Belakangan ini
seringkali kita disuguhkan dengan berita-berita tentang pergeseran perilaku,
sopan santun, dan etika. Pelakunya pun beragam. Bahkan orang yang berpendidikan
sekali pun juga ada. Kita sedang darurat akhlak, sehingga perlu untuk kembali
meresapi ajaran Islam dengan baik dan benar.
Seorang gadis
mencibir ibu hamil yang meminta tolong untuk diberi tempat duduk di sebuah
transportasi umum. Gadis itu tidak peduli dan bahkan mencibir. Videonya
viral. Juga video seorang anak yang melemparkan barang-barang ke orang tuanya
karena tidak dibelikan motor.
Kisah lain
terjadi di Jakarta. Seorang putri keraton Yogyakarta dibully dengan sebutan
kampungan. Penyebabnya, sang putri mengucapkan terima kasih kepada petugas
keamanan yang membantunya menyeberang jalan. Di tempat lain, kita sering
mendengar anak-anak melontarkan sumpah serapah ketika sedang main game online.
Miris dan
merisaukan. Dari contoh-contoh di atas, kita bisa tahu apa yang sedang terjadi
di masyarakat. Untuk itu, perlu kiranya kita membangun akhlak untuk
mengatasinya.
Mengapa?
“Karena kita
sedang mengalami darurat akhlak,” jawab Ustadz Marzuki Imron kepada Al Falah.
Menurut pendakwah
yang lebih akrab disapa Ustadz Naruto itu, membangun akhlak bukan lagi hanya
urusan guru agama. Tapi ini urusan kita semua, karena kita dalam keadaan krisis
akhlak.
Lalu bagaimana
menyadarkannya?
Lebih lanjut,
beliau menerangkan setiap orang tua tentu memiliki pengalaman hidup, maka harus
menunjukkan contoh kepada yang muda. Banyak orang hebat, bukan karena
kepintarannya, tapi karena keramahan sikap dan sopan santunnya.
Ceritakan
bagaimana Sahabat Ali bin Abi Thalib berjalan di belakang seorang lansia
Nasrani. Padahal beliau sendiri tergesa–gesa menuju masjid untuk shalat subuh.
Namun, beliau memilih berjalan perlahan di belakang orang yang sudah tua,
karena menjaga sopan santun.
Atau ceritakan
pula bagaimana ulama besar bernama Imam Abu Hanifah yang berjalan jauh sekali
untuk meminta fatwa kepada ulama lain. Padahal beliau adalah ulama pemberi
fatwa nomor satu saat itu. Namun, saat itu sang ibu tidak mau mendengar fatwa
dari Abu Hanifah, dan hanya mau mendengar fatwa dari ulama lain. Maka, beliau
berjalan jauh untuk meminta fatwa dari ulama lain, demi ketaatan dan kecintaan
terhadap Ibunya.
Anak–anak muda
saat ini, akan lebih tergerak kalau kita menceritakan kisah-kisah hebat orang
terdahulu.
Baca juga: Hukum Percaya Pawang Hujan dalam Islam | YDSF
Akhlak Penentu Derajat dalam
Agama
Memiliki akhlak
mulia hendaknya menjadi prioritas yang terus-menerus diupayakan. Seperti
dinyatakan oleh Mahmud al-Mishri dalam bukunya bertajuk Ensiklopedia Akhlak
Muhammad saw., bahwa buku tersebut sengaja mengupas habis akhlak mulia.
Penyebabnya, lantaran saat ini kita hidup dalam realitas krisis akhlak yang
sangat memprihatikan; fenomena menyedihkan yang tak patut untuk disikapi dengan
masa bodoh.
Definisi akhlak
sendiri menurut etimologi, berasal dari al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak
dari al-khuluq, yang maksudnya adalah sebuah karakter atau tabiat dasar
penciptaan manusia. Kata ini
terdiri dari huruf kha-la-qa yang biasa digunakan untuk menghargai sesuatu.
Allah berfirman
dalam Surat Al-Qalam ayat 4, “Dan sesungguhnya engkau
benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”
Dalam ayat
tersebut terkandung tata krama yang sangat tinggi, yang telah ditanamkan Allah
Swt. di dalam jiwa Rasul-Nya, yang tercermin melalui Islam dan ajarannya.
Dalam sebuah
kisah yang disampaikan perawi Imam Junaid r.a., menerangkan bahwa akhlaq
Rasulullah saw. sangat terpuji karena beliau hanya mengedepankan ajaran Allah
Swt. Ulama lain berpendapat, itu disebabkan beliau mempunyai potensi semua budi
pekerti yang baik.
Terkait hal ini,
Fairuzabadi mengatakan, “Komponen utama agama Islam adalah akhlak. Jika
seseorang memiliki akhlak yang lebih baik daripada akhlakmu, berarti dia lebih
tinggi derajatnya daripada dirimu dalam hal agama. Akhlak yang baik berdiri di
atas empat fondasi, yaitu kesabaran, keberanian, keadilan, dan kesucian.”
Leksikografer
yang terkenal dengan karyanya, sebuah kamus bahasa Arab yang komprehensif ini,
juga menyebutkan bahwa keempat fondasi tersebut saling menyeru akhlak.
Sehingga, dapat membawa sang pemilik akhlak untuk menerapkan akhlak mulia
lainnya.
Dengan kesabaran,
misalnya, dapat melatih diri menahan emosi, bersikap waspada dan hati-hati,
serta lemah-lembut dan santun.
Baca juga: Perbedaan Nazhir dan Wakif dalam Wakaf | YDSF
Berakhlak Mulia, Perintah Allah
dan Rasul
Berakhlak mulia
merupakan salah satu perintah Allah. Seperti firman-Nya dalam Al-Baqarah ayat
83, yang artinya, “... Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia,...”
Akhlak mulia
memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Oleh karenanya, kalau kita
ingin melihat dalil-dalil tentang akhlak yang mulia, kita akan menjumpai
dalil-dalil yang sangat banyak. Kita mengenal sebuah ungkapan al-birru husnul
khuluq (kebajikan adalah akhlak yang mulia).
Rasulullah saw.
pun menghendaki umatnya untuk senantiasa berakhlak baik. Dalam sebuah hadits
shahih yang diriwayatkan oleh HR. Muslim dan Ahmad, Rasulullah saw. bersabda,
“Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan budi luhur.”
Nabi bersabda,
“Orang yang paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang
paling baik akhlaqnya.” (HR. At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani
dalam As-Shahihah no. 791)
Begitu pula dalam riwayat lain, Nawwas bin Sam’an r.a., bertanya
kepada Rasulullah tentang kebajikan dan dosa. Beliau menjawab, “Kebajikan
adalah akhlak mulia, sedangkan dosa adalah apa yang amat berbekas serta meresap
dalam hatimu, namun kamu tidak menyukai hal itu diketahui oleh orang lain.”
Rasulullah juga pernah bersabda: “Tiada Suatu Dosa yang
besar disisi Allah selain dari akhlak yang buruk. Sesungguhnya akhlak yang baik
itu benar-benar dapat melebur dosa-dosa, sebagaimana sinar mentari mencairkan
salju. Dan sesungguhnya akhlak yang buruk itu benar-benar merusak amal (baik)
sebagaimana cuka merusak madu.”
Berakhlak mulia mendatangkan manfaat yang luar biasa. Baik
dalam kaitannya dengan habblum minallah maupun hablum minannas. Di antaranya,
menjadi cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah, wujud menaati Rasulullah
saw., menghapus dosa, bukti kesempurnaan iman, dan salah satu cara meraih
ampunan dan cinta Allah.
Selain itu, juga merupakan amalan terbaik, mendapat gelar
hamba terbaik, mudah berinteraksi dengan orang lain, mudah menjalin
persahabatan, hingga dapat mengubah musuh menjadi teman. Masih banyak sederet
manfaat bisa didapat dengan memiliki akhlak mulia.
Semoga, Allah memudahkan setiap ikhtiar kita menjadi
hamba-Nya yang berakhlak mulia. Aamiin.
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Agustus 2022
Wakaf Tunai di YDSF
Artikel Terkait:
JENIS WAKAF DALAM ISLAM MENURUT BWI | YDSF
Mengingatkan Teman Penyuka Sesama Jenis | YDSF
BOLEHKAH UMRAH TAPI BELUM ZAKAT MAAL? | YDSF
Balasan Menolong dan Membantu Orang lain | YDSF
HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM
Zakat pada Barang Investasi | YDSF