Islam tak hanya mengatur tentang ibadah saja, namun juga mengatur segala
aspek kehidupan. Termasuk aturan dalam menentukan awal puasa Ramadhan. Islam
memiliki metode tersendiri untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk
melaksanakan puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan menjadi salah satu ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap
muslim. Perintah puasa pun secara jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surah
Al-Baqarah ayat 183,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Jika seorang muslim telah melaksanakan puasa Ramadhan, maka hal itu menjadi
sebuah upaya dalam menyempurnakan keislamannya. Karena puasa termasuk kedalam
rukun islam. Sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
“Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa
tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa
Ramadhan.” (HR. Bukhari
& Muslim)
Begitu mulianya kedudukan puasa Ramadhan, hingga dalam penentuan awal dan
akhir puasa pun diatur dalam Islam. Mayoritas ulama berpendapat bahwa, ada dua
metode dalam menentukan waktu dimulainya puasa Ramadhan, yakni rukyat hilal dan hisab.
Baca juga: Keistimewaan Puasa Ramadhan | YDSF
Rukyat Hilal Ramadhan
Rukyat
hilal merupakan metode menentukan pergantian bulan dengan melihat bulan sabit
yang tampak pertama kali atau bulan sabit muda (hilal) setelah terjadi ijtimak. Hal ini
dilakukan setelah matahari terbenam dengan bantuan teleskop atau pun bila cuaca
sangat mendukung maka bisa dilihat langsung dengan mata telanjang.
Dasar
dari metode ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
”Karena itu, barangsiapa di antara kamu
menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan tersebut.”
(QS. Al Baqarah: 185)
Selain
dalam Al-Qur’an, terdapat riwayat hadits yang menjelaskan tentang rukyat hilal
Ramadhan. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,
“Orang-orang
berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau
berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.” (HR. Abu Daud)
Di
Indonesia sendiri, metode rukyat hilal sering dilakukan untuk menentukan awal
puasa dan akhir puasa Ramadhan. Biasanya pada tanggal 29 Sya’ban sudah mulai
rukyat hilal. Jika hilal sudah terlihat, maka malam itu juga dilaksanakan
shalat sunnah tarawih dan hari esoknya langsung berpuasa. Jika belum, maka hari
lusa baru diperbolehkan puasa. Hal ini, biasanya akan diberi tahu melalui
siaran langsung di media yang tersedia.
Baca juga: MERAIH KEBERHASILAN PUASA | YDSF
Metode Hisab
Hisab adalah metode yang dilakukan dengan menghitung secara matematis dan astronomis untuk
menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender
Hijriyah. Singkatnya,
metode ini digunakan dengan cara menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Dalam
sebuah riwayat hadits, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
”Sesungguhnya kami adalah
umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis)[5] dan tidak pula
mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29)
dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari & Muslim)
Dua metode yang
digunakan dalam menentukan kapan Ramadhan tiba. Keduanya memiliki dalil yang
sama-sama kuat. Sehingga keduanya sejatinya saling melengkapi.
Sebagaimana
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari
bulan Sya’ban, pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan
apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari)
Hal ini diperkuat dengan hadist lain sebagai berikut, “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian
karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal-
itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari,
jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.” (HR. An-Nasa’i)
Featured Image by Pexels
Sedekah Online:
Artikel Terkait:
Tiga Tingkatan Puasa | YDSF
Panduan I’tikaf Ramadhan
HADITS TENTANG PUASA DAPAT MEMBUAT SEHAT | YDSF
NIAT MELAKUKAN QADHA PUASA PENGGANTI RAMADHAN | YDSF
Belajar Membaca Alquran di Masa Rasulullah Saw | YSDF
CARA MENCARI BERKAH (TABARRUK) ALLAH SESUAI SYARIAT ISLAM | YDSF