Zakat menjadi salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap
muslim. Tentu, dalam menunaikannya harus disertai dengan niat, agar ibadah
tersebut sah sesuai syariat Islam.
Terdapat dua jenis zakat dalam Islam yakni, zakat maal dan zakat fitrah.
Zakat maal wajib ditunaikan setiap muslim ketika harta mereka sudah mencapai
nishab. Sedangkan zakat fitrah wajib ditunaikan setiap muslim terhitung sejak
lahir hingga sebelum meninggal, dan ditunaikan maksimal sebelum shalat sunnah Idul
Fitri.
Zakat berasal dari kata zakaa yang berarti berkah, tumbuh, bersih,
dan baik. Sehingga sesuatu itu zakaa berarti ia tumbuh dan berkembang.
Dan seseorang itu zakaa, berarti orang itu baik. Sehingga, sebenarnya
sesuatu yang berhubungan dengan zakat dan siapa yang berhubungan dengan zakat,
maka sebenarnya telah Allah janjikan dan jadikan mereka baik. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa zakat merupakan sejumlah harta yang wajib dikeluarkan
untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerima, sesuai dengan yang ditetapkan
oleh syariah.
Allah Swt. berfirman dalam surah At-Taubah ayat 103,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Baca juga: Zakat dalam Islam | YDSF
Niat dalam Zakat
Mayoritas mazhab fuqaha meyakini, bahwa niat menjadi salah satu
syarat dalam mengeluarkan zakat, karena zakat itu ibadah, dan ibadah tidak sah
jika tidak disertai dengan niat. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Bayyinah
ayat 5,
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas
menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan
salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah pun bersabda, “Sesungguhnya sahnya
perbuatan itu hanyalah dengan niat.” (HR. Bukhari)
Yang dimaksud dengan niat dalam zakat yaitu muzakki (pembayar zakat) itu menyakini bahwa
zakat yang dikeluarkan itu adalah zakat hartanya, atau zakat harta orang lain yang ia keluarkan. Tempat niat itu adalah hati; karena tempat semua hal yang dii’tikadkan itu adalah
hati. Dan niat hukumiah itu dianggap memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama Maliki.
Apabila ia menghitung
dirhamnya dan mengeluarkan apa
yang wajib, tetapi ia tidak memperhatikan
bahwa yang dikeluarkan itu adalah
zakat, akan tetapi kalau ditanya pasti ia
akan menjawabnya, maka hal itu dianggap memenuhi
syarat. Apabila kebiasaan memberi kepada seseorang setiap tahun satu dinar,
misalnya, kemudian ketika
sudah selesai memberi, ia
berniat bahwa dirham yang diberikan itu
adalah zakat, dan orang yang diberi itu
termasuk mustahiknya, maka hal itu dianggap
tidak memenuhi syarat, karena tidak
terdapat niat baik yang sesungguhnya, maupun
yang bersifat hukumiah.
Niat inilah yang
membedakan antara ibadah
dan pengabdian dengan yang lain. Dan
dengan mensyaratkannya fuqaha terhadap
niat dalam zakat, serta tidak diterimanya
zakat di sisi Allah tanpa disertai niat,
maka akan jelas bagi kita segi ibadah dari
zakat itu.
Baca juga: Andai Tidak Ada Zakat
Waktu Niat dalam Mengeluarkan Zakat Menurut 4 Mazhab
Ulama mazhab Hanafi telah menetapkan bahwa niat yang diucapkan bersamaan
dengan waktu mengeluarkan zakat, yakni pada waktu menyerahkannya pada asnaf
(penerima zakat). Mereka mensyaratkan bersamaan, karena ini merupakan asalnya,
sebagaimana dalam ibadah-ibadah lainnya.
Menurut ulama Maliki, menjelaskan bahwa niat itu wajib di waktu memisahkan
harta zakat, atau di waktu menyerahkan pada asnafnya, cukuplah salah satu di antara
keduanya. Apabila muzakki tidak berniat di waktu memisahkan dan tidak pula
berniat di waktu menyerahkan, maka niat
itu tidak memenuhi syarat.
Di kalangan mazhab Syafi'i ada dua pendapat dalam memperbolehkan mendahulukan
niat sebelum membagikan zakat. Pendapat yang paling shahih, sebagaimana
diungkapkan Imam Nawawi yaitu cukup niat pada waktu menyerahkan zakatnya, seperti
halnya puasa, karena sulitnya dalam mewajibkan bersamaan (niat dan mengeluarkan
zakat), karena tujuan zakat itu menutupi kebutuhan fakir miskin (asnaf zakat).
Sedangkan pendapat yang kedua, disyaratkan niat muzakki di waktu menyerahkan
zakat kepada asnaf. Mereka menyatakan bahwa apabila seseorang mewakilkan zakat
kepada orang lain dan menyerahkan niatnya kepadanya, maka hal itu
diperbolehkan.
Terakhir, menurut mazhab Hambali, sebagaimana terdapat dalam al-Mughni,
bahwa diperbolehkan mendahulukan niat sebelum memberikan zakat, dengan tenggang
waktu yang tidak lama, seperti ibadah-ibadah lain.
Sumber: Hukum Zakat oleh Ustadz Dr. Yusuf Qardawi
Featured Image by Pexels
Zakat Online:
Artikel Terkait:
Perbedaan Zakat, Infaq, dan Sedekah | YDSF
Zakat Maal | YDSF
Zakat Pertanian | YDSF
Zakat Perdagangan | YDSF
Cara Menghitung Zakat Profesi | YDSF
Zakat Penghasilan, Syarat dan Nishab Zakat | YDSF
Beda Zakat Penghasilan dan Zakat Maal | YDSF