan Syariah YDSF lebih cenderung menggunakan pendapat yang pertama, yakni langsung mengeluarkan zakat saat usai menerima harta apabila telah memenuhi nishab zakat. Karena dengan pendekatan ini, maka kita tidak perlu takut hartanya kelak akan berkurang karena terpakai atau terjadi hal-hal lain. Karena itu, lebih berhati-hati dan lebih menenangkan, berarti lebih baik.

 

Disadur dari Majalah Al Falah Edisi Januari 2009

 

Foto cover: Designed by pressfoto / Freepik 

 

Artikel Terkait:

Syarat Zakat Profesi atau Penghasilan | YDSF

Zakat Penghasilan Suami-Istri Bekerja | YDSF

BONUS GAJI ATAU THR MASUK HITUNGAN ZAKAT PENGHASILAN | YDSF

Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF

Bayar Zakat untuk Orang Yang Meninggal | YDSF

PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF

 

Zakat Online YDSF

               

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: