Hikmah dari Ikhlas | YDSF

Hikmah dari Ikhlas | YDSF

14 Maret 2022

Ikhlas memiliki kedudukan yang sangat penting dalam islam. Banyak hikmah yang bisa kita raih jika kita ikhlas dalam hal apapun, termasuk ketika kita ditimpa musibah. Betapa banyak harta yang diinfakkan di jalan Allah, bila tidak ikhlas niatnya, maka ia tidak berarti apa-apa di mata Allah.

Tahun kedua Hijrah merupakan tahun penting karena pada tahun itu terjadi berbagai peristiwa besar. Turunnya Perintah puasa Ramadhan, perintah perang Badar, perintah shalat Idul Fitri, perintah zakat, semuanya terjadi pada tahun kedua Hijrah.

Sebelum turunnya ayat perintah puasa Ramadhan, Rasulullah saw. dan para sahabatnya telah terbiasa melakukan puasa tiga hari, yaitu tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya, di samping puasa setiap tanggal 10 Muharam. Barulah setelah 18 bulan hijrah ke Madinah, tepatnya di bulan Sya’ban turun ayat 183-185 surat al Baqarah yang mewajibkan puasa Ramadhan sebulan penuh.

Baru berjalan tujuh belas hari berpuasa pertama kali di bulan Ramadhan, umat Islam harus mempertahankan kalimat Allah di perang Badar, tepatnya hari Jumat, 17 Ramadhan tahun 2 Hijriyah. Ketika Rasulullah saw. dan pasukan muslimin berangkat ke Badar, Ruqayyah, putri tercinta Rasulullah saw. jatuh sakit.

Rasul meminta suami Ruqayyah, Ustman bin Affan r.a. untuk tinggal di Madinah merawat istrinya. Ketika Rasulullah saw. pulang dari Perang Badar, sebelum sampai di Madinah, Ruqayyah putri tercinta Rasul, yang menjadi istri Utsman bin Affan r.a. meninggal dunia.

 

Baca juga: 5 Hal yang Sebaiknya Dilakukan untuk Menyambut Bulan Ramadhan

 

Ruqayyah adalah satu-satunya putri Rasulullah saw. yang merasakan beratnya meninggalkan kampung halamannya, Makkah al Mukarramah, hijrah sebanyak dua kali. Pertama, Ustman r.a. dan Ruqayyah hijrah ke Habasyi. Kedua, merekapun ikut hijrah ke Madinah.

Beratnya perjalanan ke Habasyi, kemudian baru tiga bulan mereka kembali ke Makkah karena mendengar berita palsu tentang kemenangan kaum muslimin, diteruskan lagi dengan beratnya perjalanan ke Madinah. Beratnya kehidupan Ruqayyah membuat Rasulullah saw. merasa iba dengan keadaan putri keduanya ini.

Kegembiraan datangnya Ramadhan, keganasan perang Badar, kegembiraan kemenangan di Perang Badar, dan kegetiran wafatnya Ruqayyah bercampur menjadi satu dalam diri kaum muslimin ketika itu. Keihklasan dalam menerima segala ketetapan Allah menjadi kunci dalam menjalani hidup ini.

Setibanya di Madinah turunlah kewajiban zakat fitrah. Menurut riwayat, zakat fitrah itu diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw. sesudah ada perintah kewajiban puasa dan sebelum ada perintah kewajiban zakat harta benda. Zakat fitrah sebabnya dinamakan begitu, guna membersihkan diri bagi setiap orang Islam, terutama yang mengerjakan puasa Ramadhan, untuk menyokong orang-orang yang sedang menanggung kekurangan dan kesengsaraan pada malam terakhir bulan Ramadhan.

Kemudian pada tahun itu juga turun ayat perintah zakat harta. Di kala itu, kewajiban zakat harta benda belumlah ditentukan kadarnya atau batasnya dan belum pula dijelaskan tentang macam harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya.

 

Baca juga: Wanita Mulia, Yang Makamnya Harum Semerbak

 

Islam dan Nabi Muhammad saw kala itu hanya memerintahkan kepada kaum pengikutnya Supaya berzakat, untuk menzakati harta bendanya. Tentang banyak sedikitnya terserah kepada kemauan dan keikhlasan orang yang berkewajiban zakat sendiri.

Sampai pada tahun kedua Hijrah, dan orang-orang yang berhak menerima bagian zakat di kala itu hanya dua golongan, yaitu golongan fakir dan miskin. Keterangan dan ketetapan dari wahyu yang menunjukkan bahwa zakat itu harus dibagi dan diberikan kepada delapan golongan belum diturunkan.

Kemudian pada tahun ke-8 Hijrah, diturunkan wahyu dari hadirat Allah kepada Nabi Muhammad saw. yang menunjukkan bahwa zakat itu harus diberikan kepada delapan macam golongan, yaitu sebagaimana yang tersebut dalam ayat 60, Surat At-Taubah.

Puasa Ramadhan telah dijalankan, jihad di perang Badar telah ditunaikan, zakat pun telah dibayarkan, dakwah mengajarkan Islam juga terus disebarkan oleh kaum muslimin. Namun Allah tidak pernah melihat dari berapa sering kita telah berpuasa, berapa gagah beraninya kita berjihad, berapa banyak zakat yang kita bayarkan atau berapa sapi atau kambing yang kita kurbankan, bahkan Allah tidak pernah melihat berapa harga sapi atau kambing yang kita kurbankan.

Allah tidak butuh sapi, tidak butuh kambing, tidak butuh uang yang kita keluarkan untuk membayar zakat. Allah sekadar ingin melihat sampai mana keimanan kita, sampai dimana keikhlasan kita dalam memberikan yang terbaik. Allah akan melihat keikhlasan niat seseorang dalam melakukan suatu amalan.

Betapapun gagah berani kita berjihad, betapapun semangat kita mengajarkan Islam, betapa banyak harta yang kita infakkan di jalan Allah, bila tidak ikhlas niatnya, maka ia tidak berarti apa-apa di mata Allah. Sebaliknya, seberapa kecilpun yang kita berikan bila niatnya ikhlas, Allah akan mengangkat perbuatan tersebut ke derajat yang tinggi, meskipun di mata manusia mungkin dianggap tidak tepat.

 

Sumber: Majalah Al Falah Edisi 313 Bulan April 2014

 

Featured Image by Freepik

 


Sedekah dari Rumah:



Artikel Terkait:
Kisah Keluarga Teladan dalam Al Quran | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Kisah Mualaf: Islam Agama Tanpa Celah | YDSF
KISAH MUSA DALAM SURAT AL KAHFI - PERJUANGAN DAN ADAB MENCARI ILMU | YDSF
KISAH ABDURRAHMAN BIN AUF, BERSEDEKAH TIDAK TAKUT MISKIN | YDSF
Bagaimana Seorang Muslim Menyikapi Musibah | YDSF

Tags: ikhlas, ikhlas dalam islam, hikmah ikhlas

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: