Hukum Adzan Menggunakan Audio Teknologi | YDSF

Hukum Adzan Menggunakan Audio Teknologi | YDSF

22 Januari 2024

Berkat adanya perkembangan teknologi, saat ini semakin marak adzan dikumandangkan dengan menggunakan audio. Bukan lantunan dari seorang muadzin secara langsung, seperti halnya saat zaman Rasulullah saw. Bahkan, hal ini terjadi tidak hanya di wilayah perkotaan.

Penggunaan teknologi dalam melatunkan suara adzan dapat bervariasi, mulai dari aplikasi mobile hingga sistem otomatis yang terintegrasi dengan masjid atau bangunan lainnya. Misalnya, beberapa masjid di kota-kota besar saat ini telah memasang sistem pengeras suara (speaker) yang terhubung dengan jaringan internet. Sehingga, adzan dapat dipancarkan secara otomatis sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Selain itu, adzan digital juga memungkinkan pengumuman adzan dapat diakses dengan lebih mudah oleh umat Islam di berbagai lokasi. Melalui aplikasi mobile atau situs web, seseorang dapat dengan cepat mengetahui waktu shalat tanpa harus mendengarkan langsung dari speaker masjid. Ini memudahkan bagi mereka yang berada di lingkungan yang jauh dari masjid atau dalam perjalanan.

Namun demikian, penggunaan teknologi dalam adzan juga menimbulkan beberapa perdebatan dan kontroversi. Pasalnya, mengumandangkan adzan sangatlah dianjurkan dengan lantunan secara langsung oleh manusia bukan robot atau rekaman.

Lalu, apakah sah jika mendengarkan adzan pakai alat teknologi atau rekaman dalam melaksanakan kewajiban ibadah shalat fardhu?

Hukum Adzan Menggunakan Teknologi

Adzan merupakan pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafal-lafal khusus. Ada adzan, ada muadzin. Pengertian dari muadzin adalah manusia (Muslim) yang mengumandangkan adzan tersebut sekaligus mengajak manusia untuk melaksanakan ibadah secara berjamaah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syariat (shalat).

Selain itu, perlu pula diketahui bahwasanya muadzin didoakan secara khusus oleh Rasulullah Saw. sebagaimana diriwayatkan dalam hadist berikut ini, “Imam shalat itu menguasai dan muadzin itu pemegang amanah. Ya Allah, berilah para imam shalat tuntunan dan ampunilah dosa para muadzin.” (HR. Ahmad).

Mengingat adanya hadits di atas, maka alangkah lebih baik bila adzan dikumandangkan oleh seorang muadzin. Bukan dari teknologi. Karena mereka telah mendapatkan doa dari Rasulullah saw. Terlebih, mengumandangkan adzan merupakan sebuah panggilan Allah untuk kaum Muslim agar segera “bertemu” dengan-Nya (dalam shalat). Bahkan saat adzan juga menjadi momen untuk kaum Muslimin tidak memerangi kaum lain.

Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, “Ketika Nabi saw. bersama kami untuk memerangi sebuah kaum, tidaklah beliau berperang hingga datangnya pagi. Beliau menunggu, jika mendengar adzan, beliau tidak memerangi mereka. Sebaliknya, jika tidak mendengar adzan, maka beliau menyerang mereka.”

Baca juga: Cara Menjawab Adzan Saat di Kamar Mandi | YDSF

Fenomena adzan menggunakan teknologi audio atau rekaman membawa beberapa dampak, di antaranya:

1.       Dikhwatirkan menghilangkan pahala bagi para muadzin dan mencukupkannya hanya untuk muadzin asli (yang bersumber dari audio tersebut);

2.       Adzan dengan rekaman juga membuat berkurangnya penerapan sunah, syarat sah, hingga adab dalam adzan;

3.       Membuka peluang untuk main-main dengan agama, karena merasa dimudahkan.

Dari munculnya kekhawatiran dampak di atas, para ulama berpendapat:

1.       Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah pernah ditanya mengenai hukum adzan saat shalat wajib dan hukum menggunakan rekaman jika muadzin tidak bagus adzannya. Beliau menjawab, hukum adzan adalah fardhu kifayah, tambahan dari itu adzan adalah pemberitahuan akan masuknya waktu shalat dan seruan menunaikan shalat. Maka tidak cukup dilaksanakan ketika masuk waktu shalat dengan mengiklankan apa yang telah direkam sebelumnya. Dan bagi umat Islam pada setiap institusi yang ditunaikan shalat di dalamnya, hendaklah memilih di antara mereka yang bagus dalam melaksanakan tugasnya ketika masuk waktu shalat.

 

2.       Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa, sesungguhnya mengumandangkan adzan melalui suara rekaman tidak termasuk bagian dari adzan syari. Sebab dalam adzan syari terkandung unsur dzikir dan pujian kepada Allah Azza wa Jalla, maka harus ada nilai tindakan atau perbuatannya, dan rekaman suara tidak memiliki nilai tindakan atau perbuatan.

 

3.       MUI juga memberikan penjelasan terkait hukum adzan menggunakan kaset  adzan itu dilakukan oleh seorang muslim yang hadir di tempat (masjid atau mushalla) di mana shalat akan dilakukan. Adzan yang dilakukan seperti di televisi atau radio-radio hanya sebagai petunjuk waktu shalat.

 

4.       Dewan Syariah YDSF berpendapat bahwa mengumandangkan adzan dan iqamah bila tujuannya untuk mengumpulkan jamaah maka alangkan lebih baik dilakukan secara manual oleh seorang muadzin. Bukan melalui audio tekonologi seperti rekaman, kaset, dan sebagainya. Tetapi, bila seseorang ingin mengetahui apakah sudah memasuki waktu shalat wajib tertentu bisa diperkenankan melalui teknologi yang memudahkan.

 

Bismillah, kemudahan yang terjadi dari dampak perkembangan zaman ini semoga tidak membuat kita terlena dan tetap mengikuti ajaran syariat. (berbagai sumber).

 

 

Ikhtiar Solidaritas Kemanusiaan Palestina


 

Artikel Terkait:

Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF

 

Paket Hangat untuk Palestina

Tags: hukum adzan dengan teknologi, hukum adzan dengan audio, adzan dengan audio, ydsf, adzan teknologi

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: