Untuk dapat melahirkan atau mencetak pemimpin tentu ada
ikhtiar yang perlu dilakukan. Ini tidak hanya berlaku ketika kita akan
membentuk orang lain, tetapi sebenarnya juga bisa diterapkan dalam diri
sendiri.
Sementara orang yakin bahwa leader is born ‘pemimpin
itu dilahirkan’, bukan dididik. Namun, di portal Harvard Business Review
terdapat judul aneh Asking Whether Leaders Are Born or Made Is the Wrong
Question ‘Bertanya apakah pemimpin itu dilahirkan atau dicetak adalah
pertanyaan yang salah.’ Alasannya, karena selama ini orang mengaitkan
sifat-sifat tertentu sejak lahir dengan kepemimpinan. Padahal sifat-sifat yang
dianggap berkaitan dengan kemampuan memimpin itu tidak saling berkaitan secara
pasti dengan kemampuan memimpin.
Masalahnya adalah apa yang disebut dengan kemampuan memimpin
itu dan bagaimana menanamkan kemampuan itu. Menurut Oxford Dictionary,
kemampuan pemimpin yang utama adalah dapat memberi komando dan dapat menarik
pengikut. Kata pemimpin dalam Islam menggunakan kata imam atau amir. Kata amir
dalam Al-Qur’an berulang sebanyak 257 kali. Sedang kata amr sendiri
disebut sebanyak 176 kali dengan berbagai arti, menurut konteks ayatnya. Kata
imam disebut sebanyak tujuh kali dengan makna yang berbeda.
Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut sarat dengan kriteria dan
syarat. Di antara yang terpenting, syarat pemimpin itu adalah yang mampu
bekerja melayani rakyatnya. Pekerja seperti digambarkan oleh Al-Qur’an haruslah
orang yang kuat dan terpercaya (QS. Al-Qashas: 26). Kuat menurut Yusuf
al-Qaradhawi berarti kuat memimpin dan memegang amanah karena Allah.
Sejarah sahabat-sahabat Nabi saw. seperti Khalid bin Walid
dan ‘Amr bin Ash yang diberi jabatan pimpinan (militer) karena kuat. Kuat
bekerja dan mampu menjaga amanah. Sementara sahabat Nabi saw. seperti Hasan bin
Tsabit yang semangat membela Islam, Abu Dzar yang tinggi ilmunya, atau seperti
Abu Hurayrah yang kuat hafalan haditsnya dan pendamping Rasulullah dianggap
tidak masuk kriteria pemimpin. Artinya tidak semua ulama dapat dipercaya
menjadi umara.
Bukan hanya kuat menjaga amanah, seorang pemimpin itu
-menurut Imam Mawardiharus sehat tubuh dan panca inderanya; harus mempunyai
ilmu dan wawasan yang luas agar dapat melakukan ijtihad. Kriteria tersebut
berkaitan dengan tugas utama pemimpin yaitu memelihara agama, menerapkan
hukum-hukum, menjaga keamanan negara, memungut zakat, memperhatikan urusan umat
dan lain sebagainya (al-Ahkam As-Shulthaniyyah).
Baca juga: Tadabbur Al-Qur’an Tanpa Batas Pandang | YDSF
Mencetak Pemimpin Sesuai Anjuran Al-Qur’an
Lalu bagaimanakah kemampuan pemimpin dilahirkan atau
diciptakan. Islam tidak memberi jawaban tunggal. Pertama, pemimpin bisa
dilahirkan dengan doa. Al Quran mengajarkan doa, “Ya Tuhan kami, karuniakanlah
kepada kami, pasangan-pasangan kami dan keturunan kami penyenang hati (qurrata
a’yun), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS.
Al-Furqan 74).
Yang kedua adalah dengan memenuhi kriteria iman dan amal
shalih. Sebab Allah berjanji akan menjadikan pemimpin bagi siapa yang beriman
dan beramal shalih sebagaimana orang terdahulu (QS. An-Nur: 55). Dalam bahasa
sekuler seperti ditulis dalam blog Forbes, “The single most powerful way to
grow as a leader: become truly self-aware.”
Yang ketiga dengan cara-cara melalui syariat. Ternyata
syariat Islam dalam bentuk mu’amalah ma’annas (sosial) maupun ma’allah
(ritual), individual maupun kolektif itu sarat dengan pendidikan kepemimpinan.
Secara social Rasulullah telah bersabda bahwa setiap orang adalah pemimpin.
Laki-laki adalah pemimpin keluarganya; wanita adalah pemimpin rumah suaminya;
seorang hamba adalah pemimpin harta benda tuannya; seorang amir adalah pemimpin
rakyat. Semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.
Demikian pula jika tiga orang yang melakukan perjalanan,
wajiblah memilih seorang pemimpin (HR. Ahmad & Abu Daud). Dalam shalat,
perlu seorang pemimpin (imam). Berarti dalam Islam setiap terdapat sekumpulan
orang diperlukan seorang pemimpin.
Jadi syariat Islam itu merupakan tempat training
kepemimpnan. Jika dilaksanakan dengan baik maka masyarakat Islam akan
terstruktur dengan baik di bawah komando pemimpinpemimpin dari jumlah kecil
hingga bangsa. Jika pemimpinnya baik, maka rakyat akan terjaga akhlaq, kualitas
kerja, loyalitas jamaah dan hal-hal positif lainnya. Sebaliknya, jika imam atau
pemimpin masyarakat Islam itu memenuhi kriteria, tugas dan tanggung jawab
seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan sunah niscaya akan lahir pemimpin yang berkualitas.
Jadi, pemimpin dalam Islam itu bisa ditakdirkan Allah, bisa
dengan kerja keras dan kesadaran individu. Tapi bisa pula dilahirkan
masyarakat. Untuk yang terakhir, Nabi menegaskan, “Bagaimana (kualitas) kalian,
begitulah yang akan menjadi pemimpin kalian.” (HR. al-Daylami dengan lafal kama
takunu yuwalla ‘alaikum).
Artinya pemimpin itu lahir dari orang yang dipimpin atau
rakyat. Secara sosiologis jika rakyat itu shalih, maka pemimpin yang akan
dilahirkan akan shalih. Jika rakyat itu rusak, maka akan lahir pula pemimpin
yang rusak. Hadits ini sejalan dengan firman Allah, “Dan demikianlah kami jadikan
sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebahagian yang
lain disebabkan apa yang mereka usahakan” (QS. Al-An’am: 129). Dalam perspektif
takdir, al-Alusi mengartikan dengan jelas, “Jika rakyat itu zalim maka Allah
akan mengirim pemimpin yang zalim untuk menguasai mereka.”
Zakat di YDSF
Artikel Terkait
BEDA ZAKAT PENGHASILAN DAN ZAKAT MAAL | YDSF
YDSF Buat Warung Sedekah, Siapapun Bisa Mampir Makan Gratis
PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF
Dahsyatnya Makna Kata “Insya Allah” | YDSF
BAYAR ZAKAT UNTUK ORANG YANG MENINGGAL | YDSF
Bolehkah Zakat Maal dalam Bentuk Barang? | YDSF
6 AMALAN PEMBUKA REZEKI | YDSF
Panen Raya Porang bersama Wakil Bupati Madiun