Assalamu’alaikum
Saya perempuan berusia 24 tahun, belum lama menjalani pernikahan (3 tahun). Tapi akhirnya harus menerima nasib menjadi janda. Tidak pernah saya bayangkan akan menjadi seperti saat ini. Berawal dari perjodohan antara ibu saya dan ibu suami yang dulu yang teman kerja. Saya menerima saat awal melamar dulu karena tampak baik. Namun berubah drastis setelah menikah. Ibu saya juga menyesal dan kasihan pada saya. Ini karena sikap suami yang suka berkata kasar pada saya, juga karena sering menginap di rumah orangtuanya tanpa mengajak saya.
Awalnya saya masih bisa terima, tapi lama-lama saya kok merasa aneh. Bahkan saya mulai sering diabaikan dan tidak diberi nafkah. Saya pun akhirnya bekerja, karena tidak mungkin menggantungkan pada keluarga. Orangtua saya sudah mengingatkan suami jika pulang, dan juga lewat orangtuanya juga. Tapi tidak berubah. Ini membuat orangtua saya marah karena menjadikan saya tidak jelas statusnya. Suami tidak pernah pulang selama tiga bulan.
Saya hubungi tidak direspon, SMS tidak dibalas. Akhirnya saya ditemani orangtua datang ke rumah orangtuanya. Tapi orangtuanya malah tidak terima. Sedih rasanya kami sekeluarga. Sebenarnya terbersit dalam hati saya, apakah ini karena pengaruh orangtuanya. Saya beri kesempatan beberapa waktu, tapi tidak berubah. Akhirnya, atas pertimbangan dari keluarga dan beristikharah saya pilih cerai, apalagi belum ada momongan.
Tapi saat ini saya jadi agak risih ya Bu. Banyak pria menggoda saya, sampai termasuk petugas KUA yang mengurus surat cerai. Belum lagi tetangga laki-laki yang biasanya tidak menyapa, sekarang jadi rajin menyapa. Menurut Bu Ratna, bagaimana sih baiknya menjadi janda itu? Setelah ini, saya boleh memilih suami sesuai kehendak saya kan? Karena kalau lewat orangtua lagi seperti dulu, saya trauma. Terima kasih Bu.
TR
Jawaban
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Mbak TR yang dirahmati Allah,
Saya memahami bagaimana sulitnya kondisi Anda saat ini. Polemik rumah tangga di awal pernikahan yang kurang mendukung Anda sehingga sampai pada keputusan bercerai. Tidak mudah bagi Anda yang masih sangat muda. Saya yakin hal ini tidak pernah terbetik dalam pikiran Anda. Karena bagaimana pun tujuan pernikahan adalah kebahagiaan. Dan risiko terberat adalah ketika setelah melalui prosesnya.
Selain masalah yang Anda hadapi, fakta menunjukkan bahwa gejala perceraian dalam budaya Barat maupun di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tanpa mengabaikan perspektif dari sudut apapun, salah satu sebab perceraian adalah semakin banyaknya wanita bekerja (Myers, 2002). Namun, yang lebih penting lagi adalah pemahaman tentang pernikahan dan komitmen antara suami-istri itu sendiri.
Secara umum masyarakat dunia -terutama Asia- menjadi janda berarti harus siap menjadi pusat perhatian, kritikan bahkan kesan negatif. Karena janda memberikan makna kegagalan dalam berumah tangga. Bahkan yang tidak bisa dielakkan yaitu masyarakat seakan membatasi ruang gerak janda, setelah melalui masa ‘iddah sekalipun. Diskriminasi ini seperti sudah membudaya di sekitar kita.
Jadi, kalau Anda merasa risih digoda laki-laki yang usil, saya bisa memaklumi. Apalagi Anda masih muda dan masih banyak potensi. Ya, bersikap sewajarnya saja. Ini merupakan salah satu ujian. Dengan menunjukkan jati diri Anda sebagai muslimah yang baik, insya Allah, semuanya akan baik-baik saja.
Masih terbentang luas kesempatan bagi Anda di masa yang akan datang. Masih banyak potensi diri yang masih bisa dikembangkan, begitu juga dalam memilih jodoh. Meski dijodohkan lewat orangtua, jika tidak berkenan. Sebenarnya meski bukan janda sekalipun sebagai wanita kita bisa memberi keputusan (penolakan), asalkan sesuai syariat. Saya yakin, dengan pengalaman sebelumnya, Anda akan semakin bijaksana.
Yang utama dalam memilih suami adalah agama dan akhlaknya. Firman Allah swt:
“.. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajakmu ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al Baqarah 221).
Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang din (agama) dan akhlaqnya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia..” (HR. At Tirmidzi)
Islam menempatkan pemilihan pada calon suami maupun istri yang terutama pada dua hal di atas, dan untuk dapat mengetahui agama dan akhlaknya, salah satunya dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat atau saudara dekatnya.
Membekali diri dengan kemampuan positif yang lainnya dalam masa ‘iddah ini juga merupakan keputusan bijaksana. Mengisi waktu dengan amalan-amalan shalih juga akan menambah ketenangan diri. Yakinlah bahwa, jika kita memantaskan diri dengan bekal yang baik, insya Allah akan datang juga jodoh yang sesuai kepantasan kita.
Mintalah dukungan pada keluarga, juga sahabat terpercaya untuk menguatkan Anda pada masa-masa ini. Ini penting untuk pemulihan masa-masa berat yang telah Anda lalui. Dan pamungkas, jangan pernah berhenti berharap pada Allah untuk mendapatkan yang terbaik. Karena keyakinan Anda pada hal ini akan memberikan kekuatan positif pada langkah-langkah selanjutnya.
Wallahu ‘alam Bish shawab.
(Dijawab Ratna Yuliati, S.Psi, pengasuh rubrik konsultasi psikologi majalah Al Falah YDSF)