Sebagai seorang muslim, peringatan Isra’ Mi’raj menjadi
salah satu momen penting. Namun, apakah hukum perayaan Isra’ Mi’raj ada dalam
Islam?
Hidup di lingkungan masyarakat yang heterogen memang membuat
kita harus menjunjung tinggi toleransi dan saling mneghormati. Tak hanya pada
orang-orang yang berbeda keyakinan. Bahkan, dengan sesama muslim pun kita juga
harus menghormati pilihan tuntunan yang mereka jalankan.
Islam itu indah. Ada banyak pilihan yang tentunya masih
sesuai dengan koridor-koridor syari yang dapat kita jalankan. Tetapi terkadang,
memang tidak sedikit yang menggunakan celah-celah kebebasan ini sebagai bentuk
mengekpresikan diri, tak peduli itu menyimpang, dalilnya lemah, atau
semacamnya.
Sebagai seserang yang tinggal di Indonesia dengan beragam
kemajemukan komunitas muslimnya, tentu sudah bukan menjadi hal yang baru bagi
kita dalam menghadapi perbedaan. Salah satunya seperti dalam hal perayaan Isra’
Mi’raj. Pro dan kontra pun tidak sedikit. Oleh karena itu, kita pun harus bijak
menyikapinya.
Lantas, bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap peryaan Isra’
Mi’raj yang ada di dekat masyarakat sekitar? Atau, memang ada hukum perayaan Isra’
Mi’raj sesuai apa yang diajarkan oleh Rasulullah saw.?
Perayaan Isra’ Mi’raj dalam Pandangan Islam
Ustadz Zainuddin, Lc, M.A., menjelaskan bahwa peringatan
isra’ dan mi’raj tidak pernah ada tuntunan dalam Al-Qu’an dan hadits, tidak
pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw., tidak pernah dicontohkan para sahabat,
tabiin dan salafu saleh. Jika hal itu baik dan benar, maka merekalah orang
pertama yang memberi contoh buat kita.
Dengan demikian peringatan Isra’ dan Mi’raj tergolong
perkara yang diada-adakan (bid’ah). Begitulah pola fikir teman-teman salafi
semua harus dirujukkan kepada contoh salafu saleh. Jangan-jangan adanya
“kultum” pada qiyamu Ramadhan (shalat
tarawih) juga tergolong bid’ah, karena tidak pernah dicontohkan Rasulullah, dan
salafu saleh. Semestinya dibedakan aktivitas apa yang masuk dalam “ritual” dan
“kultur”.
Baca juga: Hukum
Menyebar Berita Hoax dalam Islam | YDSF
Jika peringatan Isra’ dan Mi’raj anda kategorikan “ritual”,
hal itu tidak mungkin. Karena ritual itu selalu dibatasi ruang dan waktu
sementara peringatan isra’ dan mi’raj tidaklah demikian. Jika anda kategorikan
“kultur”, maka anda tidak perlu bertanya apakah pernah dicontohkan oleh
Rasulullah dan salafu saleh. Islam sangat menghargai kultur. Maka yang harus dijaga
jangan sampai pelaksanaan perayaan Isra’ dan Mi’raj itu ada hal-hal yang
berseberangan dengan rambu-rambu Islam.
Hikmah Peristiwa Isra’ Mi’raj
Pada setiap peringatan Isra’ Mi’raj, kita kembali diingatkan
bahwa perintah ditunaikannya shalat wajib lima waktu ada pada peristiwa ini.
Sehingga, ada baiknya, pada saat momen memperingati Isra’ Mi’raj, kita tidak
terlena pada euforia perayaannya semata. Tetapi, juga menjadi momen yang tepat
untuk kita melakukan instropeksi diri. Khususnya, yang berkaitan dengan ibadah
shalat lima waktu.
Mari kita sejenak menilai kembali bagaimana selama ini kita
melaksanakan ibadah wajib shalat lima waktu ini. Apakah sudah tepat waktu?
Apakah sudah tidak pernah bolong? Apakah sudah jarang melakukan jamak dan
qashar jika tidak benar-benar untuk hal yang penting dan sesuai syarat udzur
syari? Atau bahkan, dari hal wudhunya, apakah wudhu kita sudah benar sehingga
dapat dengan khusyu’ dan tenang menunaikan ibadah shalat lima waktu?
Begitu banyak celah, yang mungkin sepertinya sepele, namun
sejatinya akan sangat mempengaruhi bagaimana penunaian ibadah kita. Tidak
masalah bila kita harus terus menerus kembali belajar dan memperbaiki kesalahan
dari ibadah shalat lima waktu kita. Asalkan, selama pelaksanaannya pun tidak
ada keraguan sedikitpun sehingga khusyuk dan fokus dapat kita capai dalam
ibadah yang sejatinya merupakan momen komunikasi terbaik bersama Allah Swt.
Featured Image by Pixabay.