Kisah Perjalanan Hidup Pahlawan Nasional, AR. Baswedan | YDSF

Kisah Perjalanan Hidup Pahlawan Nasional, AR. Baswedan | YDSF

23 Agustus 2019

 

Gegap gempita pemilihan gubernur (pilgub) DKI usai. Jakarta akhirnya memiliki pemimpin baru. Sang Gubernur baru Jakarta kini telah sah memimpin Ibu kota. Nama Anies mengingatkan kita kepada sang kakek, AR. Baswedan, Abdurrahman Rasyid Baswedan.

Siapa  AR  Baswedan?  Sejarah  mencatat, beliau adalah diplomat terbaik dan Menteri Muda Penerangan RI 1946-1947 yang sangat sederhana yang pernah dimiliki negeri ini.

Surat pengakuan kedaulatan pertama. Bahwa  negeri  ini,  Indonesia  tak  lagi  sendiri. Setelah  berhasil  pada  misi  diplomatik  pertama, Baswedan  tetap  mengabdi  pada  bangsa  ini, dan kelak 1955 menjadi anggota Parlemen dan Badan Konstituante.

Pulang dari Mesir, Menteri  Muda Penerangan ini mendapat musibah. Istrinya meninggal dunia, Juli 1948. Ia pun harus mengurus anak-anaknya sendiri. Untuk menghibur hatinya, anak-anaknya yang berada di Solo diboyong ke Ibukota dan tinggal  di  kantor  Administrasi  RI  di  Jalan  Wilis, kotabaru, Yogyakarta.

Baswedan  sendiri  dipinjami  rumah  oleh seorang  pengusaha  bernama  Haji  Bilal  dan tinggal  di  Taman  Yuwono  Yogyakarta.  Namun, kondisi Yogyakarta justru makin panas, hingga dilancarkannya  Agresi  Militer  Belanda  II Desember 1948.

Pada 19 Desember 1948 kira-kira pukul 03.00-04.00 terdengar suara pesawat terbang. Pak Natsir saat itu tidak jadi ikut Presiden ke India karena jatuh di kamar mandi dan mengalami gegar otak ringan. Setelah pukul 04.00 terdengar suara  kapal  terbang,  pagi  harinya  Bandara Maguwo dibom oleh Belanda.

Dalam waktu yang cepat, Belanda masuk ke Yogyakarta.  Saat  itu  di  Gedung  Negara  sedang diadakan  sidang,  Baswedan  berada  juga  di tempat  itu.  Kepala  Staf  Angkatan  Perang  T.B. Simatupang kemudian datang dengan buru-buru dan  merencanakan  gerilya.  Baswedan  sendiri saat itu bergegas menuju ke RRI untuk siaran kepada pemerintah darurat RI yang berada di Sumatera yang dipimpin oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara.

RRI waktu itu dengan gedungnya yang kecil, berada di sebelah timur Bank Indonesia. Tetapi, gedung itu selalu dibayangi oleh kapal perang Belanda. A.R Baswedan minta agar pengumuman segera dibacakan oleh penyiarnya.

Dari  RRI,  Baswedan  pulang  ke  Jalan  Wilis, tetapi di sepanjang jalan ia terhalang akibat adanya pengeboman. Sesampai di kediamannya, tentara Belanda masuk ke rumahnya. Saat  itu  kekuatan  Belanda  yang  lengkap dengan tank disiapkan di lapangan SMA III Kotabaru, Yogyakarta. Suatu kesalahan yang terlupakan karena papan nama RRI tak diturunkan sehingga dengan mudah diketahui Belanda dan menjadi sasaran penyerbuan.

Pasukan  Belanda  yang  masuk  ke  rumahnya adalah orang Ambon dan Timor. Rupanya mereka kasihan  melihat  anak-anak  A.R. Baswedan  yang banyak dan masih kecil-kecil. Hanya lemari bukunya yang diobrak-abrik. Rumahnya di Jalan Wilis,  Kotabaru,  tidak  aman  karena  sewaktu-waktu dapat menjadi sasaran pasukan Belanda.

Karena  itu,  Baswedan  menghubungi  Moh Natsir, yang menyuruhnya agar menumpang pada kemenakan Natsir (pegawai PLN) di Jalan Jetis. Rumah itu kecil dan hanya bisa digunakan satu  kamar  sehingga  dipergunakan  untuk  tidur satu keluarga.

Tuhan menolong hidupnya karena saat itu kemenakan Moh. Natsir mengurusi koperasi PLN, antara lain punya persediaan beberapa karung  teh.  Baswedan  pergi  tiap  hari  mencari pembeli pukul 06.00-10.00. Setelah jam itu, keadaan kota sangat sepi, tidak ada orang yang berjalan, sedangkan di setiap perempatan jalan Belanda menempatkan senapan mesin.

Bahkan,  setelah  pukul  11.00,  tak  ada  orang yang berjalan sama sekali karena jika ada orang yang berjalan mulai waktu itu dituduh mata-mata Belanda. Dari hasil penjualan pakaian dan bungkusan  teh  setiap  hari,  Baswedan  dapat nafkah untuk keluarganya.

Pengalaman itu bagi anak-anaknya merupakan suatu hal yang amat menggembirakan. Karena pada saat itu PMI memesan satu karung teh pada Baswedan yang dibawanya dengan gerobak dan didorongnya sendiri ke kantor PMI. Hasil penjualan teh itu dapat dipergunakan untuk mencukupi makan anak-anaknya setiap hari.

“Walaupun pernah menjabat Menteri Muda Penerangan Republik Indonesia dan bahkan menjadi delegasi di Kairo untuk memperoleh dukungan untuk negara kita yang sukses itu  A.R.Baswedan  masih  harus  menjalani penderitaan  lahir  dan  batin,”  dalam  buku biografi AR Baswedan Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaan (tulisan Suratmin & Didi Kwartanada, penerbit Gramedia).

Sampai  akhir  hayatnya,  AR.  Baswedan tinggal  menumpang  di  Yogyakarta.  Adapun mobil yang dimilikinya merupakan hadiah dari sahabatnya yang Wakil Presiden RI, Adam Malik. Keyakinannya itu, ia menjadi seorang yang tabah, tangguh, dan tak mudah tergoyahkan, ia tetap optimis  akan  keberhasilan  cita-citanya.  Semoga Gubernur  Baru  Jakarta  mewarisi  perjuangan kakeknya.

 

Oleh: Rizki Lesus
Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)

Baca Juga:

Karakteristik Para Hamba Yang Dicintai Allah  | Ydsf

Tingkatkan Semangat dan Nilai Berqurban | YDSF

Makna Qurban dalam Islam | YDSF

Bahagia dengan Gemar Berbagi | YDSF

Hikmah Pendidikan Dibalik Keyatiman Rasulullah | YDSF

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim | YDSF

Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF

Menyambung Silahturahmi yang Terputus | YDSF

Membangun Kebersamaan dengan Silaturrahim | YDSF

 

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: