Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata Pahlawan berarti orang yang menonjol
karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang
yang gagah berani. Gelar pahlawan nasional diberikan kepada para pejuang yang
berjasa kepada Negara Republik Indonesia, berjuang dalam Negara Indonesia dan
merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
Pengertian pahlawan dalam Islam harus disesuaikan dengan Al-Qur’an dan hadits.
Seseorang bisa disebut Pahlawan jika memiliki kriteria yang disebutkan dalam Al-Qur’an
dan hadits. Kriteria ini terbuka bagi siapa saja dan kapan saja, tidak hanya di waktu
tertentu. Di antaranya disebutkan dalam kitab Riyadhus Shalihin bab pertama hadits
ke delapan.
Dari Abu Musa, yakni Abdullah bin Qais al-Asy’ari ra, katanya: “Rasulullah
ditanya perihal seorang yang berperang dengan tujuan menunjukkan keberanian,
ada lagi yang berperang dengan tujuan kesombongan (ada yang artinya kebencian)
ada pula yang berperang dengan tujuan pamer (menunjukkan pada orang-orang lain
karena ingin berpamer). Manakah di antara semua itu yang termasuk dalam jihad
fisabilillah? Rasulullah saw menjawab: “Barangsiapa yang berperang
dengan tujuan agar menegakkan kalimat Allah (Agama Islam), maka ia disebut jihad
fisabilillah.” (Muttafaq ‘alaih)
Berdasarkan hadits itu seseorang yang menegakkan kalimat Allah disebut
sebagai pahlawan yang berjihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah). Disebut pahlawan oleh manusia saja kita merasa
bangga, apalagi disebut oleh Allah dan rasul. Berikut beberapa kriteria seorang
yang disebut berjihad fisabilillah:
Baca juga: Pelajaran Istiqomah dari Seorang Pahlawan Bangsa | YDSF
1. Berjuang dengan Fisik
”Dan perangilah di jalan Allah
orangorang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Kategori pertama seorang yang berjihad fisabilillah adalah seseorang
berjuang dengan fisik atau berjuang membela agama Allah. Bukan menyerang tanpa
alasan, karena membunuh tanpa hak termasuk dalam dosa besar.
Jika diri kita, keimanan, dan kehormatan kita diserang atau direbut baru
ada kewajiban untuk berjihad. Sebagaimana para sahabat berjihad pada masa Rasul
dan para pejuang yang berusaha merebut kemerdekaan dari penjajah.
Syarat utama dikatakan berjihad fisabilillah adalah niatnya berjuang karena
Allah. Misalnya berjuang merebut kemerdekaan dengan alasan mempertahankan agama
dan hak milik. Bung Tomo dalam pidatonya memekikkan takbir untuk membakar
semangat pejuang yang akan bertempur di Surabaya.
Pertempuran di Surabaya ini kemudian diabadikan sebagai hari Pahlawan
setiap 10 November. Syarat berjuang
dengan fisik atau berperang adalah memperbaiki niat untuk meninggikan kalimat
Allah. Bukan sekadar menuruti hawa nafsu. Jika dilakukan sesuai syariat, maka
para pejuang ini dicatat sebagai pahlawan dan akan diabadikan jasadnya.
“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah
(mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
(QS Al-Baqarah: 154)
2. Berjuang dengan menuntut
ilmu
Jika tidak ada kewajiban berjihad dengan fisik atau berperang maka kita
bisa masuk kategori yang kedua, berjihad fisabilillah dengan menuntut ilmu.
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam
pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (QS At-Taubah:
122)
Baca juga: Konsep Patriotisme dalam Islam | YDSF
Saking semangatnya untuk mendapat gelar syahid, para sahabat di zaman Nabi berbondong-bondong
ikut serta dalam setiap peperangan. Kemudian turunlah ayat yang menerangkan
pentingnya memperdalam ilmu agar dapat memberi peringatan kepada kaumnya.
Saat terjadi peperangan saja masih diperintahkan untuk mempelajari ilmu, apalagi
saat damai seperti sekarang ini. Ada tiga syarat menuntut ilmu agar termasuk
dalam golongan jihad fisabilillah.
Pertama harus faqih, artinya paham dan mengerti pokok-pokok ajaran agama
(QS. At-Taubah: 122). Kedua, ilmu yang dipelajari bisa meningkatkan keimanan
dan meninggikan derajat (QS. Al-Mujadalah: 11). Ketiga, mempelajari suatu ilmu
dilakukan karena Allah semata (Al-‘Alaq: 1)
3. Berjuang dengan harta
”Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir
biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.
Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.”
(QS Al Baqarah: 261)
Perjuangan Islam tidak akan sukses tanpa orang-orang yang berjuang dengan hartanya.
Para sahabat berjuang dengan segala yang mereka punya. Seperti kisah ketika
perang Tabuk, saat Rasulullah mengimbau untuk menghimpun bantuan, Utsman datang
dengan memberikan sepertiga hartanya, Umar setengah hartanya, bahkan Abu Bakar
memberikan seluruh hartanya.
Dan ketika Rasulullah saw. bertanya, “Wahai Abu Bakar, apa yang engkau tinggalkan
di rumahmu?” Ia menjawab, “Allah SWT dan Rasul-Nya (yakni perbekalan
yang berupa keridhaan-Nya dan Rasul-Nya).” Pun dengan kemerdekaan
Indonesia, ada andil para dermawan yang menyumbangkan harta bendanya demi
kemerdekaan Indonesia.
Sumber: Majalah Al Falah Edisi 404 November 2021
Sedekah Mudah:
Artikel Terkait:
Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF
Konsep Patriotisme dalam Islam | YDSF
Inilah 4 Cara Mendidik Anak Menjadi Pahlawan Secara Islami | YSDF
Mendidik Generasi Berdaya Juang Pahlawan | YDSF
MEMUPUK SIFAT KEDERMAWANAN DAN MENELADANI RASULULLAH | YDSF
Mengikat Semangat | YDSF