Puasa Arafah
merupakan salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan (sunah muakad) untuk
dapat ditunaikan saat bulan Dzulhijjah tiba. Puasa ini dilakukan tepat pada 9
Arafah. Bertepatan dengan waktu yang sangat mulia, yakni datangnya penghapusan
dosa dan pembebasan siksa neraka.
Bulan Dzulhijjah termasuk
dalam empat bulan haram yang dimiliki oleh umat Muslim. Sehingga pada bulan ini
sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, baik wajib maupun sunah. Serta
menghindari terjadinya peperangan, kecuali bila mereka menghalangi ibadah umat Muslim
seperti melarang penunaian haji.
Sebagaimana
Rasulullah saw. bersabda, ”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak
Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di
antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu
Dzulqadah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang
terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain puasa
Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah saja, sebenarnya juga dianjurkan untuk berpuasa
pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Seperti pendapat yang disampaikan
oleh Ibnu Muflih dalam Al Furu’, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10
hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu
hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Pendapat tersebut
selaras dengan hadits riwayat Ibnu ‘Abbas r.a. dalam Sunan At-Tirmidzi, yang artinya,
“Rasulullah saw. bersabda, “Tiada ada hari lain yang disukai Allah Swt.
untuk diisi dengan ibadah sebagaimana (kesukaan-Nya) pada sepuluh hari ini.””
Namun, tetap
tidak mengapa bila seseorang hanya mampu menunaikan ibadah puasa pada 9
Dzulhijjah. Mengingat betapa pentingnya hari tersebut bagi orang yang sedang
menunaikan haji. Karena bertepatan dengan wukuf di Arafah.
Oleh karenanya, bagi seseorang yang tidak sedang menunaikan haji sangat dianjurkan untuk mau dan mampu menunaikan puasa Arafah. Terlebih dalam hadits yang berasal dari Abu Qotadah, Rasulullah saw. bersabda, “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
Baca juga: Keutamaan Puasa Senin Kamis | YDSF
Jadi, orang yang
sedang menunaikan ibadah haji, cukup menunaikan wukufnya saja di Arafah.
Sedangkan, orang yang tidak sedang menunaikan haji alangkah lebih baik bila menunaikan
ibadah puasa Arafah.
Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan dari Maimunah
r.a., ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Rasulullah saw.
berpuasa pada hari Arafah. Lalu,Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah
(berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan
orang-orang pun menyaksikannya.
Lalu, dosa-dosa seperti apa yang
mendapatkan pengampunan Allah usai menunaikan puasa Arafah?
Para ulama
berselisih pendapat terkait hal ini. Imam Nawawi berpendapat dalam Syarh Shahih
Muslim, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan.
Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” Sedangkan Ibnu Taimiyah berpendapat
karena hadits tersebut bersifat umum maka bukan hanya dosa kecil yang diampuni,
dosa besar juga bisa.
Namun, bukan
berarti setelah mengetahui keutamaan puasa Arafah dapat membantu menghapuskan
dosa, kita lalu lengah dan semaunya sendiri. Kembali ke rutinitas tanpa ada
pembenahan diri. Sehingga siklus khilaf dan dosa terus berulang. Memang, Allah Maha
Pengampun. Tetapi sebagai seorang muslim yang baik, juga sangat dianjurkan
untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh. Menahan diri dari hawa nafsu dan segala
hal yang dapat menjerumuskan kembali ke dosa-dosa yang sama maupun yang baru.
Bila puasa Arafah
jatuh di hari Senin atau Kamis, yang mana mungkin bebarengan dengan kebiasaan
untuk menunaikan puasa sunah Senin-Kamis, maka tidak mengapa untuk menunaikan
bersamaan. Niatnya pun bisa disebutkan keduanya, puasa Arafah dan puasa sunah
Senin/Kamis. Hal ini diperbolehkan karena keduanya memiliki kedudukan yang setara.
Yaitu, sama-sama puasa sunah. Sebagaimana pendapat dari Ustadz Zainuddin MZ,
Lc., MA, Dewan Syariah YDSF, bahwa tidak mengapa membarengkan penunaian dua
puasa sunah. (berbagai sumber)
Kejar Berkah, Istiqamah Sedekah
Artikel Terkait
Berdoa dengan Menyebut Nama Perantara (Tawassul) Orang yang Sudah Meninggal | YDSF
ZAKAT MAAL BULANAN | YDSF
Perintah dan Manfaat Muhasabah | YDSF
ZAKAT UNTUK HARTA CICILAN | YDSF
Perbedaan Shalat Tahajud dan Shalat Lail | YDSF
BOLEHKAH ZAKAT MAAL DALAM BENTUK BARANG? | YDSF
Tidak Shalat Jumat Lebih dari Tiga Kali | YDSF
PERBEDAAN ZAKAT, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF