Berkat
adanya perkembangan teknologi, saat ini semakin marak adzan dikumandangkan
dengan menggunakan audio. Bukan lantunan dari seorang muadzin secara langsung,
seperti halnya saat zaman Rasulullah saw. Bahkan, hal ini terjadi tidak hanya
di wilayah perkotaan.
Penggunaan
teknologi dalam melatunkan suara adzan dapat bervariasi, mulai dari aplikasi mobile
hingga sistem otomatis yang terintegrasi dengan masjid atau bangunan lainnya.
Misalnya, beberapa masjid di kota-kota besar saat ini telah memasang sistem pengeras
suara (speaker) yang terhubung dengan jaringan internet. Sehingga, adzan dapat
dipancarkan secara otomatis sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Selain itu,
adzan digital juga memungkinkan pengumuman adzan dapat diakses dengan lebih
mudah oleh umat Islam di berbagai lokasi. Melalui aplikasi mobile atau
situs web, seseorang dapat dengan cepat mengetahui waktu shalat tanpa harus
mendengarkan langsung dari speaker masjid. Ini memudahkan bagi mereka yang
berada di lingkungan yang jauh dari masjid atau dalam perjalanan.
Namun
demikian, penggunaan teknologi dalam adzan juga menimbulkan beberapa perdebatan
dan kontroversi. Pasalnya, mengumandangkan adzan sangatlah dianjurkan dengan
lantunan secara langsung oleh manusia bukan robot atau rekaman.
Lalu,
apakah sah jika mendengarkan adzan pakai alat teknologi atau rekaman dalam
melaksanakan kewajiban ibadah shalat fardhu?
Hukum Adzan Menggunakan
Teknologi
Adzan
merupakan pemberitahuan masuknya waktu shalat dengan lafal-lafal khusus. Ada
adzan, ada muadzin. Pengertian dari muadzin adalah manusia (Muslim) yang
mengumandangkan adzan tersebut sekaligus mengajak manusia untuk melaksanakan
ibadah secara berjamaah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syariat (shalat).
Selain itu,
perlu pula diketahui bahwasanya muadzin didoakan secara khusus oleh Rasulullah Saw.
sebagaimana diriwayatkan dalam hadist berikut ini, “Imam shalat itu
menguasai dan muadzin itu pemegang amanah. Ya Allah, berilah para imam shalat
tuntunan dan ampunilah dosa para muadzin.” (HR. Ahmad).
Mengingat
adanya hadits di atas, maka alangkah lebih baik bila adzan dikumandangkan oleh
seorang muadzin. Bukan dari teknologi. Karena mereka telah mendapatkan doa dari
Rasulullah saw. Terlebih, mengumandangkan adzan merupakan sebuah panggilan
Allah untuk kaum Muslim agar segera “bertemu” dengan-Nya (dalam shalat). Bahkan
saat adzan juga menjadi momen untuk kaum Muslimin tidak memerangi kaum lain.
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, “Ketika Nabi saw. bersama kami untuk memerangi sebuah kaum, tidaklah beliau berperang hingga datangnya pagi. Beliau menunggu, jika mendengar adzan, beliau tidak memerangi mereka. Sebaliknya, jika tidak mendengar adzan, maka beliau menyerang mereka.”
Baca juga: Cara Menjawab Adzan Saat di Kamar Mandi | YDSF
Fenomena
adzan menggunakan teknologi audio atau rekaman membawa beberapa dampak, di
antaranya:
1. Dikhwatirkan menghilangkan pahala
bagi para muadzin dan mencukupkannya hanya untuk muadzin asli (yang bersumber
dari audio tersebut);
2. Adzan dengan rekaman juga membuat berkurangnya
penerapan sunah, syarat sah, hingga adab dalam adzan;
3. Membuka peluang untuk main-main dengan
agama, karena merasa dimudahkan.
Dari munculnya
kekhawatiran dampak di atas, para ulama berpendapat:
1. Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah pernah
ditanya mengenai hukum adzan saat shalat wajib dan hukum menggunakan rekaman
jika muadzin tidak bagus adzannya. Beliau menjawab, hukum adzan adalah fardhu
kifayah, tambahan dari itu adzan adalah pemberitahuan akan masuknya waktu
shalat dan seruan menunaikan shalat. Maka tidak cukup dilaksanakan ketika masuk
waktu shalat dengan mengiklankan apa yang telah direkam sebelumnya. Dan bagi
umat Islam pada setiap institusi yang ditunaikan shalat di dalamnya, hendaklah
memilih di antara mereka yang bagus dalam melaksanakan tugasnya ketika masuk
waktu shalat.
2. Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin mengatakan bahwa, sesungguhnya mengumandangkan adzan melalui suara
rekaman tidak termasuk bagian dari adzan syari. Sebab dalam adzan syari
terkandung unsur dzikir dan pujian kepada Allah Azza wa Jalla, maka harus ada
nilai tindakan atau perbuatannya, dan rekaman suara tidak memiliki nilai
tindakan atau perbuatan.
3. MUI juga memberikan penjelasan
terkait hukum adzan menggunakan kaset
adzan itu dilakukan oleh seorang muslim yang hadir di tempat (masjid
atau mushalla) di mana shalat akan dilakukan. Adzan yang dilakukan seperti di
televisi atau radio-radio hanya sebagai petunjuk waktu shalat.
4. Dewan Syariah YDSF berpendapat bahwa
mengumandangkan adzan dan iqamah bila tujuannya untuk mengumpulkan jamaah maka
alangkan lebih baik dilakukan secara manual oleh seorang muadzin. Bukan melalui
audio tekonologi seperti rekaman, kaset, dan sebagainya. Tetapi, bila seseorang
ingin mengetahui apakah sudah memasuki waktu shalat wajib tertentu bisa
diperkenankan melalui teknologi yang memudahkan.
Bismillah,
kemudahan yang terjadi dari dampak perkembangan zaman ini semoga tidak membuat
kita terlena dan tetap mengikuti ajaran syariat. (berbagai sumber).
Ikhtiar Solidaritas Kemanusiaan Palestina
Artikel Terkait:
Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF