Mengapa
Rasulullah saw. sangat menganjurkan seorang Muslim bisa berwakaf? Penunaian
wakaf selama ini masih dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif. Hanya dengan
harta kekayaan tertentu baru bisa menunaikannya. Padahal, semakin berkembangnya
zaman, semakin mudah kita bisa menunaikan wakaf.
Wakaf
berarti menahan suatu kepunyaan untuk dipergunakan oleh orang lain atau orang
banyak. Dengan kata lain, wakaf merupakan suatu barang atau obyek tertentu yang
diperikan kepada penjaga wakaf atau nadzhir guna dimanfaatkan dalam kepentingan
umat. Sehingga, tentu penunaian wakaf ini memiliki nilai manfaat dan pahala
yang insya Allah besar. Mengingat, asetnya saja tidak boleh hilang,
diperjualbelikan bahkan dihancurkan. Harus terus ada dan dimanfaatkan dalam
jangka waktu yang lebih lama dibandingkan dengan aset melalui dana zakat,
infaq, dan sedekah.
Amalan
wakaf bukan hanya telah ada sejak zaman Rasulullah saw. Melainkan, telah ada
sejak berdirinya Ka’bah di Makkah. Karena pada saat itu, atas petunjuk Allah
Swt., Nabi Adam a.s. memetakan sebagian dari lokasi rumahnya untuk dibangun
rumah ibadah pertama umat manusia. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah
al-Imran ayat 96,
“Sesungguhnya
rumah (Ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang di
Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”
Sedangkan
ketika zaman Rasulullah saw., terdapat perbedaan pendapat tentang siapa yang
pertama kali menunaikan wakaf. Seperti yang dinarasikan dalam hadits dari Umar
bin Syabar r.a., dari Amr bin Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Kami bertanya tentang
mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan Umar, sedangkan
orang-orang Anshar mengatakan Rasulullah saw.” (Asy-Syaukani:129).
Terlepas
adanya perbedaan pendapat tersebut, Rasulullah saw. dan para sahabat terus
gencar memberikan contoh untuk menunaikan wakaf. Seperti saat tahun ke tiga Hijriah,
Rasulullah saw. mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah. Berikutnya, Umar bin
Khattab r.a. juga mewakafkan tanahnya di Khaibar ketika pertama kali memperoleh
tanah tersebut dan meminta petunjuk Rasulullah saw.
Selanjutnya,
juga ada kisah wakaf yang populer dari Abu Thalhah r.a. yang mewakafkan kebuh
kurma kesayangannya di Bairaha. Bahkan kisah ini menjadi asbabun nuzul surah
Al-Imran ayat 92.
Praktik-praktik
wakaf tersebut terus berkembang hingga masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Umat
Muslim menyadari betul betapa pentingnya wakaf untuk menunjang perkenomoian
umat bahkan memberikan dampak langsung dalam membangun solidaritas sosial.
Baca juga: Program Wakaf YDSF yang Telah Dirasakan Manfaatnya| YDSF
Alasan Kenapa Harus Ada
Wakaf
Begitu
banyak praktik wakaf dicontohkan, memang apa pentingnya Muslim harus berwakaf?
1. Menjadi pahala yang
terus mengalir
Rasulullah
saw. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalnya
kecuali tiga perkara yairu shadaqah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan
anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Menurut
Imam Al-Suyuti, terdapat 10 amal pahalanya terus menerus mengalir, terdapat 10
amal pahalanya terus menerus mengalir. Yaitu, ilmu yang bermanfaat, doa anak
shalih, sedekah jariyah (wakaf), menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang
buahnya bisa dimanfaatkan, mewakafkan buku, kitab atau Al-Qur’an, berjuang dan
membela tanah air, membuat sumur, membuat irigasi, membangun tempat penginapan
bagi para musafir, dan membangun tempat ibadah dan madrasah bagi para murid
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Bahkan dalam
surah Al-Hajj ayat 77, Allah Swt. berfirman bahwa seorang Muslim tidak akan
mencapai kebaikan yang sempurna bila belum menunaikan wakaf. Karena inilah salah
satu amalan yang pahalanya abadi.
2. Membantu perekonomian
umat
Melalui
wakaf, kita tidak hanya sedang menggugurkan sebuah amalan. Namun, juga
berpartisipasi dalam memperbaiki umat.
Para
praktiknya, pengelolaan keuangan di beberapa negara Islam lainnya juga telah
menggunakan wakaf. Seperti, yang telah dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi. Pihak
pemerintah Arab Saudi meneruskan pengelolaan kebun kurma dari wakaf Utsman bin
Affan. Hasilnya, digunakan untuk membiayai anak-anak yatim dan fakir miskin.
Atau dalam
bidang pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Universitas Al Azhar. Mereka
mengembangkan potensi kampus melalui pengelolaan dana wakaf. Melalui dana wakaf
yang terhimpun, dikembangkan menjadi asset produktif. Kemduain, surplusnya
dimanfaatkan untuk memberikan bantuan beasiswa kepada calon mahasiswa dari
keluarga ekonomi lemah.
Contoh lain
yang lebih dekat dengan kita, wakaf perahu yang diinisasi oleh Yayasan Dana
Sosial al-Falah (YDSF). Perahu ini bukan hanya diberikan dalam bentuk wakaf
sosial (karitas). Tetapi dikelola secara produktif. Perahu wakaf tersebut akan
digunakan oleh setiap kelompok untuk melaut. Hasil melautnya kemudian dibagi
menjadi beberapa pos yaitu 70% untuk nelayan, 20% disimpan untuk biaya modal
dan perawatan perahu, dan 10%nya kembali dikelola oleh nadhir.
Melalui
skema seperti itu dapat diketahui bahwa terdapat siklus ekonomi yang dapat
menguatkan umat.
3. Adzab karena menahan
harta
Dalam surah
Al-Baqarah ayat 267, Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman!
Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk
kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya,
Maha Terpuji.”
Kemudahan menunaikan
wakaf kini tidak harus menunggu menjadi kaya terlebih dahulu. Kita bisa memulai
dari harta yang paling dicintai. Meski sederhana, tetapi insya Allah menjadi
ladang pahala terbaik.
Sehingga,
ini bukan lagi menjadi alasan untuk tidak mau menunaikan wakaf. Terlebih ketika
mengetahui betapa pentingnya wakaf dalam memajukan perekonomian umat.
Ikhtiar Solidaritas Kemanusiaan Palestina
Artikel Terkait:
Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat
Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
Mendahulukan
Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan
Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN
WAKAF | YDSF