Perubahan Iklim Semakin Ekstrem | YDSF

Perubahan Iklim Semakin Ekstrem | YDSF

2 Oktober 2023

Perubahan iklim yang semakin ekstrem nampak mulai dirasakan di berbagai wilayah di Indonesia. Siang hari terasa terik menyengat. Sedangkan di malam hari lebih dingin dari biasanya. Dalam situasi normal, seharusnya sejak September telah memasuki musim hujan.

Dijelaskan di laman situs bmkg.go.id, iklim di Samudera Pasifik dapat bervariasi dalam tiga kondisi (fase); Netral, El Nino, La Nina.

Dalam istilah ilmu iklim saat ini, El Nino menunjukkan kondisi anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah yang lebih panas dari normalnya. Sementara anomali suhu permukaan laut di wilayah Pasifik bagian barat dan perairan Indonesia yang biasanya hangat (warm pool) menjadi lebih dingin dari normalnya.

Pada saat terjadi El Nino, daerah pertumbuhan awan bergeser dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah. Fenomena tersebut menyebabkan perubahan pola cuaca global, sehingga berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah di dunia, termasuk berkurangnya curah hujan di Indonesia.

Secara ringkas, El Nino merupakan suatu fenomena cuaca yang dapat menurunkan curah hujan dan memperlama musim kemarau. Selain rentang waktunya lebih lama, kemarau menjadi lebih kering. Di beberapa daerah yang memiliki curah hujan rendah terancam kekeringan. Bila tak ada langkah antisipasi, tentu menyulitkan.

BMKG memprediksi puncak fenomena iklim El Nino yang memicu cuaca panas ekstrem di Indonesia terjadi pada Agustus-Oktober 2023. Maka, puncak kemarau terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.

Secara umum, kekeringan berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bagi wilayah dengan tingkat intensitas hujan rendah. Belum lagi, ancaman risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sepanjang 2023 ini, telah banyak terjadi kebakaran di berbagai wilayah negeri kita.

Bagi sebagian dari kita, mungkin tak terlalu merasakan dampaknya. Kita masih bisa beraktivitas seperti biasa, bisa memasak, makan, membersihkan diri, mencuci, dan sebagainya. Sementara di wilayah lain, ada saudara kita yang tidak bisa melakukannya. Aktivitas rutinnya menjadi lebih sulit. 

Selain berupaya memudahkan warga mendapatkan air bersih, berbagai tindakan nyata telah dilakukan YDSF. Seperti saat terjadi karhutla di Kalimantan, gempa bumi di Lombok dan Palu, juga tsunami di Aceh. YDSF juga berpartisipasi dalam penanganan bencana alam maupun kemanusiaan yang terjadi di negara lain. Seperti Maroko, Myanmar, Palestina, Suriah, Turkiye. Semua terlaksana berkat dukungan para donatur.

Baca juga: INDONESIA DILANDA KEKERINGAN, YDSF SALURKAN AIR BERSIH HINGGA PELOSOK NEGERI | YDSF

YDSF Alirkan Air hingga Jauh

Untuk mengurangi kesulitan bagi warga terdampak, Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF) melakukan mitigasi. YDSF mengajak dan menghimpun dana dari donatur, untuk kemudian didistribusikan. Survei pun dilakukan oleh tim relawan untuk memastikan bantuan yang diberikan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan penerima manfaat.

YDSF sebagai lembaga yang turut andil dalam aksi kemanusiaan juga fokus terhadap penanganan bencana. Berbagai bentuk dan aksi kebencanaan terus dikaji dan digarap YDSF.

Terdapat beberapa daerah yang kini menjadi fokus YDSF dalam menangani kekeringan dan kelangkaan air bersih. Di Jawa Timur (Jatim), fokus pada kekeringan yang terjadi di Bojonegoro, Jember, Lumajang, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Sampang, Trenggalek, dan Tuban.

Sedangkan di beberapa daerah di luar Jatim, YDSF memetakan daerah kekeringan yang berada di Demak, Rembang, Salatiga, dan Semarang. Berbagai antisipasi kekeringan dan kelangkaan air terus-menerus dilakukan YDSF. Seperti pipanisasi, dropping air bersih, ataupun pengeboran.

Juli lalu YDSF mengerahkan tim relawan untuk melakukan pemasangan instalasi pipa di kaki Gunung Semeru di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Lumajang. Pipa sepanjang lebih dari setengah kilometer dipasang untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga penyintas bencana. Ada 428 keluarga yang merasakan manfaatnya.

