Melahirkan Imam Al-Ghazali Milenial dengan Bantuan Pendidikan | YDSF

Melahirkan Imam Al-Ghazali Milenial dengan Bantuan Pendidikan | YDSF

12 Juli 2020

Pendidikan dalam Islam tidak hanya penting, tapi juga wajib. Terutama yang berkaitan dengan amaliah sehari-hari. Seperti cara wudu, salat, atau membaca Al-Qur’an. Muslim yang sengaja tidak memerhatikan pendidikan, berarti dia mengabaikan kewajiban.

Rasulullah saw. bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Imam al-Baihaqi)

Menurut Imam al-Baidhawi sebagaimana dikutip Syaikh al-Mubarakfuri dalam kitabnya, Mir’ah al-Mafatih, bahwa ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu pengetahuan yang memang tidak mungkin terlepas dari orang Islam.

Dengan kata lain, orang Islam harus mengetahui hal tersebut. Contohnya, seperti mengetahui Sang Pencipta, mengetahui kenabian Nabi Muhammad, hingga cara salat. Mempelajari semua ini adalah fardhu ‘ain (kewajiban untuk setiap individu).

Jika kita membaca hadist lain, maka mencari ilmu tidak hanya terbatas pada ilmu ibadah saja. Akan tetapi, juga mecankup pada ilmu keduniaan yang kita butuhkan. Misalnya, ilmu administrasi, ilmu komputer, dan ilmu-ilmu yang lain.

Sebab, Rasulullah juga menyuruh para sahabatnya untuk belajar tulis-menulis. Sebagaimana dalam Sahih Bukhari, Rasulullah pernah menyuruh sahabat Zaid bin Tsabit untuk belajar tulisan orang-orang Yahudi. Sahabat Zaid pun belajar dengan tekun.

Ketika Rasulullah saw. mendapat kiriman tulisan dari orang-orang Yahudi, maka Zaid bin Tsabit yang membacakannya. Atau beliau ingin mengirim surat kepada orang-orang Yahudi, maka Zaid bin Tsabit yang menuliskannya.

Selain itu, ketika perang Badar selesai dan umat Islam menang, Rasulullah melepaskan para tawanan. Tapi, dengan syarat membayar tebusan. Jika mereka tidak memiliki uang, maka bisa mengajari anak-anak Madinah untuk menulis. Setiap orang mendapat tanggung jawab sepuluh anak. Ketika anak-anak Madinah itu bisa menulis, maka hal itu menjadi tebusannya.

Cerita-cerita di atas, menggambarkan betapa pentingnya sebuah ilmu pengetahuan. Juga, betapa pentingnya memerhatikan pendidikan. Kita tidak hanya wajib mencari ilmu untuk diri sendiri, tapi juga wajib menyiapkan pendidikan untuk generasi-generasi selanjutnya.

Menyiapkan pendidikan tidak harus memiliki yayasan sendiri atau sekolah sendiri. Kita membantu instansi-instansi pendidikan pun juga bisa termasuk orang-orang yang memerhatikan pendidikan. Misalnya, dengan mengajar di dalamnya, membantu finansialnya, dan seterusnya.

Tentu, hal demikian adalah salah satu cara menjadi mukmin terbaik dan mukmin yang dicintai oleh Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam sebuah petikan hadist,

المومِنُ الَقَوِىُ خَيرٌ وَأحَبّ إلَى اللهِ مَنَ المومِنِ الضًّعِيفِ

“Orang mukmin kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah…” (HR. Imam Muslim)

Imam Qadi Iyad menjelaskan dalam kitabnya, Ikmâl al-Mu’allim Syarah Sahîh Muslim, bahwa “mukmin yang kuat” itu bisa diartikan dengan tiga hal.

Pertama, kuatnya badan. Buah dari kekuatan badan ini, seorang mukmin kuat beribadah. Seperti melakukan salat sebanyak-banyaknya, berpuasa setiap hari, dan seterusnya.

Kedua, kuatnya mental. Dengan demikian, orang mukmin tersebut akan berani berperang di jalan Allah. Berani melakukan amar makruf nahi munkar. Berani juga menghadapi kesulitan-kesulitan.

Ketiga, kuat dalam finansial. Orang yang tipe ini akan banyak menafkahkan hartanya di jalan Allah. Misalnya, menyumbang ke masjid atau meringankan kebutuhan pendidikan.

Selain itu, membantu kebutuhan pendidikan juga merupakan amal jariyah. Amal yang pahalanya terus mengalir walaupun kita sudah mati. Kok bisa? Misalnya, kita memberikan makanan pada seorang siswa. Siswa itu kuat belajar gara-gara makanan kita.

Dengan demikian, makanan yang kita sumbangkan tersebut sangat berperan dalam mendapatkan ilmu. Maka, selagi ilmu itu diamalkan atau bahkan diajarkan kepada generasi selanjutnya, kita akan mendapatkan pahala.

Mengenai perhatian dan bantuan pada pendidikan ini, ada sebuah kisah yang perlu kita renungi. Yaitu kisah Imam Al-Ghazali. Salah satu ulama besar dalam Islam. Memiliki banyak karya. Karya beliau yang paling terkenal adalah Kitab Ihya’ Ulumiddin.

Ternyata, di masa kecil Imam Ghazali adalah anak yatim. Ayahnya meninggal saat dia masih kecil. Selanjutnya, Imam al-Ghazali dan saudaranya belajar di sebuah Madrasah. Di Madrasah itu tidak hanya mendapat pelajaran, tapi juga makanan gratis untuk melanjutkan hidup.

Siapa sangka, Imam Al-Ghazali yang yatim kemudian menjadi ulama besar sepanjang zaman. Masih belum ada tandingannya sampai sekarang.

Maka, bantuan yang kita sisihkan untuk pendidikan sangat berharga untuk mereka yang membutuhkan. Bahkan bisa jadi, bantuan itu bisa melahirkan Imam Al-Ghazali milenial di masa depan. Melahirkan orang-orang yang akan memperjuangkan Islam.

 

Oleh: Saifuddin Syadiri (Juara I Lomba Artikel Milad 33 YDSF)

 

Bayar Qurban Online:

 

 

Baca juga:

Harga Qurban Domba YDSF

Harga Qurban Sapi YDSF

Qurban untuk Orang Meninggal | YDSF

Hukum dan Dalil Qurban dalam Islam | YDSF

Ringkasan Fiqih Qurban | YDSF

HUKUM BAYAR AQIQAH UNTUK DIRI SENDIRI | YDSF

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: