IHSG Anjlok, Begini Aturan dan Hukum Jual Beli Saham dalam Islam | YDSF

IHSG Anjlok, Begini Aturan dan Hukum Jual Beli Saham dalam Islam | YDSF

11 September 2020

Sejak pandemi, perekonomian di Indonesia mengalami penurunan persentase yang cukup drastis. Bahkan, dikarenakan DKI Jakarta kembali memberlakukan PSBB pada Senin (07/09/20), IHSG di Indonesia juga mengalami terjun bebas.

Indeks Harga Saham Gabungan (atau yang kita kenal dengan IHSG) merupakan salah satu indeks pasar saham yang menjadi standari indikator pergerakan harga saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta yang kemudian dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI)). Dasar perhitungan IHSG dengan menggunakan jumlah Nilai Pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah Nilai Pasar didapatkan dari total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga BEJ pada hari tersebut.

Mengacu pada hukum asal perniagaan atau muamalah dalam Islam adalah mubah atau boleh memperjualbelikan saham di pasar modal. Namun, tetap harus dengan beberapa catatan yang tidak melanggar syariat. Yaitu:

1. Perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) adalah perusahaan yang telah beroperasi, bisa di bidang apapun asalkan tidak memproduksi barang haram. Saham boleh diperjualbelikan dengan harga yang disepakati kedua belah pihak, sama dengan nilai yang tertera, lebih sedikit atau lebih banyak.

2. Saham perusahaan yang masih dirintis (belum beroperasi) dan kekayannya masih berwujud dana tersimpan, maka tidak boleh diperjualbelikan kecuali dalam bentuk tunai dan nilainya sama seperti yang tertera pada surat saham tersebut. Hal ini dikarenakan jual beli saham dengan dana tersimpan dan menjualnya lebih dari nilai yang tertera merupakan praktek riba. Jelas dilarang Islam.

Bukan hanya itu, Islam juga sangat berhati-hati dalam transaksi jual beli saham, sehingga jenis saham yang diperjualbelikan pun juga harus diperhatikan betul. Saham preferen (saham gabungan antara saham biasa dan obligasi) tidak boleh diperjualbelikan. Dan berikut cara membedakan saham biasa dan saham preferen:

- Mendapatkan deviden dalam jumlah yang terjamin dan tetap dalam persentase (suku bunga). Pemegang saham jenis ini (preferen) tetap menerima deviden, walaupun kinerja perusahaan merugi.

- Mendapatkan prioritas untuk memperoleh deviden sebelum pemilik saham biasa.

- Mendapatkan prioritas dalam hak suara dibanding pemilik saham biasa.

Baca juga: Mengenal Riba dalam Kredit | YDSF

Para pemilik saham preferen tidak memiliki kelebihan yang menyebabkannya mendapatkan perilaku istimewa ini. Padahal, keuntungan dalam usaha hanya diberikan kepada pemilik modal dan atau keahlian, sedangkan pemegang saham preferen tidak memiliki kelebihan dalam dua hal itu dibanding pemegang saham biasa. Keuntungan yang didapatkan pemilik saham preferen sejatinya adalah riba, karena modal mereka terjamin dan tetap mendapatkan keuntungan, meski kinerja perusahaan merugi. Itu tidak sesuai syariat dan merupakan bentuk mengambil harta orang lain. Sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 188,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."

3. Tidak berspekulasi

Spekulasi untuk meraih keuntungan atau biasa disebut capital gain yaitu selisih antara harga beli saham dengan harga saat menjualnya kembali dalam waktu yang singkat. Hal ini merupakan salah satu bentuk perjudian atau maysir yang diharamkan Islam.

4. Tidak dilakukan dengan cara-cara haram, seperti forward contract, option, dan Bay Al-Najasy.

Forward contract berhukum haram karena memperjualbelikan hutang (Bay Al Dayn) dan dilakukan sebelum jatuh tempo.

Option diharamkan karena jual beli tanpa adanya jaminan aset/underlying asset yang menyebabkan jual beli ini mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan maysir (judi).

Bay Al-Najasy adalah praktek perbuatan permintaan palsu, dimana permintaan atas saham sangatlah banyak sehingga harga saham nail. Hal tersebut berbeda dengan keadaan sebenarnya. Dalam bursa saham, istilah ini disebut “menggoreng saham”.

Wallahu a’lam.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Mei 2012 (bekerja sama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah Jawa Timur)

 

Baca juga:

ZAKAT PADA BARANG INVESTASI | YDSF

Cermati Halal Haram Di Restoran, Rumah Makan, Dan Hotel | YDSF

ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF

Belajar Dermawan Dari Kisah Imam Syafi’i | YDSF

 

Sedekah dari Rumah

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: