Dewasa ini, dunia
teknologi terus mengalami perkembangan yang sangat gesit. Beda satu hari saja,
sudah beda lagi hal baru yang telah dikembangkan atau bahkan ditemukan. Maka
tak ayal bila generasi masa kini menjadi sangat lengket dengan teknologi. Termasuk
dengan gawai yang memfasilitasi mereka untuk bisa melakukan berbagai hal yang diinginkan.
Mulai sekadar mengakses informasi bahkan untuk keperluan belajar dan bekerja.
Sayangnya, teknologi
dapat menjadi pisau bermata dua bila dipegang oleh orang yang salah atau belum
siap secara keilmuan dan psikisnya. Seperti, penggunaan teknologi untuk kalangan
anak-anak hingga remaja. Bila tidak disertai pendampingan dan kebijakan orang
tua yang disiplin disertai penuh kasih, maka penyimpangan mungkin saja terjadi.
Contohnya, anak
yang kencanduan game. Bila ada terindikasi mengarah ke haal tersebut,
maka tindakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua? Cukup melakukan
pencegahan atau perlukah sampai berkonsultasi dengan psikiater? Karena bila sudah
terlanjur kecanduan game, bukan hanya psikisnya yang akan terganggu,
secara fisik juga akan ikut berubah. Orang yang kencaduan, akan rela berada di
depan game tanpa batas waktu yang mengakibatkan mata menjadi mudah lelah
hingga perkembangan fisik yang terlihat tidak bugar.
Tindakan Orang Tua untuk Anak Kecanduan
Game
Bila anak tidak
dipersiapkan dari usia dini dengan hati-hati dan penuh ketelatenan oleh orang
tua dan lingkungannya, bisa berakibat anak pada akhirnya hanya menjadi konsumen
kesenangan dan kebaikan, bukan produsen kesenangan dan kebaikan.
Banyak
sifat-sifat dasar yang diperlukan dalam menjalani hidup. Seperti, kemandirian,
tanggung jawab, dan perjuangan.
Kemandirian
sebaiknya diajarkan orang tua sejak dini. Awal usia anak kurang dari 6 bulan,
melalui istilah call feeding, memberi anak ketika mereka membutuhkan.
Jika orang tua dan lingkungan menambah dengan memberi yang belum mereka
butuhkan, maka tanpa sadar kita sedang mengajarkan kesenangan yang berlebih
kepada anak.
Contohnya memberi
tambahan susu botol di saat anak tidur dan tidak meminta. Atau memberikan
gendongan berlebihan dari yang anak butuhkan. Sentuhan, perhatian, kasih
sayang, dan gendongan secukupnya adalah kebutuhan anak. Tetapi gendongan yang
berlebihan, akan membuat anak kelebihan dosis dalam menikmati kesenangan hidup
pada usianya.
Hal-hal seperti
itu, potensial menjadikan anak sebagai penikmat kesenangan di masa dewasa.
Kelak anak menjadi kurang mandiri dan kurang berjuang dalam hidup. Lebih
mengandalkan menikmati kesenangan saja atau sebagai konsumen dari produksi
orang lain.
Pada usia di atas
6 bulan, kemandirian anak diajarkan dengan memberi peluang agar lebih leluasa
bergerak dan memberi sarana disesuaikan dengan minat anak yang muncul setiap
waktu. Semakin lama semakin beragam. Semakin leluasa anak mengeksplor
sekelilingnya dan belajar secara bertahap sesuai usianya, kelak anak semakin
mandiri.
Demikian juga
dengan pelatihan tanggung jawab sejak dini dan sesuai usia. Mulai dari hal
ringan seperti mengucap terima kasih, setelah makan meletakkan piring di tempat
cuci, dan sekaligus mencucinya bila telah mampu.
Baca juga:
MENDIDIK ANAK KOMUNIKATIF DENGAN ORANG TUA | YDSF
TIPS MENUMBUHKAN TANGGUNG JAWAB ANAK | YDSF
Demikianlah,
awalnya mengerjakan hal mudah. Kalau dikerjakan asisten rumah tangga atau oleh
orang tua, maka berarti tanpa sengaja orang tua dan lingkungan mengajari anak
kurang bertanggung jawab.
