Salim A. Fillah adalah seorang penulis buku islami dari Yogyakarta. Lahir di Yogyakarta, 21 Maret 1984. Namanya mulai dikenal luas setelah menerbitkan buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan (2003). Selain penulis buku, Salim A. Fillah juga merupakan aktifis Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Bagaimana Konsep Patriotisme dalam Islam?
Salah satu syiar orang mukmin adalah Ihdal Husnayain, artinya meraih salah satu dari dua kebaikan. Yaitu memenangkan agama Allah, meninggikan kalimat Allah, atau gugur sebagai syahid dalam mempertahankan keimanan dan agama kita.
Allah berfirman dalam Surah at-Taubah ayat 52:
قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلَّا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ ۖ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا ۖ فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ مُتَرَبِّصُونَ
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan azab kepadamu dari sisi-Nya, atau (azab) melalui tangan kami. Maka tunggulah, sesungguhnya kami menunggu (pula) bersamamu.”
Semangat jihad inilah yang dipegang oleh kaum muslimin. Sejarah banyak mencatat kisah-kisah kepahlawanan dalam Islam. Di antaranya adalah Panglima Perang Khalid bin Walid ra.
Suatu ketika dalam sebuah peperangan, orang kafir berkata kepada Khalid: “Wahai Khalid, pulanglah! Pasukanmu lebih sedikit, kami memiliki pasukan lebih banyak, dan kami memiliki pasukan yang berani mati. Pulanglah kamu! Daripada kamu sia-siakan nyawa pasukanmu”.
Gertakan ini dijawab Khalid: “Lebih baik kalian yang pulang. Kami memiliki pasukan rindu kematian, seperti kalian merindukan khamer di waktu musim dingin.”
Begitulah sifat pasukan Rasulullah. Mereka tidak hanya berani mati tetapi rindu kematian. Karena dalam Islam orang yang mati syahid mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah.
Salah satu cabang patriotisme dalam Islam adalah mencegah kemungkaran. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: Dari Abu Sa’id Al Khudri ra:
“‘Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya, dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
Dari hadits itu kita diperintahkan untuk mengubah atau mencegah kemungkaran semaksimal yang kita bisa.
Pertama dengan tangan, para ulama menafsirkan ‘tangan’ dengan ‘kekuasaan’, artinya jika kita punya kekuasaan untuk mengubah kemungkaran, maka ubahlah!
Kedua, dengan lisan, dengan nasihat dan perkataan yang baik.
Ketiga dengan hati, minimal kita tidak setuju dengan kemungkaran. Dan yang terakhir ini pertanda selemah-lemahnya iman.
Pahlawan Pembela Keluarga, Harta, dan Tanah Air
Konsep patriotisme dalam Islam adalah kepahlawanan dalam mendharmabaktikan segala hidup kita untuk Allah. Tidak hanya orang yang mati syahid dalam perang yang disebut pahlawan. Tetapi semua yang dilakukan di jalan Allah dan untuk mencari ridho Allah juga disebut pahlawan.
Diriwayatkan, pada suatu saat Rasulullah baru tiba dari perang Tabuk, peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar. Lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya. Karena itulah tangan saya kasar.”
Rasulullah adalah manusia paling mulia. Tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.”
Cerita itu menunjukkan bahwa jihad tidak terbatas berperang membela agama, tetapi mencari nafkah juga disebut jihad. Mempertahankan harta benda juga termasuk jihad.
Sebagaimana hadits Rasulullah:“Barang siapa yang berperang mempertahankan hartanya kemudian terbunuh, maka ia adalah syahid, barang siapa yang berperang mempertahankan darahnya maka ia adalah syahid, dan barang siapa yg berperang mempertahankan keluarganya maka ia adalah syahid. (HR AnNasai)
Rasulullah menyebut syahid orang yang membela keluarganya, hartanya, tanah airnya juga bangsanya dengan niat karena Allah.
Sebagai orang Indonesia, hendaknya kita menyadari sepenuhnya bahwa perjuangan para pahlawan didasari atas kalimat Takbir. Bung Tomo membakar semangat Arek-Arek Suroboyo dengan gelegar suara Takbir. Sebelum terjadi Peristiwa 10 November 1945 atau “Battle of Surabaya”, Bung Tomo berorasi membangkitkan semangat Arek-Arek Suroboyo.
Bung Tomo mengakhiri pidatonya dengan pekik takbir tiga kali: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!
Dengan izin Allah, pertempuran 10 November 1945 tersebut dimenangkan oleh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 para pendahalu kita juga menyadari bahwa kemerdekaan ini adalah karunia dari Allah. Dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-3 disebutkan “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, ...”
Inilah konsep kepahlawanan kita. Membela sesuatu yang layak dibela. Untuk Allah dan di jalan Allah.
Wawancara Eksklusif dengan Ustadz Salim A Fillah
(Habibi)
Baca Juga:
Karakteristik Para Hamba Yang Dicintai Allah | Ydsf
Tingkatkan Semangat dan Nilai Berqurban | YDSF
Makna Qurban dalam Islam | YDSF
Bahagia dengan Gemar Berbagi | YDSF
Hikmah Pendidikan Dibalik Keyatiman Rasulullah | YDSF
Keutamaan Menyantuni Anak Yatim | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Menyambung Silahturahmi yang Terputus | YDSF
Membangun Kebersamaan dengan Silaturrahim | YDSF