Kaum Yahudi berkepentingan memperkenalkan kosher foods kepada umat Islam. Ujung-ujungnya soal bisnis. Dengan banyaknya orang Islam yang karena ketidaktahuannya menganggap kosher foods sama dengan halal foods, maka kebutuhan kosher foods meningkat, sehingga meningkatkan nilai tawar sertifikasi kosher yang mereka lakukan terhadap industri-industri makanan. Semakin banyak industri makanan yang mengurus sertifikat kosher, akan memberikan masukan bagi para rahib.
Halal dan kosher dua istilah yang sering dianggap ada kemiripan. Demikan pula antara haram dan treifah. Halal dan haram adalah dua istilah yang terdapat dalam agama Islam, sedangkan kosher dan treifah, istilah yang terdapat dalam agama Yahudi.
Kosher (bahasa Inggris) berasal dari kata kashrut atau kashruth (bahasa Ibrani) adalah istilah dalam hukum tentang makanan di agama Yahudi. Artinya layak atau boleh. Makanan kosher atau kosher foods artinya makanan yang layak dikonsumsi menurut agama Yahudi. Kebalikan dari khosher adalah treifah atau treif artinya makanan yang tidak sesuai menurut hukum agama Yahudi.
Dilihat dari definisi seperti itu memang terkesan ada kemiripan antara halal dan kosher. Halal apabila dikaitkan dengan makanan artinya boleh dikonsumsi. Sebaliknya kosher tidak boleh dikonsumsi. Karena ada kemiripan seperti itu, ada yang menganggap sama antara halal dan kosher, sehingga ketika ada produk yang bersertifikat kosher sudah dianggap sama dengan halal, dan orang Islam sudah merasa aman dengan sertifikat kosher.
Contoh kekeliruan presepsi seperti ini dapat dilihat misalnya dalam kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols dan Hassan Shadily terbitan PT Gramedia cetakan 1992 hal 344. Mengartikan kata kosher dengan halal, kosher meat diartikan dengan daging yang halal.
Memang antara konsep halal dan kosher, demikian pula antara haram dan treifah ada kemiripan. Misalnya daging babi termasuk sesuatu yang dihukumi sebagai treifah atau tidak boleh dikonsumsi menurut agama Yahudi. Selain itu, yang termasuk dinyatakan treifah adalah jenis kerang dan udang dan daging yang dicampur susu. Dalam hal ini tentu berbeda dengan konsep halal haram dalam agama Islam.
Contoh perbedaan yang lain, kaum Yahudi mengganggap wine atau anggur sebagai minuman yang boleh dikonsumsi, artinya memenuhi kriteria kosher. Selain itu, semua jenis gelatin dan semua jenis keju memenuhi kriteria kosher food, tanpa memerhatikan sumber dan cara pembuatannya.
Dalam ajaran Islam minuman anggur atau wine adalah jenis minuman keras, haram dikonsumsi. Kemudian dalam kasus gelatin dan keju, halal haramnya tergantung proses pengolahan dan sumber bahan bakunya. Gelatin yang diperoleh dari kulit atau tulang babi jelas haram. Demikian pula, gelatin yang diperoleh dari kulit atau tulang hewan halal yang tidak disembelih dengan cara yang benar menurut syari’at Islam, hukumnya haram. Hal serupa dalam kasus keju, halal dan haramnya sangat ditentukan pada proses pembuatannya. Keju yang dibuat dengan menggunakan pepsin dari babi jelas haramnya. Keju yang diproses dengan rennet dari sapi yang tidak disembelih dengan cara halal, juga haram.
Sebaliknya ada beberapa makanan yang termasuk halal food, tapi tidak boleh dikonsumsi menurut agama Yahudi, artinya termasuk kategori treifah. Contoh yang sudah disebutkan yaitu jenis udang dan campuran daging dan susu. Dalam Islam, campuran daging dan susu hukumnya halal jika dagingnya hewan halal dan disembelih dengan cara halal pula. Namun dalam Yahudi mutlak semua dihukumi treifah. Contoh lain yang termasuk kategori treifah adalah daging kelinci, daging ikan yang tidak bersisik atau ikan yang tidak bersirip, dan bagian potongan dari daging tertentu.
Sudah lama kalangan Rabbi Yahudi mengembangkan sertifikasi kosher, bahkan jauh sebelum berkembang sertifikasi halal. Hal itu dilakukan untuk menjamin tersedianya makanan yang memenuhi kriteria kosher. Saat ini penganut Yahudi yang tinggal di Amerika pun masih kental dengan penggunaan makanan yang telah bersertifikat kosher. Biasanya diberi tanda hechsher yang dilambangkan dengan huruf U dalam lingkaran. Ada juga yang menggunakan kode K.
Saat ini, ketika masyarakat muslim dunia mengembangkan sertifikasi halal untuk menjamin ketersediaan makanan yang halal, kalangan Yahudi ada yang dengan sengaja memperkenalkan makanan kosher kepada umat Islam dengan menciptakan kesan seolah-olah kosher sama dengan halal. Banyak kaum muslimin yang terkecoh, hal ini tampak dari fakta bahwa kebutuhan kosher foods di Amerika Serikat melebihi jumlah pemeluk Yahudi. Artinya ada orang yang bukan Yahudi yang mengkonsumsi kosher foods.
Memang dalam al-Qur’an disampaikan dalam QS. al-Ma’idah ayat 5 sebagai berikut:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan Ahli Kitab itu halal bagimu dan makananmu halal bagi mereka.
Maksud ayat tersebut adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibn Katsir yaitu halalnya sembelihan Ahli Kitab seperti pendapat Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Atha’, al-Hasan, Makhul, Ibrahim al-Nakha'i, al-Suddi, dan Muqatil ibnu Hayyan. Kehalalan sembelihan ahli kitab adalah karena mereka tidak membolehkan sembelihan atas nama selain Allah (tafsir Ibnu Katsir terbitan Dar-Thaibah, Juz 3 hlm.40). Maka dengan demikian, tentu konteksnya tidak relevan dengan kasus kosher foods saat ini. ***
Naskah: H. Ainul Yaqin, M.Si. Apt.
Sumber Majalah Al Falah Edisi April 2019
Editor: Nara
Baca juga
WANITA YANG KEMATIANNYA DISAMBUT PARA MALAIKAT
UMMAT ISLAM, UMAT YANG TERBAIK
12 Tips Menjadi Keluarga Sakinah
Orang-Orang Yang Didoakan Malaikat