Debat kusir dalam keluarga menjadi hal yang nampaknya sering
dialami oleh setiap orang. Berawal dari percakapan diskusi sederhana, berujung
saling mempertahankan pendapat yang akhirnya justru tidak ketemu titik
tengahnya. Dari Ustadz Miftahul Jinan berikut beliau berkisah tentang debat
kusir dalam keluarga:
Pagi itu saya melaksanakan salat jamaah subuh di masjid agak
jauh dari rumah. Setelah iqamat dikumandangkan, sang imampun memulai dengan
takbiratul ihram dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al Fatihah dan surat
pendek. Saat kami menikmati bacaan surat pendek Imam, tiba-tiba Imam lupa
kelanjutan ayat, sehingga secara spontan kami para makmum bersama-sama membantu
mengingatkan bacaan selanjutnya.
Namun respon kami yang spontan dan bersama-sama justru
membuat Imam semakin bingung melakukan kesalahan selanjutnya. Dalam kondisi
tegang, sang imampun berdiam diri sejenak dan fokus pada satu suara jamaah yang
ia kenal, sejenak kemudian ia sudah dapat melanjutkan ayat yang sempat ia
melupakannya.
Mungkin di rumah tangga kita khususnya pada proses interaksi
kita dengan anak-anak remaja sempat mengalami kejadian serupa. Anak remaja kita
melakukan kesalahan yang sebenarnya sudah tidak semestinya ia melakukannya. Dan
kita orang tua (bapak/ibu) bersama-sama menghujani teguran yang bertubi-tubi
akhirnya anakpun semakin kondisi bingung dan mereka melakukan pembelaan diri.
Pembelaan diri itulah sering kali berupa debat kusir saling
menyalahkan dan membenarkan alasannya. Akhirnya kondisi hubungan tidak semakin
baik, dan anak terpaksa menerima teguran kita jika ia tidak berani melawan,
atau sebaliknya ia akan pergi dari kita jika berani menghadapi kita.
Dalam kondisi seperti di atas sebenarnya ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua, walaupun anak sudah jelas-jelas
telah melakukan kesalahan “bodoh”, yaitu:
1. Tetap tenang dan memahami bahwa siapapun dapat melakukan
kesalahan-kesalahan yang remeh. Bentuk tenangnya adalah tidak terlalu reaktif
dan tidak segera melakukan eksekusi.
2. Menganalisa alasan mengapa anak kita sampai melakukan
kesalahan tersebut. Analisa ini akan sangat membantu kita untuk memahami bahwa
mereka melakukan kesalahan tersebut bukanlah hal yang sederhana. Mereka telah melakukan
pertimbangan yang matang menurut versi dia. Ingat siapapun termasuk anak kita tidak
ingin diremehkan, walaupun ia baru saja melakukan kesalahan yang remeh.
3. Pilihlah jubir yang sesuai dengan kondisi anak, bisa
bapak karena membutuhkan ketegasan dan tidak perlu penjelasan yang detil, atau
ibu pada masalah-masalah yang dominan menggunakan perasaan. Tidak harus anak
dihadapi berdua, bahkan pada masalah tidak terlalu berat cukup satu orang tua
saja.
4. Memiliki waktu yang tepat untuk menegur anak, tidak
selalu segera itu lebih baik. Bahkan sering kali ke segeraan kita justru
mengurangi ketenangan kita saat berbicara dengan mereka.
Sumber Rubrik Parenting Majalah Al Falah Edisi April 2018
Ikhtiar Solidaritas Kemanusiaan Palestina
Artikel Terkait:
Pesan Rasulullah Saw. Untuk Umat Muslim Jelang Akhir Zaman | YDSF
ZAKAT DAN PAJAK | YDSF
Mendahulukan Qadha Puasa, Lalu Puasa Syawal | YDSF
KEJAR BERKAH, RUTIN SEDEKAH | YDSF
Garage Sale, SD Al-Hikmah Tanamkan Rasa Empati dan Jiwa Wirausaha Kepada Siswa
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH, DAN WAKAF | YDSF