Sedangkan untuk
perjuangan pun bisa dilatih. Misalnya, saat anak berusia 4 bulan, anak berjuang
meraih sesuatu di sekelilingnya. Begitupun Ketika belajar merangkak pada
usianya sekitar 7 bulan. Anak masih harus
berusaha trantanan sekitar usia 11 bulan untuk bisa berjalan. Pada tahap
selanjutnya, ia berusaha naik tangga di usia sekitar 15 bulan, demikian
seterusnya. Kalau upaya melatih itu ada yang luput, akan berdampak pada anak
menjelang dewasa dan seterusnya.
Anak yang terus
diberi tanggung jawab, diajak berjuang dan dilatih mandiri, akan bangga jika
mampu melewati kesulitan hidup karena sudah terlatih. Tapi orang tua harus
mengikuti dan mendampingi semua proses tersebut. Jika orang tua sibuk, libatkan
anak di berbagai kegiatan sejak dini. Tujuannya, agar anak memahami bahwa hidup
tidak semata menjadi konsumen kesenangan atau kebaikan dari orang lain.
Ada sebagian
anak, terutama yang sudah menjelang remaja, bermain game dengan niat
kegiatan itu merupakan bagian dari perjuangan mereka. Indikatornya mereka tetap
melaksanakan kewajiban lain dengan seimbang dan kegiatan bermain game-nya
menghasilkan uang. Jika tidak demikian, maka perlu dievaluasi. Jangan sampai
anak Anda bermain game hanya untuk kesenangan. Karena bermainnya hanya
sebagai konsumen kesenangan atau konsumen dari produk orang lain.
Jika pengasuhan
yang kita berikan cukup baik sampai usia tertentu, tetapi di usia berikutnya
kita luput lantaran sibuk atau lain hal, tetap saja kondisi demikian memberi
peluang bagi anak untuk menikmati kesenangan melebihi kebutuhan wajar seseorang
yang hidup di fase usianya.
Jadi upaya
pendampingan sesuai pendidikan dan pelatihan yang akan memberikan rasa tanggung
jawab, kemandirian dan perjuangan di masa dewasa, harus berkesinambungan.
Jika uraian saya
ada yang luput dari anak Anda, maka bisa terjadi anak saudara mempunyai zona
nyaman jika menikmati kesenangan melebihi yang seharusnya.
Jalan keluarnya
adalah mengajak anak secara bertahap dan persuasif untuk menyiapkan kebutuhan
sehari-harinya, sebanyak mungkin secara mandiri. Tentunya dimulai secara
bertahap dan dinaikkan bertahap pula.
Semakin banyak
kegiatan dalam menyiapkan kebutuhannya secara mandiri, insya Allah akan
mengurangi secara bertahap jumlah jam nge-game-nya. Apalagi jika
dilibatkan pula dalam bekerja yang menghasilkan uang. Ini akan memberi anak
pemahaman, bahwa bekerja mencari uang itu juga kewajiban sekaligus akan
merasakan bahwa mendapatkan uang, tidaklah selalu mudah.
Jika saudara
berdua sudah melakukannya tapi belum berhasil, maka silakan konsultasi ke
psikolog atau psikiater. Memang hasilnya perlahan dan butuh waktu, butuh
kesabaran dan ketelatenan. Tapi memang harus diupayakan, agar secara bertahap
anak memahami kewajibannya. Terutama kelak masa dewasanya. Hal ini termasuk
pula dalam menjalankan ibadah.
Selalu sertakan
doa yang khusyuk dari Anda berdua selaku orang tua untuk buah hati. Demikian,
semoga berhasil.
Sumber
Majalah Al Falah Edisi Februari 2023
Artikel Terkait:
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF
Doa Agar Diberikan Hikmah & Masuk Golongan Shalih | YDSF
PIPANISASI AIR DAN PAKET SEMBAKO YDSF UNTUK PENYINTAS GEMPA CIANJUR
Sedekah Atas Nama Orang Tua yang Telah Meninggal | YDSF
Niat Puasa Ayyamul Bidh | YDSF
ZAKAT DARI HASIL GAJI | YDSF
DAKWAH YDSF DI BALI