Dewasa ini, memiliki batas riba dalam sebuah transaksi
sangatlah tipis. Bahkan, alih-alih promosi tanpa bunga, justru terdapat banyak
biaya lain-lain yang sebenarnya juga dapat menjadi cikal bakal riba. Lalu, bila
kita sudah pernah berkecimpung dengan transaksi riba di masa lalu, apakah
memungkinkan untuk dapat menghapus dosanya?
Riba dalam Kredit
Secara etimologi (usul bahasa), riba memiliki arti tambahan.
Juga dapat diartikan bertambah dan tumbuh. Sedangkan, secara terminologi (arti
istilah), riba merupakan kelebihan/tambahan dalam pembayaran piutang/jual beli
yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak.
Dalam surah Al-Baqarah ayat 275, Allah Swt. telah berfirman
bahwa riba hukumnya haram. Karena, memiliki banyak dampak negatif dalam
kehidupan. Seperti, menimbulkan perselisihan, membuat munculnya kesulitan baru,
dan lain-lain.
Kredit Harga Beda
Bagaimana dengan cicilan barang yang tidak sesuai dengan
harga awalnya? Misal, harga sebuah handphone (HP) sebesar Rp2 juta, namun
karena dibeli dengan kredit selama 12 bulan harga tersebut menjadi Rp2,2 juta.
Para ulama menyebut transaksi seperti itu dengan nama
al-bai’ bit taqsith. Yang dilarang dalam agama adalah yang secara eksplisit menyebutkan
dua harga dalam satu waktu dan dicantumkan dalam kontrak.
Contohnya adalah ungkapan penjual yang menyebutkan “Jika
membeli secara tunai harganya 2 juta dan jika dikredit dalam 12 bulan maka
harnyanya jadi 2,2 juta”. Jika transaksi berhenti sampai di situ, maka
transaksi tersebut batal, karena tidak disebutkan yang mana yang akan dipakai. Maka
sebaiknya dalam jual beli tersebut digunakan salah satu harga saja. Misalnya
sang pembeli menyatakan: “Baik, saya memilih harga 2,2 juta dengan pembayaran
selama 12 bulan.”
Baca juga: Hukum Gadai Barang dalam Islam | YDSF
Menjual barang dalam dua harga dilarang dalam Islam karena
bertentangan dengan azas muamalah yaitu kejelasan subyek dan obyek transaksi.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa menjual barang secara
kredit bukanlah termasuk riba, yakni sah dilakukan, meskipun tingkat keuntungan
lebih besar, asal tidak sampai mengeksploitasi. Jika sampai mengeksploitasi atau
maka hukumnya haram.
Perbedaan mendasar antara transaksi jual beli dengan sistem
kredit dan riba adalah:
a. Dalam riba kelebihan nilai yang harus dibayar oleh peminjam
adalah sejenis.
b. Transaksi tersebut menyangkut komoditas yang
diperdagangkan, sudah barang dengan yang dipinjam. Misalnya si peminjam menerima
uang sebesar 1000 dan mengembalikan sebesar 1500. Tambahan uang sebesar 500
tersebut sama jenisnya dengan uang yang dipinjam tadi. Di sinilah terjadi riba.
Sedangkan dalam transaksi di atas bukanlah termasuk riba karena
si pembeli meminjam komoditas dan membayarnya dengan harga (yakni uang) yang
lebih tinggi, sedangkan komoditas dan harga tersebut tidak memiliki persamaan
jenis.
Baca juga: Wakaf dalam Perspektif Mikro Ekonomi Islam | YDSF
Tentu harga barang tersebut akan naik dari waktu ke waktu.
Begitu juga dengan penjual yang ingin segera mengelola uang hasil penjualan
untuk aktivitas bisnis selanjutnya. Dengan pembayaran yang ditunda, tentu
penjual mengalami kerugian karena barang laku namun uang hasil penjualan belum
diterima. Itulah sebabnya kelebihan harga tersebut diperbolehkan untuk
melindungi penjual dan membantu keterbatasan pembeli. Demikian semoga bermanfaat.
Taubat dari Riba
Namun, bagaimana bila kita pernah terlanjur terlibat dalam
transaksi riba namun kita tidak mengetahuinya? Seperti, membeli motor dari leasing
dan kulkas dari koperasi yang berbunga. Bagaimana cara melakukan taubat dari
riba yang pernah dilakukan?
Ustadz Zainuddin MZ, Lc., M. A., Dewan Syariah Yayasan Dana
Sosial al-Falah (YDSF) menjelaskan bahwa sebagiu umat muslim, kita hendaknya
bersyukur saat telah berada pada titik merasa berdosa. Lalu, mengingat Allah
Swt. dan melakukan taubat dengan sungguh-sungguh. Berbahagialah para kaum
muslim yang sebelumnya tidak mengetahuiu ilmunya, lalu saat tahu memilih untuk
bertaubat. Karena seperti itulah yang dilakukan oleh para sahabat sebelum
mengerti Islam di masa jahiliyah, lalu mereka memahami keharamannya, maka
biarlah yang sudah berlalu.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa sebelumnya. Yang penting,
berikutnya kita mendapat bimbingan Rasulullah saw. untuk tidak terpuruk dalam
lubang yang kedua kalinya. Ikutilah perbuatan-perbuatan dosa itu dengan amal
kebajikan. Pesan Allah Swt. sesungguhnya amal kebajikan itu dapat menghapus
keburukan-keburukan.
Disadur dari Majalah Al Falah Edisi Maret 2021 dan
Oktober 2014
Zakat Online YDSF:
Artikel Terkait:
Hukum Lelang dan Jual Beli Wakaf dalam Islam | YDSF
Dampak Maksiat dalam Kehidupan | YDSF
TERTULIS NO PORK BUKAN JAMINAN HALAL | YDSF
Doa Minta Rezeki Halal dan Berlimpah Sesuai Sunnah | YDSF
CARA MENCARI BERKAH (TABARRUK) ALLAH SESUAI SYARIAT ISLAM | YDSF
Perbedaan Zakat, Sedekah, dan Wakaf | YDSF