Warga dunia
mungkin paham bagaimana ngerinya ledakan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima
pada Agustus 1945. Peristiwa ini dituliskan di seluruh sekolah di dunia pada
tiap buku sejarah. Ratusan ribu jiwa tak berdosa jadi korban keganasan Perang Dunia
II. Jutaan lainnya jadi cacat seumur hidup terdampak radiasi nuklir.
Masyarakat Eropa
juga selalu mengenang pembantaian manusia oleh tentara Nazi Jerman pada dekade
1940an. Menurut sebuah penelitian, diperkiraan 6 juta jiwa terbunuh pada
kamp-kamp konsentrasi dan pada ekspansi militer Nazi.
Begitu juga
kekejaman tentara Israel yang tiap hari menumpahkan bom fosfor kepada anakanak Gaza?
Siapa yang akan menyeret mereka untuk meminta pertanggungjawaban?! Siapa yang
harus bertanggung jawab terhadap kematian jutaan manusia ini?
Siapakah pembuat
bom atom itu dan siapa yang memerintahkannya? Apakah kekejaman Nazi dilupakan
begitu saja sejak Adolf Hitler mati bunuh diri di bunkernya? Apakah tragedi ini
selesai begitu saja?
Allah Swt telah
menyiapkan Hari Pembalasan. Segala tindak tanduk manusia kelak akan dimintai
pertanggungjawaban. Akhirat adalah negeri perhitungan dan pembayaran. Ya pembayaran.
Kita semua akan membayar atas setiap perbuatan kita di dunia ini.
Karena itu,
seorang mukmin meyakini negeri akhirat agar dia berhati-hati melangkah. Agar dia
punya optimisme dalam menanggung ujian hidup.
1. Mengurangi rasa khawatir
orang beriman
Setiap manusia
pasti punya rasa khawatir. Manusia mengkhawatirkan keadaannya. Ada yang
khawatir dengan kurangnya rezeki, khawatir kondisi keluarganya, khawatir bagaimana
nantinya anak cucunya bisa menjalani kehidupan dan rasa khawatir lainnya.
Kita tentu ingat
bagaimana Bilal bin Rabah disiksa kaum kafir. Juga ketegaran Khabab bin Al Arts
yang direbahkan di atas paku-paku panas. Juga pengorbanan Summayah, ibunda
Ammar bin Yassir yang tertusuk tombak sampai wafat. Semua mendapat kekuatan
dari keimanan pada akhirat. Semua siksaan dan penderitaan akan terbayar indah.
Tinggal di dalamnya selamalamanya.
Allah berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus 62-63).
Baca juga: Allah Ada di Mana? | YDSF
2. Tetap optimistis dalam
kesulitan
Pada Perang Dunia
II, tentara Uni Soviet yang komunis merasa ngeri mendengar kehebatan tentara
Jerman dengan tank-tank dan pansernya. Banyak tentara Uni Soviet yang kemudian
desersi. Mereka enggan jadi tumbal di garis depan. Di antaranya mengatakan,
“Kita tak pernah kenal Tuhan. Maka tak ada bedanya kita mati sebagai patriot
atau sebagai pengecut yang sembunyi di bawah kasur?”
Maka begitulah
keadaan orang yang tidak beriman pada Hari Akhir. Mereka merasa sama saja, baik
berjuang ataupun meninggalkan perjuangan. Di dunia tak bahagia, dan di akhirat makin
sengsara.
Sangat berbeda
dengan mukmin. Jika dia berjuang fi sabilillah dan Allah memenangkannya, maka
dia mendapat kebahagiaan. Namun dia gugur dalam perjuangan di jalan Allah,
justru dia mendapat hadiah yang jauh lebih baik. Dia akan mendapatkan surga.
Betapa banyak
pejuang Indonesia yang tidak menikmati alam kemerdekaan. Mereka telah gugur
sebelum merasakan kemenangan. Namun Allah telah menyediakan tempat kenikmatan yang
tak pernah dirasa manusia.
3. Bertindak penuh
kehati-hatiaan
Setiap manusia
pasti punya peran di tengah masyarakat. Makin besar peran, maka sebesar itulah
hadiah yang Allah berikan nanti di akhirat jika dia berlaku dengan baik.
Misalnya pak polisi, dia telah bersumpah untuk melayani dan melindungi
masyarakat.
Tentu dia
mendapat banyak tantangan. Akan banyak pelaku kejahatan yang berusaha memberinya
iming-iming agar kongkalikong dalam kejahatan. Minimal membiarkan kejahatan itu.
Yang paling parah, dia malah melindungi kejahatan.
Namun jika dia
beriman kepada Hari Akhir, dia tak akan melakukan itu. Karena semua persekongkolan
jahat itu pasti dicatat dan nantinya akan diberi balasan. Jika ada yang mau menyogok,
polisi mukmin akan berkata, “Saya tak butuh sogokanmu. Saya hanya berharap Allah
memberi yang jauh lebih baik dan halal, di dunia ini apalagi di akhirat nanti.”
Sesuai ayat, “…Dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang
buruk” (QS. Ar-Ra’du 21).
Meski atasan tak
ada yang tahu, prinsip inilah yang dipegangnya. Hal ini juga berlaku bagi siapa
saja. Bisa ASN, TNI, pegawai swasta, pedagang, dan lain-lain.
4. Berbuat sebaik-baiknya
Bagi orang
beriman, tidak ada amal baik yang sia-sia. Semua akan memberi pengaruh baik. Di
dunia akan memberi dampak positif.
Akan memberi
manfaat manusia atau makhluk lainnnya. Di akhirat diberi balasan yang jauh lebih
baik. “Sesungguhnya Allah tidak menzlimi seseorang walaupun sebesar dzarrah,
dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya
dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar” (QS. An Nisa 40).
Maka orang
beriman tetap berbuat baik meskipun tidak ada yang memujinya, tak ada yang
menghargainya, bahkan meskipun banyak yang mencemoohnya.
Sumber
Majalah Al Falah Edisi September 2019
Wakaf di YDSF:
Artikel Terkait:
Cara Mencari Berkah (Tabarruk) Allah
Sesuai Syariat Islam | YDSF
KONSULTASI ZAKAT DARI TABUNGAN GAJI DI
BANK | YDSF
5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Perbedaan Shalat Tahajud dan Shalat Lail |
YDSF
HUKUM LELANG DAN JUAL BELI WAKAF DALAM
ISLAM | YDSF
Wakaf Terbaik untuk Orang Tua Tercinta |
YDSF