Mengapa ada orang yang mengalami stres bahkan parahnya hingga menjadi depresi? Tidak sedikit pula dari mereka yang gila sampai bunuh diri. Sebenarnya apa masalah yang sedang mereka hadapi hingga begitu beratnya dan mengganggu kejiwaannya? Meski kita sendiri tahu bahwa setiap masalah memiliki bobot masing-masing yang tidak selalu sama. Ada masalah kekurangan ekonomi, utang piutang, konflik suami istri, urusan pekerjaan, hingga masalah hukum, dll.
Mari coba sejenak kita analogikan dengan hal yang sederhana. Semisal, ada sesendok garam yang diaduk di dalam segelas air. Maka, air akan terasa asin jika diminum. Selanjutnya, dengan takaran garam yang sama, namun kita aduk pada media yang lebih besar volumenya, yakni seember air. Tentu rasa airnya tidak begitu terasa asin. Begitu seterusnya bila jumlah volume air ditambah, maka rasa asin itu semakin tidak terasa.
Hal tersebut sama seperti cara kerja hati manusia. Masalah tetaplah masalah. Bisa terasa asin bahkan juga menjadi pahit. Luasnya hati kitalah yang akan mencernanya. Jika hati sempit, maka masalah itu akan semakin terasa asin. Namun, bila semakin lapang hati yang kita siapkan dan miliki dalam menghadapi masalah yang datang, maka rasanya pun akan berbeda. Tentunya menjadi tidak begitu terasa.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, tentunya ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi hati seseorang menjadi sempit. Mari sedikit kita ulas apa saja faktor tersebut.
Dosa dan Maksiat
Ketika manusia melakukan dosa, maka akan ada titik noda di hatinya. Namun, jika dia tidak segera beristigrfar dan bertobat, maka noda itu akan melekat terus di hatinya. Makin banyak noda yang ‘mengisi’ hatinya, maka ruang-ruang kebaikan dalam hati juga akan semakin sempit.
Baik dosa besar ataupun kecil, ternyata keduanya sangat berpengaruh negatif terhadap hati. Sebaagaimana Allah berfirman,
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (Qs. Al Muthaffifin: 14).
Hal ini juga diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” (Hr. at Tirmidzi)
Mengonsumsi Barang yang Haram
Terdapat sebuah kisah dari salah satu sahabat Rasulullah Saw. Sa’ad bin Abi Waqash, beliau pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul.” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu, maka doamu akan terkabulkan.” (Hr. At Thabrani).
Sehingga dapat diambil pembelajaran bahwa sejatinya Rasulullah Saw mengajarkan kepada umatnya untuk mau dan bisa menjaga apapun yang menjadi konsumsinya. Karena, hal ini nantinya juga akan memengaruhi dalam perjalanan terkabulnya sebuah doa. Maksud menjaga makanan di sini adalah bukan hanya dari segi kesehatan dan kebersihan, teteapi juga sampai tingkat kehalalannya.
Hal tersebut diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda, “Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan, “Wahai Rabbku! Wwahai Rabbku!” Padahal makanannya haram dan mulutnya disuaplan dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?” (Hr. Muslim).
Amalan Kemusyrikan
Kemusyrikan adalah pelecehan terbesar terhadap kekuasaan dan keesaan Allah Swt. Terdapat kisah antara orangtua dan anaknya yang diabadikan dalam Alquran. Salah satunya adalah saat Luqman memberikan nasihat kepada anaknya,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13).
Perbuatan musyrik sendiri terdapat dalam berbagai macam bentuk. Ada yang musyrik dengan mengagungkan batu, gunung, patung, jimat, pohon, kepala kerbau, bunga-bunga, kuburan, dan benda-benda mati atau hewan-hewan tertentu.
Beberapa di antara orang yang musyrik tersebut juga ada yang masih percaya Allah Swt. Namun, mereka juga meyakini adanya kekuatan lain yang bisa melingungi mereka bahkan memberikan rezeki. Hingga akhirnya membuat mereka ketergantungan terhadap sesuatu tersebut.
Kemusyrikan inilah yang membuat hati seseorang menjadi sempit karena takut tidak pada tempatnya. Dan membuat hatinya jauh dari Allah Swt. Sebaliknya, orang yang selalu mengesakan Allah dan menjauhi kemusyrikan akan selalu mendapatkan ketenangan hati.
Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al An’am: 82).
Rasa Dendam dan Dengki
Dendam dan dengki merupakan dua hal buruk yang sering kali menghinggapi seseorang meski hanya sedikit. Padahal, meski sedikit, keduanya merupakan penyakit yang bisa menggegoroti hati seseorang. Karena hati yang sempit inilah nantinya tidak akan bisa melihat dan menerima anugerah serta nikmat Allah untuk orang lain.
Rasulullah saw bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut, melainkan mencukur agama.” (Hr. Tirmidzi).
Sehingga kemudian kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan pun juga akan bisa diperburuk dengan adanya rasa dengki. Dalam riwayat lain disebutkan pula Rasulullah Saw bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (Hr. Bukhari).
Sikap Munafik
Orang-orang munafik adalah kaum pengecut. Karena mereka akan selalu mencari celah dan membuat aman posisi diri mereka sendiri. Namun, bisa dengan tega mereka bisa membuat orang lain celaka karena perkataan atau perbuatan dari si orang munafik tersebut.
Rasulullah Saw bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاث إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu tiga apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercayai mengkhianati.” (Hr. Bukhari).
Ada sebuah kisah dari Rasulullah saat terjadinya perang Uhud. Saat itu Rasulullah Saw dan kaum muslimin menyongsong musuh di luar Madinah. Hingga sampailah mereka pada sebuah tempat bernama as-Syauth, ada seorang tokoh munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul, diikuti oleh 300 orang munafik lainnya memilih untuk kembali dan tidak berperang. Mereka beralasan dengan berkata bahwa perang tidak akan terjadi. Pembelotan ini terjadi sebagai bentuk protes kepada Rasulullah Saw yang memilih untuk menyambut kedatangan musuh di luar Madinah. Begitu pengecutnya mereka. Berdalih dengan berbagai alasan untuk mengamanka diri.
“Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padalah Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal hanya kepada Allah Swt.” (Qs. Ali Imron: 122).
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Maret 2019 (Rubrik Bijja)
Editor: Ayu SM
Baca juga:
TIPS MENJADI MUSLIM BERKUALITAS | YDSF
Kehidupan Ali bin Abi Thalib bersama Rasulullah | YDSF
Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Keajaiban Sedekah Rutin di YDSF