Sering kali kita menjumpai atau bahkan mengalami langsung orang tua yang rela berbohong kepada anak dengan berdalih memiliki tujuan positif. Tujuan itu tak lain adalah agar sang anak mudah menuruti apa yang dikatakan oleh orang tua.
Menurut sebagian besar orang tua, membohongi anak dengan tujuan seperti di atas dianggap remeh, biasa, bahkan sangat dianjurkan. Terutama bila si anak sudah mulai sangat rewel dan sudah susah untuk ditenangkan. Lantas, sebenarnya apakah hal demikian diperbolehkan dalam mendidik anak dalam Islam?
Larangan Berbohong Pada Anak dalam Islam
“Adik berhenti ya nangisnya, nanti Bunda belikan mainan baru,” ujar seorang ibu pada anaknya yang sedang merengek karena susah diajak makan.
Sering tentunya kita mendapati hal-hal demikian. Atau mungkin ayah dan bunda merupakan salah seorang yang juga melakukan hal tersebut? Padahal setelahnya, belum tentu kita membelikan mereka mainan baru.
Hendaknya ayah dan bunda bisa memilih kata-kata yang lebih tepat untuk menangkan anak. Karena bilamana mereka terbiasa demikian, maka mereka tidak akan tahu sebenarnya apa esensi mereka harus makan, yang mereka tangkap hanyalah bagaimana bisa mendapatkan mainan baru dari iming-iming orang tua.
Orang tua bisa memberikan pendekatan yang lebih positif kepada sang anak. Misal, bila dalam kasus di atas, maka orang tua bisa memberitahu apa pentingnya makan, atau dengan hal-hal positif lainnya yang bisa memotivasi anak.
“Ayo dihabiskan makannya, supaya tidak lemas badannya dan bisa belajar ngaji dengan semangat,” bisa begitu kiranya kita memotivasi anak.
Dalam sudut pandang Islam pun juga tidak diperbolehkan orang tua terbiasa berbohong kepada anaknya. Berikut haditsnya:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ أَنَّ رَجُلًا مِنْ مَوَالِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ الْعَدَوِيِّ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ قَالَ دَعَتْنِي أُمِّي يَوْمًا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ فِي بَيْتِنَا فَقَالَتْ هَا تَعَالَ أُعْطِيكَ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيهِ قَالَتْ أُعْطِيهِ تَمْرًا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Ibnu Ajlan] bahwa [seorang laki-laki] dari budak Abdullah bin Amir bin Rabi'ah Al Adawi menceritakan kepadanya dari [Abdullah bin Amir] ia berkata, "Suatu hari ibuku memanggilku, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah duduk di dalam rumah kami. Ibuku berkata, "Hai kemarilah, aku akan memberimu." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bertanya kepada ibuku: "Apa yang akan engkau berikan kepadanya?" Ibuku menjawab, "Aku akan memberinya Kurma." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada ibuku: "Jika kamu tidak jadi memberikan sesuatu kepadanya, maka itu akan ditulis sebagai kebohongan atasmu." (HR. Abu Daud).
Memberikan Dampak Buruk pada Perkembangan Karakter Anak
Keseringan orang tua berbohong kepada anak, akan dengan jelas jug amempengaruhi perkembangan karakter dari sang anak. Mereka akan terbiasa dimanjakan dengan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Sehingga hal demikian dapat memicu tumbuhnya rasa egois dalam diri anak untuk mendapatkan hal-hal yang sekedar mereka inginkan dan tidak penting.
Konsep white lies atau berbohong dengan dalih demi kebaikan tersebut, juga dapat membuat anak menjadi tidak bisa membedakan mana yang sebenarnya baik dan tidak. Anak hanya cenderung mendapatkan informasi ‘baik’ namun tidak mengetahui apa yang sebenarnya atau dampak apa yang akan timbul kemudian.
Bukan hanya itu, seringnya anak menerima hal-hal bohong nan manis, membuat mereka secara tidak sadar akan menirukannya. Karena mereka menangkap dan sering menjadi ‘korban’ langsung bahwa berbohong demi suatu kebaikan itu tidak mengapa.
Allah Swt berfirman,
ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﻛُﻮﻧُﻮﺍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺼَّﺎﺩِﻗِﻴﻦَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar/jujur.” (Qs at-Taubah/9:119).
Jadi, bila anak-anak kita sudah mulai terlihat benih-benih sifat berbohong, perlu kita evaluasi kembali bagaimana cara kita dalam mendidik mereka. Jangan hanya menyalahkan anak tanpa memberikan contoh langsung yang nyata dan edukatif. (AyuSM)
Baca juga:
Mengasuh Anak Generasi Milenial | YDSF
Parenting Islami: Cara Mendidik Anak Agar Bahagia | YDSF
INILAH KUNCI SUKSES BUNDA YATIM MENDIDIK ANAK | YDSF
Inilah 4 Cara Mendidik Anak Menjadi Pahlawan Secara Islami | YSDF
Berdekah untuk anak yatim di YDSF