Sempurnakan Ibadah dengan Muhasabah | YDSF

Sempurnakan Ibadah dengan Muhasabah | YDSF

30 Agustus 2020

Tahun baru hijriyah berkaitan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. Secara bahasa, hijrah artinya meninggalkan dan berpindah tempat. Dalam konteks hijrahnya Nabi, hijrah merupakan perpindahan dan meninggalkan kota Makkah menuju Madinah untuk menyelamatkan akidah mereka. Kemudian, makna hijrah diperluas oleh Nabi saw, sesuai sabda Beliau, “Seseorang yang berhjirah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT.” 

Terkait dengan pandemi Covid-19 yang hingga kini masih terjadi, Anggota Dewan Syariah YDSF Ustad Isa Saleh Kuddeh, M. Pd. I. menuturkan bahwa manusia harus memaknai hijrah sebagai upaya untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kualitas iman dan taqwa. Dengan begitu, seorang muslim bisa menghadapi setiap kondisi yang terjadi dengan keimanan dan ketaqwaan. Termasuk bagian keimanan kita adalah menjaga kesehatan, kebersihan diri dan lingkungan serta menjaga diri dari dosa.

“Dalam konteks hijrah, mari kita menjaga komitmen untuk berpindah dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik, dari pola hidup tidak sehat menuju pola hidup sehat, dan dari pola hidup maksiat menuju pola hidup taat,” ujar pria yang biasa disapa Ustad Isa ini.

Pada saat-saat seperti ini, lanjut Ustad Isa, ada cara bijak menyambut tahun baru hijriyah. Yakni, dengan melakukan evaluasi dan komitmen.

Evaluasi diri dilakukan atas apa yang sudah diperbuat selama ini. Melihat apa yang menjadi kelemahan dan kekurangan untuk kemudian diperbaiki. Kemudian, berkomitmen meninggalkan kekurangan untuk berubah sehingga menjadi lebih baik.

Seperti diketahui beberapa waktu lalu, pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19. Dan kini telah beralih pada cara hidup new normal, yang memunculkan beberapa kebiasaan baru. Yakni menerapkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Di antaranya, selalu mengenakan masker, membawa hand sanitizer, menjaga jarak, mengurangi atau menghindari kontak fisik dan sebagainya.

Baca juga: Contoh Istiqomah dalam Beribadah | YDSF

Ustad Isa mengingatkan, dalam era new normal ini, kita perlu terlibat aktif membantu melakukan penanggulangan dan pencegahan Covid-19. Sehingga, untuk sementara tidak perlu melakukan kegiatan bersifat pengumpulan massa untuk memperingati tahun baru hijriyah kali ini. Sebab, yang terpenting dari peristiwa hijrah adalah pemaknaan yang menghasilkan kesadaran diri bukan semata pada seremonial dan perayaan.

 

Memaknai Muhasabah

Muhasabah artinya introspeksi diri atau refleksi diri. Muhasabah merupakan ibadah yang banyak dilalaikan oleh umat Islam. Padahal, Allah Swt telah memerintahkan kita untuk melakukan muhasabah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Hasyr ayat 18:

 

                                يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,  Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Demikian pula dengan Nabi saw telah menyatakan dalam sabda beliau:  “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi diri dan beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang lemah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah (tanpa amal)” (HR. Tirmidzi, yang mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Sahabat Umar bin Khattab pun pernah menjelaskan tentang muhasabah sekaligus urgensinya dengan berkata:

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang karena lebih mudah bagi kalian menghisab diri kalian hari ini daripada besok (hari kiamat). Dan bersiaplah untuk menghadapi pertemuan terbesar. Ketika itu, kalian diperlihatkan dan tidak ada sesuatu pun pada kalian yang tersembunyi.”

Jadi, introspeksi diri dan refleksi diri merupakan bagian dari ibadah kepada Allah. Selain itu, juga merupakan upaya meningkatkan kualitas diri sehingga menjadi orang yang lebih baik.

Manusia yang enggan melakukan introspeksi diri sendiri, maka dia tidak akan bisa melihat aib dan kekurangan diri. “Hal ini akan berdampak pada kualitas iman dan taqwanya,” tegas Ustad Isa.

Akibatnya, dia tidak akan bisa menjadi orang yang lebih baik. Dan manusia yang enggan melakukan muhasabah, biasanya akan terkena penyakit "ghurur". Maksudnya, dia terpedaya dengan diri sendiri. Mengira dirinya sudah baik, padahal belum. Bahkan, bisa jadi masih jauh dari kebaikan.

Lantas, kapankah saat tepat untuk muhasabah?

Sejatinya, demikian Ustad Isa menerangkan, tidak ada waktu khusus dalam melakukan muhasabah. Hal ini dikembalikan kepada individu masing masing. Namun, ada muhasabah yang perlu dilakukan pada waktu tertentu. Yaitu muhasabah setiap melakukan amal sholih. Ulama mengatakan setiap hamba yang melakukan amal sholih hendaknya ia bertanya untuk apa dan siapa dia melakukan amal tersebut. Kemudian, setelah melakukan amal sholih itu, dia perlu melihat bagaimana pelaksanaan amal sholih tersebut. Apakah sudah baik ataukah justru banyak kekurangan?

Sebagai penutup, Ustad Isa mengingatkan tidak ada aturan khusus dalam bermuhasabah. Dan masing-masing dari kita perlu untuk mengajak dan mengingatkan orang lain terutama orangtua dan keluarga untuk muhasabah. Sebab, di antara manfaat muhasabah merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas diri dan meringankan perhitungan (hisab) di akhirat kelak.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi September 2020

 

 

Baca juga:

6 AMALAN RINGAN DAN MUDAH MENUJU SURGA | YDSF

Cara Mencari Berkah (Tabarruk) Allah Sesuai Syariat Islam | YDSF

5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF

Karakteristik Para Hamba yang Dicintai Allah  | YDSF

KONSULTASI  ZAKAT DI YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: