Ibu segera nimbrung bersama Irvan dan Putri ketika keduanya terlibat perbincangan tentang tamutamu
kecilnya. Awalnya adalah kunjungan tiga keponakan mengikuti orangtuanya sambang Ibu.
“Aku heran, hampir dua jam di sini, anak-anak itu hanya sibuk dengan gawainya. Kadang mereka bertengkar berebut. Ajakanku untuk mengobrol, sedikit pun tak bisa mengalihkan perhatian mereka,” keluh Putri.
“Benar kata penulis buku anak, Dr Dewi Utama Fayza, gawai atau gadget bisa menjadi semacam narkoba bagi anak. Alasannya, gawai menjadi candu yang membuat anak-anak memiliki sifat ketergantungan,” timpal Irvan.
“Memang, anak-anak jika sudah memegang gawai sangat susah diminta berhenti.”
“Keadaan akan diperparah kalau orangtua tidak memiliki ketegasan mendisiplinkan putra-putrinya. Biasanya karena kasihan, orangtua menyerah meminjamkan gawainya.”
“Itu justru menjerumuskan anak-anaknya pada candu itu,” tutur Ibu.
“Sebenarnya orangtua bisa mengubah kebiasaan itu dengan meminjamkan buku. Ajak mereka bercerita atau bergaul dengan anak-anak di luar rumah.”
“Aku pernah membaca, orangtua di Jepang suka mengajak anak-anaknya bermain atau melihat alam, perkebunan, atau hewan. Cara itu ternyata cukup efektif mengalihkan perhatian anak atas ketergantungan mereka pada gawai,” kata Irvan.
“Masalahnya banyak anakanak nggak suka membaca!” cetus Putri.
“Ya, di sinilah peran orangtua. Ayah atau ibunya bisa memulai dengan membacakan buku pada mereka,” tutur Ibu.
Ibu lalu menyampaikan nasihat Fauzil Adhim, serang psikolog, tentang perlunya pendampingan orangtua saat anak-anaknya bermain gawai. Memang perlu perjuangan mengalihkan perhatian anak dari gawai.
“Nasihatnya, jika ingin anak-anak rajin membaca, orangtuanya mesti menjadi teladan dan contoh. Contohkan pada anak-anak bahwa kita sebagai orangtua juga rajin membaca.”
“Banyak penelitian menunjukkan, membacakan cerita kepada anak bisa meningkatkan kemampuan bahasa dan perbendaraan kata anak. Membaca juga meningkatkan konsentrasi, kreativitas, imajinasi, bahkan akademis anak,” kata Putri.
Penelitian terbaru diterbitkan dalam Jurnal First Language, di Universitas Waterloo menemukan, ketika
orangtua membacakan buku bergambar, mereka cenderung menggunakan bahasa lebih komplet.
“Masuk akal. Dan hasilnya, anak-anak pun akan menyerap banyak kosa kata baru,” kata Ibu.
“Membaca bersama orangtua juga membuat anak lebih bersemangat. Oleh sebab itu sebaiknya orangtua meluangkan waktu untuk itu. Semuanya demi masa depan anak-anak kita.”
“Nabi kita Muhammad SAW sudah memberi teladan bagaimana seharusnya orangtua memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhannya, termasuk soal bermain yang menyenangkan,” kata Ibu.
“Ya. Aku sering mendengar gambaran kelembutan Nabi pada cucunya Sayyidina Hasan dan Husein RA yang bermain di pundaknya ketika salat. Kasih sayangnya selalu diekspresikan. Tidak disembunyikan. Saat menggendong, mencium, dan memeluk cucunya ataupun anak-anak lainnya,” timpal Putri.
“Anak-anak terlalu berharga untuk kita pasrahkan kepada gawai!”
“Kita memiliki harapan anak-anak meneladani Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya, cara memperkenalkan keagungan kepribadian beliau adalah dengan mempraktikkan bagaimana beliau berinteraksi dengan anak-anak,” tutur Ibu. (Zainal Arifin Emka)
Baca juga:
Pintu Dosa di Era Digital | YDSF
TIPS MENJADI MUSLIM BERKUALITAS | YDSF
Dampak Maksiat dalam Kehidupan | YDSF
Tips Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak | YDSF