Kisah Agnostik Menjadi Mualaf, Dari Duniawi Menuju Ukhrawi | YDSF

Kisah Agnostik Menjadi Mualaf, Dari Duniawi Menuju Ukhrawi | YDSF

7 September 2023

Namaku Linda Susilowati, lahir di Bima, 1 Mei 1972. Ketertarikanku pada Islam bermula dari kakak-kakaku yang lebih dulu jadi muallaf. Hijrahku menuju Islam bukan sekadar ikut-ikutan, namun aku lebih dulu mempelajari dan banyak cari tahu. Bahkan aku membandingkan, membuktikan secara langsung, dan menentukan lewat proses berpikir, hingga akhirnya meyakini bahwa Islam adalah jalan terbaik, menuju kebenaran. Maklum, aku dulunya orang yang skeptis dan kritis terhadap agama.

Aku mengagumi kecerdasan kakak-kakaku yang semuanya perempuan. Dari merekalah aku mengenal Islam. Bahkan adikku laki-laki yang dulunya raja dugem, karena suka pergi ke diskotik, mendadak berubah total menjadi religius setelah mendalami ajaran Islam dari kakakku. Setelah adikku, barulah aku menjadi muallaf pada 2003. Sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara, aku urutan ke enam yang masuk Islam. Jika ditarik mundur ke belakang, bukan lewat seorang ustad atau kiai, kakakku berkenalan dengan Islam, melainkan melalui kuli panggul yang bekerja pada papaku dulu. Kakaku sering berdiskusi dengannya, yang pengetahuan Islamnya cukup baik, hingga bisa membuat kakakku tertarik masuk Islam.

Orang tuaku membebaskan anak-anaknya untuk mempelajari banyak hal. Apalagi mama, yang begitu membebaskan anaknya membaca buku apa saja. Mama menginginkan anak-anaknya sekolah tinggi agar menjadi orang pintar. Kalau papaku dulunya seorang guru di sekolah Tionghoa, yang kini lenyap terkena penghapusan. Papaku jadi banting setir menjadi seorang pedagang, dan sejak saat itu yang dipikirkan papaku hanya mencari uang.

Papaku bisa dibilang dulunya seorang Komunis, karena tidak percaya pada hal-hal yang tidak terlihat. Bagi papaku, agama bisa diganti-ganti di KTP, hanya untuk memperlancar urusan administrasi, akupun dulunya juga begitu, di KTP agamaku bisa berganti-ganti sesuka hati.

Namun Alhamdulillah, di ujung usianya sebelum meninggal, papaku telah bersyahadat. Begitu juga aku, yang akhirnya bisa ikut bersyahadat.

Banyak pertentangan kudapati dari sahabatsahabatku yang non muslim. Mereka bahkan ada yang tidak lagi mau bersahabat denganku karena aku masuk Islam. Ada juga yang bilang bahwa aku akan sulit mendapat jodoh, karena aku Tionghoa muslim adalah kalangan minoritas. Aku tidak begitu saja mengiyakan pernyataan itu, karena aku melihat kenyataan, bahwa agama tidak menjadi penyebab susahnya orang menemukan jodoh.

Aku yang masih single banyak didekati pria non muslim, dan menolaknya karena jelas aku mencari yang seiman. Menemukan yang seiman pun perilakunya kurang baik. Aku anggap itu semua sebuah ujian. Aku tak terlalu mengkhawatirkan usiaku yang sudah tak lagi muda namun belum menikah. Aku meyakini bahwa semua akan terjadi tepat pada waktunya.

Aku hanya kembali pada tujuan awal hidupku, yakni mencari jalanku kembali ke Tuhan. Setelah aku menemukan Islam, akupun tidak lagi memikirkan dunia, tapi lebih fokus untuk akhirat. Jangan sampai keimanan terkalahkan dengan duniawi. Materi bukanlah tujuanku utamaku. Bukan pria kaya yang menjadikanku nyonya besar dan bergelimang harta yang aku cari. Aku hanya menantikan imam yang mampu menuntunku menghadap Allah, mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan di dunia. Aku berharap, tidak lagi ada perbedaan. Jika sudah Islam, tanggalkan suku atau rasmu, fokuskan hanya Islam, tanpa memandang latar belakang adat budaya.

 

Rubrik Mualaf Majalah Al Falah Edisi Oktober 2015

 

Wujudkan Wakaf Perahu Berikutnya


 

Artikel Terkait:

PERBEDAAN ZAKAT PROFESI DAN ZAKAT PERTANIAN | YDSF
Keutamaan Puasa Senin Kamis | YDSF
ZAKAT DALAM ISLAM | YDSF
Tips Mendidik Anak Berkarakter | YDSF
ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK | YDSF
Peresmian Pesantren Wakaf Ihya Ul Qur’an Wosossalam, Jombang
APA ITU WAKAF? PENGERTIAN, DALIL, DAN HUKUM WAKAF | YDSF

 

Belanja Bersama Yatim


Tags: agnostik mualaf, mualaf jadi agnostik, mualaf, ydsf

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: