Sebagai seorang muslim yang berkecukupan, kita berkewajiban menanggung saudara-saudara kita yang kurang mampu. Di antaranya fakir, miskin, dan anak yatim.
Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ اْلمـُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَ جَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga (yang di sebelah)nya kelaparan.” [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 112, al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].
Anak yatim berarti seseorang yang telah ditinggal wafat oleh orangtuanya (ayah, ibu, atau kedua-duanya) dan belum mencapai usia baligh. Allah menyiapkan kemuliaan yang luar biasa bagi yang menanggung anak yatim.
Kedudukan yang tinggi di surga, dekat dengan kedudukan Rasulullah
Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا » وأشار بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئاً
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” kata beliau seraya mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau, serta agak merenggangkan keduanya.” (HR Bukhari)
Betapa besarnya keutamaan dan pahala orang yang menanggung anak yatim. Orang yang menanggung anak yatim akan menempati kedudukan yang tinggi di surga, dekat dengan kedudukan Rasulullah. Anak yatim sudah tidak punya bapak yang bisa menanggungnya, maka kita sebagai saudara seiman berkewajiban menanggungnya.
Arti ‘menanggung anak yatim’ adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, pengasuhan, dan pendidikannya. Rasulullah sangat menyayangi anak yatim. Rasulullah tahu bagaimana susahnya menjadi yatim, karena beliau sejak lahir dalam keadaan yatim.
Suatu hari, ketika hari raya, Rasulullah melihat sekumpulan anak sedang bermain. Rasulullah melihat ada seorang anak menangis. Beliau bertanya: “Mengapa kau menangis?” “Ayahku telah meninggal. Aku sedih karena tidak punya ayah seperti teman-temanku,” jawabnya. Rasulullah menggandeng dan membawanya ke rumah beliau. Sampai di rumah, Rasulullah bersabda: “Maukah kamu, Muhammad menjadi ayahmu, Khadijah jadi ibumu, Fatimah jadi kakakmu?” Kemudian anak ini diberi pakaian terbaik. Si anak ini keluar dan berseru dengan bangga: “Ayahku adalah Muhammad, ibuku adalah Khadijah!”
Inti dari mengasuh anak yatim adalah menghadirkan atau menjadi figur orangtua bagi si anak. Kedudukan orang yang mengasuh anak yatim sangat mulia di sisi Allah, karena ia rela memberi makan, memberi pakaian, merawat, membesarkan, dan memberi pendidikan kepada anak orang lain. Kewajiban itu bukan hanya berlaku untuk anak yatim yang miskin, juga berlaku untuk anak yatim yang kaya.
Menanggungnya dengan cara mengelola hartanya. Karena harta anak yatim yang kaya ini tidak boleh dibiarkan saja. Jika mengetahui anak yatim punya harta, maka kita wajib mengembangkannya, jangan sampai harta anak yatim habis terkena zakat.
Jika tidak dikelola dengan baik, anak yatim yang awalnya berkecukupan menjadi kekurangan. Jika penanggung harta anak yatim orang tidak mampu, maka boleh mengambil upah dari harta tersebut, sebatas kebutuhannya dan tidak berlebihan.
Jika penanggung orang yang berkecukupan, hendaknya menahan diri dari memakan harta anak yatim. Ketika anak yatim sudah dirasa mampu mengelola hartanya sendiri, maka si penanggung wajib mengembalikan kepada anak yatim.
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
“Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. Dan janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menyerahkannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang patut. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksisaksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.” (QS. An-Nisa: 6)
Sebagaimana ayat di atas, batas menanggung anak yatim tidak berhenti ketika anak yatim sudah mencapai usia baligh, tetapi sampai anak yatim ini cerdas (pandai memelihara harta). Jadi menanggung anak yatim tidak berhenti saat baligh.
Seorang muslim wajib peduli terhadap saudaranya. Peduli artinya tidak hanya menerima aduan, tetapi juga aktif mencari, memperhatikan dan tidak menunggu orang lain mengabarkan kepadanya. Menyantuni anak yatim adalah bagian dari menanggung anak yatim.
Jika kita tidak mampu menanggung anak yatim kita bisa memperoleh kebaikan dengan cara menyantuninya. Misalnya kita hanya mampu menanggung sebulan maka kita bantu mencarikan pengganti siapa yang akan menanggung di bulan berikutnya dan seterusnya.
Keutamaan menanggung anak yatim berlaku bagi orang yang menanggung anak yatim dari hartanya sendiri, atau harta anak yatim tersebut, jika orang itu benar-benar mendapat kepercayaan untuk menanggung harta anak yatim.
Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang menanggung anak yatim yang punya hubungan keluarga dengannya, atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya.
Oleh: Ust. Agung Cahyadi
Baca Juga:
5 Hajat Asasi Manusia Menurut Islam | YDSF
Makna Qurban dalam Islam | YDSF
Bahagia dengan Gemar Berbagi | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Menyambung Silahturahmi yang Terputus | YDSF
Hakikat dan Keutamaan Silaturahim
Membangun Kebersamaan dengan Silaturrahim | YDSF
Amalan Ringan Berpahala Besar | YDSF