Memburu rupiah tanpa kenal lelah menjadi motto hidupnya.
Meski cukup menggenggam keberhasilan, kehidupannya kerap diiringi musibah. Hingga,
dia pun tersadar di dalam hartanya terdapat hak orang lain yang harus
dikeluarkan.
Tiga bulan ini saya sering termenung. Merenungi pencapaian saya selama ini.
Jujur, saya dilahirkan dalam keluarga yang serba kekurangan. Keadaan itu justru
memacu semangat saya untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Supaya bisa
membanggakan orang tua. Asa tersebut melekat kuat membantu saya menggapai hidup
mandiri.
Dulu, sebelum menikah saya pernah bekerja di sebuah bengkel las. Di situ,
saya mendapatkan pengalaman membuat pintu dan pagar berbahan besi. Seperti
pintu harmonika, rolling door, atau pagar besi dengan berbagai bentuk.
Sayangnya, saya tidak lama bekerja dan menimba ilmu di bengkel tersebut.
Lantaran, salah satu mata saya terkena percikan besi sehingga menyebabkan
kebutaan. Alhamdulillah saya masih bisa melihat dengan satu mata.
Setelah menikah, tebersit keinginan terjun di usaha bengkel las lagi.
Maklum, saya tinggal di lingkungan yang mayoritas warganya (khususnya anak
muda) bekerja di bengkel las. Mungkin karena alasan itu pikiran untuk bekerja di
bengkel las muncul kembali.
Istri saya malah mengusulkan, kenapa tidak sekalian punya usaha bengkel las
saja. Pertimbangannya, waktu itu usaha ini masih belum banyak yang menekuni.
Saya pun nekat mencari pinjaman modal. Risikonya memang cukup besar, tapi saya
yakin untuk melangkah karena dukungan istri.
Meski jalan yang kami tempuh dihadang banyak rintangan, akhirnya saya bisa
merasakan buah keringat usaha itu. Apa yang saya cita-citakan sewaktu muda,
kini tercapai sudah. Namun, seiring dengan keberhasilan yang saya capai,
musibah selalu membayangi. Apalagi, itu terjadi setiap saya mendapat order
besar.
Baca juga: Membuat Nafkah Menjadi Berkah | YDSF
Anak saya pernah bertabrakan sampai mobilnya hancur. Untunglah ia masih selamat
meski harus opname di rumah sakit. Tak berapa lama setelah itu, istri saya terkena
infeksi lambung. Untuk terapi pengobatannya saja membutuhkan ratusan juta
rupiah. Sungguh saya bingung mencari penyebab musibah yang silih berganti itu.
Suatu saat ketika kami menghadiri silaturahim keluarga yang diadakan setiap
lebaran di rumah salah satu kerabat. Pertemuan itu membawa pencerahan bagi saya.
Dalam acara tersebut ada ceramah agamanya. Awalnya saya menganggap ceramah itu
biasa saja. Hingga, ada kalimat yang menggelitik telinga saya. “Sudahkah bapak
ibu sekalian mengeluarkan sebagian harta untuk orang-orang yang tidak mampu? Jika
harta kita sudah mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.”
Di akhir acara itu saya langsung menanyakan maksud isi ceramah tadi. Maklum
pengetahuan agama saya sangat minim. Saya awam terhadap kewajiban berzakat.
Biasanya, saya hanya bersedekah kepada tetangga sekitar rumah.
Pemahaman kewajiban menghitung dan mengeluarkan zakat adalah hal baru. Dan
itu langsung saya terapkan. Saya juga mengajak keluarga untuk rutin bersedekah.
Saya ingin itu menjadi pembelajaran bagi saya, istri dan anak-anak.
Zakat telah mengikat semangat saya menjalani hidup. Tiada lagi rasa yang
mengganjal di hati. Penyakit istri tidak pernah kambuh lagi, dan usaha semakin lancar.
Hikmah tersebut membuat kami sadar pentingnya berbagi. Semoga Allah senantiasa
menuntun jalan kami dalam kedamaian yang ternaungi hidayah-Nya.
*Nb: Cerita dari Zubaidan (Pengusaha Bengkel Las)
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Oktober 2012
Featured Image by Freepik
Sedekah Online:
Artikel Terkait:
ZAKAT DARI UANG PESANGON PENSIUN | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
ANDAI TIDAK ADA ZAKAT | YDSF
UJIAN ALLAH UNTUK MENGUATKAN KITA | YDSF
KEUTAMAAN MENJAGA DAN MENYAMBUNG TALI SILATURAHIM | YDSF
MENUMBUHKAN KEBIASAAN BERBAGI MENJADI SEBUAH KEBUTUHAN HIDUP | YDSF