Sedangkan di Madiun, warga Desa Sumberbendo yang dulunya harus berjalan kaki sepanjang 300 meter demi mendapat air bersih, kini bisa dengan mudah mendapatkannya. Sebelumnya, mereka harus antre sejak dini hari untuk mendapatkan seember air bersih. YDSF melakukan pengeboran sumur Oktober 2020 lalu.

Upaya yang dilakukan YDSF tersebut selaras dengan kebijakan pemerintah, untuk memprioritaskan kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Plt. Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) Jarot Widyoko dalam Focus Group Discussion (FGD) Antisipasi Menghadapi Musim Kemarau dan Bencana Kekeringan Tahun 2023 yang diwartakan di laman situs pu.go.id mengatakan, sebagai antisipasi kekeringan pada musim kemarau tahun ini, diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan air bersih konsumsi masyarakat. Baru setelah itu untuk irigasi lahan pertanian.

Baca juga: Kekeringan Zaman Nabi Yusuf, Kemarau Hingga 7 Tahun | YDSF

Dropping Air di Tuban

Ustadz Fauzi Prayitno, Dai Desa yang ditugaskan YDSF untuk program pemberdayaan warga desa di wilayah Grabagan, Tuban. Ustadz Fauzi menuturkan bantuan yang diterima warga setempat berupa dropping air. Sumur-sumur warga telah mengering. Secara topografi, wilayah ini termasuk perbukitan, dengan sumber air terbatas. Kekeringan yang paling terasa dialami warga Desa Ngandong dan Desa Ngenul. Letak kedua desa tersebut berada cukup tinggi di perbukitan wilayah Grabagan, Tuban.

Bagi warga yang mampu, mungkin bisa membeli air sendiri untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan menggunakan mobil tangki. Kalau yang ketersediaan dana terbatas, harus mondar-mandir menggunakan sepeda motor sambil membawa jerigen air.

Bisa dibayangkan, kesulitan yang dialami bila harus membawa air dengan armada sepeda motor sambal membawa jerigen berisi air dan harus menempuh jalan menanjak. Tapi mereka harus melakukannya demi mencukupi keperluan air bersih untuk keluarga.

Paling terdampak adalah pertanian. Sebab, sistem pengairan yang dipakai warga adalah tadah hujan. Sehingga ketika tidak ada curah hujan, para petani tidak bisa menanam, karena ladang-ladang menjadi kering.

Ustadz Fauzi menuturkan, sebelum mengirimkan bantuan air, pihaknya lebih dulu berkoordinasi dengan perangkat desa, yang lantas mengumumkan hal itu kepada warga desa untuk mempersiapkan wadah-wadah air dan ditata di halaman rumah masing-masing.

Di hari yang telah dijadwalkan, mobil tangki air bantuan dari YDSF berkeliling untuk menyuplai air, dari satu rumah warga ke rumah warga lainnya bergiliran.

Kebahagiaan warga pun sangat tergambar ketika mendapat bantuan dropping air. Terlebih warga-warga yang sepuh, biasanya mereka menunggu bantuan warga lain yang lebih muda usianya. Keterbatasan tenaga mereka menyebabkan tak lagi mampu mengusung air.

Tak hanya rumah-rumah warga. Ada pula masjid yang mengalami kekurangan air. Maka disediakan waktu khusus untuk mengisi tandon-tandon air untuk memenuhi kebutuhan air bagi jamaah di masjid.

Sedekah air sangatlah istimewa. Ada hadits yang menyebut sedekah air merupakan sedekah yang afdhal. Bila kita menjadi bagian menghadirkan solusi itu, insya Allah menjadi luar biasa pula.

Meskipun cuaca sedang tidak baik-baik saja, namun kita tetaplah harus saling menguatkan satu sama lain.

 

Rubrik Ruang Utama Majalah Al Falah Oktober 2023

 

Zakat Profesi di YDSF


 

Artikel Terkait:

PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF
Keutamaan Puasa Senin Kamis | YDSF
ZAKAT DALAM ISLAM | YDSF
Tips Mendidik Anak Berkarakter | YDSF
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK | YDSF
Peresmian Pesantren Wakaf Ihya Ul Qur’an Wosossalam, Jombang
APA ITU WAKAF? PENGERTIAN, DALIL, DAN HUKUM WAKAF | YDSF

Tags: perubahan iklim semakin ekstrem, iklim ekstrem, iklim, ekstrem, ydsf, bantuan kekeringan ydsf, kekeringan, bantuan kekeringan

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: