Berbeda dengan zakat yang wajib untuk ditunaikan. Menunaikan wakaf bukanlah
sebuah kewajiban. Namun, dengan menunaikan wakaf, setidaknya kita telah
berusaha menjadi orang terbaik yang berperan dalam filantropi umat.
Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA, Ketua Badan Wakaf Indonesia sekaligus
Ketua Dewan Pembina Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF), mengatakan bahwa orang
menunaikan kewajiban (zakat) itu orang baik tetapi menjadi yang terbaik adalah
orang yang melakukan di atas kewajiban, yaitu wakaf.
Wakaf memiliki peran penting dalam berperan untuk meningkatkan kesejahteraan
umat. Ketika potensi wakaf dikumpulkan kemudian dibuatlah suatu aset dan
pengelolaan yang baik, maka akan kekuatan besar bagi umat.
Dengan meningkatkan kesejahteraan umat, maka secara bersamaan martabat umat
juga akan menjadi terangkat. Dalam menunaikan wakaf pun, dapat dilakukan oleh
siapa saja. Tidak harus menunggu kaya raya dan memiliki harta berlimpah.
Wakaf yang Terus Bermanfaat
Bila kita ingin melakukan kilas balik tentang aset-aset wakaf yang berperan
dalam meningkatkan kesejahteraan umat, maka kita dapat melihatnya dari wakaf
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Wakaf yang
dilakukan oleh beliau-beliau bahkan masih dapat dirasakan manfaatnya oleh umat
saat ini.
Pertama, Rasulullah saw. pernah mewakafkan tanah untuk sebuah masjid. Kemudian
beliau mendapatkan hibah dari yatim Bani Najjar. Namun, beliau justru
membelinya dengan harga hampir 800 dirham dan mewakafkannya untuk pembangunan
Masjid Nabawi.
Berikutnya, ada Ustman bin Affan r.a. yang membeli sebuah sumur dari
seorang Yahudi untuk mengatasi kekeringan yang dialami oleh umat muslim di
Madinah saat itu. Hingga kini, sumur tersebut masih mengalir. Bahkan, di
sekitar sumur dikelola pula 1.550 pohon oleh Departemen Pertanian Saudi Arabia.
Baca juga: Memandirikan Umat dengan Wakaf | YDSF
Ketiga, Abu Thalhah r.a. mewakafkan kebun kesayangannya, Bairuha. Kebun yang
terletak di depan Masjid Nabawi ini langsung diwakafkan oleh Abu Thalhah saat mendengar
Rasulullah saw. menyampaikan tentang menginfakkan harta terbaik di jalan Allah
(surah Al-Imran ayat: 92). Rasulullah menyarankan agar harta itu dibagikan kepada
keluarga Abu Thalhah yang terdekat dan sangat membutuhkan, terlebih dulu, baru
kepada orang lain.
Keempat, pasca perang Khaibar pada tahun 7 H yang memberi dampak positif yakni
kaum muslim bertambah membuat Masjid Nabawi harus diperluas. Tanah yang digunakan
untuk perluasan Masjid Nabawi pada saat itu merupakan tanah wakaf dari Abdurrahman
bin Auf.
Berikutnya, saat Umar bin Khattab r.a. mendapatkan tanah di Khaibar, ia pun
bertanya pada Rasulullah mengenai kebermanfaatannya. Lalu, Rasulullah mengarahkan
Umar untuk mewakafkan tanah tersebut. Akhirnya, tanah di Khaibar milik Umar
menjadi tanah wakaf yang dikelola menjadi kebun kurma dan hasil dari tanah
tersebut ia diberikan kepada fakir miskin, hamba sahaya, fisabilillah, atau orang-orang
yang membutuhkan.
Seluruh aset wakaf yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat tersebut
masih ada hingga kini. Dan, dikelola dengan baik oleh pihak Pemerintah Saudi
Arabia. Hasilnya (penjualan hasil kebun, dsb.) digunakan unuk membiayai anak
yatim hingga fakir miskin. Selain yang disebutkan di atas, tentu masih banyak
pula praktik wakaf yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw. Serta,
sangat berperan dalam membangun peradaban umat.
Bahkan, juga ada praktik-praktik wakaf di negara lain yang juga turut
membentuk peradaban mereka. Contoh lain, Universitas Al-Azhar Mesir. Yang mana
didirikan melalui dana wakaf pada 970 M. Bahkan, praktik pendanaan wakaf untuk
pelajar kurang mampu juga dimulai dari Al-Azhar. Hingga saat ini, dana wakaf
Al-Azhar telah menyokong beasiswa, biaya asrama, bahkan kegiatan-kegiatan
kampus.
Baca juga: Kisah Sahabat Rasulullah yang Wakaf Air | YDSF
Cara Menunaikan Wakaf
Praktik menunaikan wakaf di era masa kini, tentunya berbeda dengan dulu. Sebelum
adanya peraturan yang melindungi dan dapat mempertahankan aset serta menjadi
koridor dalam pengelolaan wakaf.
Oleh karena itu, pemerintah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang
memiliki peran sebagai regulator wakaf. Menaungi, membina, membuat kebijakan,
serta memiliki peran yuridis terhadap lembaga-lembaga wakaf di Indonesia.
Bila Sahabat ingin berwakaf, saat ini tidak bisa hanya sekadar lisan saja,
“Saya ingin mewakafkan 2 hektar tanah saya di Surabaya”. Namun, ada prosedur
yang harus ditempuh. Tenang, tidak sulit, kok.
Untuk dapat menunaikan wakaf (baik berupa aset maupun uang), maka Sahabat perlu
mendatangi lembaga yang telah jelas memiliki izin nazhir wakaf dari BWI. Berikutnya,
disampaikan maksud penunaian wakaf (jumlah atau aset yang dimiliki), sehingga
pihak lembaga dapat membuat ikrar wakaf (pencatatan wakaf, baik berupa kuitansi
maupun sertifikat yang memiliki kekuatan hukum), setelahnya berlanjut pada pengelolaan
wakaf.
Bahkan, bila Sahabat menunaikan wakaf dalam bentuk aset, maka akan ada
proses ikrar wakaf dan pencatatan aset wakaf ke pihak Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang dibantu langsung oleh para nazhir.
Mudahnya, ketika Sahabat ingin menunaikan wakaf, dapat menghubungi Wakaf
Falah (YDSF) untuk dapat mengelolanya dengan amanah dan profesional.
Wakaf dapat dilakukan oleh siapa pun. Dan, dapat dimulai dari diri kita
sendiri. Mari, menjadi bagian dari solusi untuk mengangkat martabat umat.
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Bulan November 2021
Wakaf Online:
Artikel Terkait:
Apa Itu Wakaf? Pengertian, Dalil, dan Hukum Wakaf | YDSF
2 Jenis Harta Benda Wakaf | YDSF
Jenis Wakaf dalam Islam Menurut BWI | YDSF
Mengenal Istilah-istilah dalam Wakaf | YDSF
Perbedaan Nazhir dan Wakif dalam Wakaf | YDSF
Wakaf dalam Perspektif Mikro Ekonomi Islam | YDSF